Upah minimum provinsi (UMP) dan upah minimum kabupaten/kota (UMK) pada 2025 ditetapkan naik sama sebesar 6,5%. Hal ini diatur dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 16 Tahun 2024, mengenai Penetapan Upah Minimum 2025, yang telah resmi berlaku sejak Rabu (4/12/2024).
Menteri Ketenagakerjaan, Yassierli, menjelaskan bahwa keputusan untuk menyamakan kenaikan UMP dan UMK sebesar 6,5% bertujuan untuk menjaga daya beli masyarakat sekaligus mempertimbangkan daya saing pengusaha.
Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Kemenaker, Indah Anggoro Putri, menyampaikan bahwa provinsi dan kabupaten/kota dengan pertumbuhan ekonomi dan inflasi melebihi angka nasional diperbolehkan menetapkan kenaikan UMP/UMK di atas 6,5%, asalkan mendapatkan persetujuan dari dewan pengupahan.
Namun, jika angka pertumbuhan ekonomi dan inflasi suatu daerah lebih rendah dibandingkan dengan angka secara nasional, maka kenaikan UMP atau UMK harus tetap mengikuti ketentuan 6,5%.
Perkiraan UMK 2025 di Kabupaten/Kota Indonesia
Perkiraan UMK 2025 menunjukan disparitas antara wilayah dengan aktivitas ekonomi yang lebih kecil. Kota Bekasi diperkirakan memiliki UMK tertinggi mencapai Rp5.690.753, diikuti oleh Karawang Rp5.599.593 dan Kabupaten Bekasi Rp5.558.515.
Sementara itu, daerah seperti Banjarnegara, Wonogiri, dan Sragen diprediksi memiliki UMK terendah sebesar Rp2,1 juta. Kesenjangan ini dapat mencerminkan perbedaan tingkat industrialisasi dan daya saing ekonomi antarwilayah.
Berbagai Respon Mengenai Kenaikan UMK 2025
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN), Ristadi, mengungkapkan bahwa ia pernah mengusulkan agar kenaikan UMP dan UMK 2025 disesuaikan dengan kondisi daerah, bukan dipukul rata secara nasional.
”Apa yang paling kami takutkan dari Permenaker Nomor 16 Tahun 2024 adalah disparitas upah antardaerah semakin tinggi,” kata Ristadi pada Kompas.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, ikut mempertanyakan penerapan formula upah dalam peraturan tersebut, khususnya terkait ketidakjelasan variabel yang digunakan.
Ia khawatir, dengan kenaikan UMP dan UMK, kenaikan UMS tidak akan signifikan, terutama pada sektor padat karya yang membutuhkan lebih dalam peningkatan upah.
Baca Juga: Kenaikan UMP 6,5% di Tengah Polemik PPN Naik, Solusi atau Beban Baru?
Penulis: Ucy Sugiarti
Editor: Editor