Mulai 1 Agustus 2025, Amerika Serikat akan memberlakukan tarif impor sebesar 32% terhadap seluruh produk asal Indonesia. Kebijakan ini merupakan bagian dari strategi proteksionisme ekonomi Donald Trump yang ditujukan untuk mengoreksi defisit perdagangan AS dengan negara mitra, termasuk Indonesia.
Namun, bagi Indonesia, kebijakan ini bukan sekadar persoalan angka perdagangan, melainkan ancaman serius terhadap keberlangsungan sektor ekspor, manufaktur, dan ketenagakerjaan.
Dampak Ekonomi Langsung Hingga Triliunan Rupiah Melayang
Berdasarkan laporan Center of Economic and Law Studies (CELIOS) dan Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), dampak tarif 32% ini sangat signifikan terhadap perekonomian Indonesia. Berikut beberapa estimasi kerugian yang dikalkulasi.
-
Penurunan output ekonomi nasional hingga Rp164 triliun
-
Nilai ekspor Indonesia terpangkas hingga Rp105,9 triliun
-
Penurunan pendapatan tenaga kerja sebesar Rp52 triliun
-
Potensi kehilangan lapangan kerja mencapai 1,2 juta orang
-
Penurunan pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 0,05-0,5 persen
Sektor yang paling terpukul termasuk industri manufaktur (-22,11%), peralatan listrik (-10,14%), dan tekstil serta pakaian (-7,34%), terutama karena produk-produk ini mendominasi ekspor Indonesia ke pasar AS.
Baca Juga: AS Jadi Pasar Ekspor Terbesar Ke-2 Indonesia
AS Pasar Strategis, RI Rentan
Amerika Serikat merupakan mitra ekspor terbesar kedua bagi Indonesia, dengan kontribusi lebih dari 26% terhadap total ekspor nasional. Sementara itu, AS hanya menyumbang sekitar 12% dari total impor RI, menciptakan surplus perdagangan yang konsisten sejak 2015, dan menjadi salah satu alasan Trump mengambil kebijakan tarif tinggi terhadap Indonesia.
Nilai ekspor Indonesia ke AS pada 2024 mencapai US$28,18 miliar, sementara impor dari AS hanya US$11,6 miliar, menciptakan surplus perdagangan sebesar US$14,34 miliar.
Kebijakan ini berpotensi membalikkan keunggulan tersebut, sekaligus menimbulkan ketidakpastian dalam rantai pasok, investasi, dan konsumsi rumah tangga.
Tekanan Diplomatik Tak Membuahkan Hasil
Pemerintah Indonesia sebenarnya telah berupaya keras melobi AS agar tarif tidak diberlakukan. Sejumlah janji ditawarkan, termasuk menambah impor produk pangan dan energi dari AS senilai total Rp553 triliun, serta meningkatkan investasi langsung. Namun semua upaya tersebut gagal membendung kebijakan sepihak dari Washington.
Trump bahkan menegaskan bahwa tarif hanya dapat dicabut jika perusahaan Indonesia berinvestasi langsung dan membuka pabrik di AS.
Peluang Reposisi, Belajar dari Vietnam
Meski ancaman nyata, krisis ini juga membuka peluang bagi Indonesia untuk melakukan reposisi pasar. Negara seperti Vietnam berhasil memanfaatkan konflik dagang AS-China sebelumnya untuk memperluas ekspornya ke pasar AS. Langkah serupa bisa diambil Indonesia dengan
-
Diversifikasi pasar ekspor ke kawasan non-tradisional
-
Peningkatan daya saing industri dalam negeri
-
Efisiensi logistik dan investasi teknologi
-
Penguatan kerja sama dagang regional seperti RCEP atau IPEF
Pemerintah juga perlu segera menggelontorkan insentif fiskal dan regulasi ekspor yang lebih sederhana untuk menopang sektor-sektor terdampak dan mencegah gelombang PHK massal.
Sumber: https://indef.or.id/waspada-genderang-perang-dagang/
Penulis: Rayhan Adri Fulvian
Editor: Muhammad Sholeh