Tak dapat dipungkiri bahwa Amerika Serikat merupakan salah satu mitra dagang terbesar Indonesia. Sebagai negara adidaya, AS masih tetap memerlukan sejumlah komoditas yang sepenuhnya tergantung pada impor dari negara lain, salah satunya Indonesia. Beberapa komoditas seperti minyak sawit dan kelapa, nyaris tak tergantikan oleh negara lain.
Presiden AS Donald Trump menerapkan tarif resiprokal atau tarif timbal balik sebesar 32% bagi produk yang diimpor dari Indonesia, juga salah satunya sebagai bentuk dukungan terhadap produk lokal. Tidak hanya Indonesia, sejumlah negara lain juga turut kena imbas dari kebijakan ini. Saat ini, hampir seluruh negara diberikan jeda 90 hari yang dapat digunakan untuk bernegosiasi lebih lanjut sebelum penetapan keputusan.
Meski begitu, penerapan tarif Trump ini nyatanya malah menjadi bumerang bagi negaranya sendiri. Menurut Reuters, belasan pemilik usaha menyebutkan bahwa kebijakan tarif ini meningkatkan biaya operasional, beberapa terpaksa membatalkan pesanan, menunda ekspansi, dan mengurangi rekrutmen.
CEO Eco Lips, produsen produk kecantikan, memproyeksi bahwa biaya produksinya akan naik US$5 juta dalam 12 bulan ke depan akibat kebijakan ini. Faktor utamanya adalah karena bahan utama produknya seperti vanila, kakao, hingga minyak kelapa, memang tidak bisa diproduksi mandiri dalam negeri.
Pemilik toko mainan Into the Wind, mengeluhkan tarif timbal balik sebesar 145% untuk produk asal China, mengingat kebanyakan mainannya, mulai dari layangan hingga boneka, berasal dari negeri Tirai Bambu tersebut. Katanya, permintaan konsumen diprediksi bakal terus menurun akibat kenaikan harga ini.
Kalau Dampaknya di Indonesia?
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), pada 2024, Amerika Serikat jadi negara tujuan ekspor terbesar Indonesia, dengan nilai mencapai US$26,31 miliar. Meski jauh di bawah China yang mencapai US$62,44 miliar, AS masih tetap memegang peran vital dalam perputaran ekonomi dalam negeri dan kinerja perdagangan Indonesia. Penerapan tarif timbal balik sebesar 32% ini tentunya membawa risiko besar bagi perekonomian bangsa.
Bukan hanya itu, AS juga jadi pasar utama ekspor kopi Indonesia, tercatat nilainya mencapai US$307,41 juta sepanjang 2024, jauh di atas negara lain seperti Mesir dan Malaysia. Nilainya ini setara dengan 19% dari total ekspor kopi Indonesia pada tahun tersebut.
Selain kopi, Indonesia juga mengekspor alat komunikasi pada Amerika Serikat, nilainya mencapai US$92 0 juta sepanjang 2024, tertinggi di antara negara-negara lain. Peralatan komunikasi yang diekspor ini termasuk telepon, alat komunikasi tanpa kabel, antena pemancar atau penerima sinyal, alat komunikasi tanpa kabel, alat penyiaran televisi, modem, dan lain-lain.
Saat ini, Indonesia berencana untuk melakukan negosiasi penurunan tarif, melalui beberapa deregulasi seperti penghapusan kuota impor hingga penyederhanaan proses restitusi pajak, seperti yang telah diinstruksikan oleh Presiden Prabowo Subianto.
Baca Juga: Prabowo Bakal Hapus Kuota Impor
Penulis: Agnes Z. Yonatan
Editor: Editor