Mengenal Lebih Dekat Daftar Suku yang Mendiami Kepulauan Maluku

Mengenal lebih dekat keberagaman suku yang mendiami kepulauan Maluku, ini dia karakteristik dan keunikannya!

Mengenal Lebih Dekat Daftar Suku yang Mendiami Kepulauan Maluku Unplash | Malukunese
Ukuran Fon:

Maluku merupakan salah satu provinsi besar di Indonesia yang dikenal sebagai “Surga Rempah” sejak abad ke-15 karena memiliki sumber daya alam yang kaya dan menyimpan keberagaman budaya yang luar biasa. Provinsi Maluku terdiri dari 1.000 pulau kecil yang terbentang dari Maluku Utara hingga Maluku Tenggara. Provinsi ini beribu kota di Ambon yang juga merupakan kota terbesar di provinsi ini.

Tentang Provinsi Maluku

Provinsi Maluku sendiri memiliki sebanyak 1.935.585 jiwa pada tahun 2024 dan berada di urutan ke-28 provinsi menurut jumlah penduduk di Indonesia. Letaknya berada di bagian selatan Kepulauan Maluku dan berbatasan langsung dengan Laut Arafura dan Samudra Hindia di bagian selatan, Laut Seram di bagian utara, Pulau Papua di bagian timur, serta Pulau Sulawesi di bagian barat.

Tidak hanya kaya akan sumber daya alam dan keindahannya, Maluku juga dikaruniai keberagaman yang tinggi, baik suku, bahasa daerah, karakteristik penduduk, maupun perbedaan agama yang cukup besar di daerah tersebut.

Bahkan Maluku sendiri menjadi rebutan bangsa Eropa karena keunikannya, seperti bangsa Portugis yang masuk pada tahun 1512, Belanda pada tahun 1605, Inggris pada tahun 1810, hingga Jepang pada tahun 1940-an.

Daftar suku yang mendiami Kepulauan Maluku

Berikut daftar beragam suku asli yang mendiami Kepulauan Maluku yang memperkaya keberagaman daerah tersebut dengan ciri khas dan keunikannya masing-masing:

Suku Ambon

Suku Ambon merupakan suku mayoritas yang mendiami Kepulauan Maluku. Sebagian besar dari penduduk suku Ambon memeluk agama Kristen Protestan. Suku ini merupakan hasil campuran Austronesia–Papua yang berasal dari Pulau Ambon, Saparua, Nusalaut, Haruku, dan Seram Barat.

Masyarakat Suku Ambon dikenal memiliki tradisi unik seperti Tradisi Pela, yaitu sistem ikatan persaudaraan khas masyarakat Maluku, terutama di wilayah Maluku Tengah. Tradisi ini terwujud melalui perjanjian persaudaraan antara dua atau lebih negeri yang diwujudkan dalam semangat saling membantu, gotong royong, serta menjaga keharmonisan hubungan antarwarga.

Salah satu bentuknya adalah pela gandong yang membangun hubungan persaudaraan erat layaknya saudara kandung, bahkan mampu melampaui perbedaan suku, agama, dan wilayah. Suku ini menggunakan bahasa Ambon untuk berkomunikasi dalam kesehariannya. Bahasa Ambon termasuk dialek bahasa Melayu, namun hanya digunakan di wilayah Provinsi Maluku.

Adapun makanan khasnya adalah papeda, ikan bakar, dan sambal colo-colo.

Suku Ternate

Suku Ternate menetap dan mendiami Kepulauan Maluku, tepatnya di Pulau Ternate yang berada di Provinsi Maluku Utara, dan sebagian lainnya tersebar di Pulau Obi serta Pulau Bacan.

Dalam kehidupan sehari-hari, mereka menggunakan bahasa Ternate yang tergolong dalam rumpun bahasa non-Austronesia. Mayoritas masyarakatnya memeluk agama Islam Sunni, sementara sebagian kecil menganut Kristen Protestan. Mata pencaharian utama Suku Ternate adalah sebagai petani dan nelayan.

Salah satu makanan khasnya adalah Pali-pali atau Makanan ini adalah sejenis lontong yang dibungkus daun lontar, dan Sambal Roa yang merupakan sambal khas Ternate yang terbuat dari ikan roa (ikan yang diasapi) yang dicampur dengan cabai, bawang merah, bawang putih, dan terasi.

Ternate terkenal dengan tradisi lisannya berupa cerita, syair, peribahasa, maupun nyanyian yang disampaikan secara verbal dari generasi ke generasi. Contoh tradisi lisan yang terkenal di kalangan masyarakat adalah Hikayat Sultan Babullah, kisah kepahlawanan Sultan Babullah dalam mengusir penjajah Portugis dari Ternate pada abad ke-16. Kisah ini menjadi simbol kebanggaan dan semangat perjuangan masyarakat Ternate.

Suku Tidore

Suku yang mendiami Kepulauan Maluku selanjutnya adalah Suku Tidore. Di Provinsi Maluku Utara, Suku Tidore menjadi salah satu kelompok etnis yang berasal dari ras Melanesia.

Wilayah ini pada masa lampau merupakan pusat Kesultanan Tidore, terutama pada masa penjajahan Belanda. Dalam keseharian, bahasa yang digunakan adalah bahasa Tidore, meskipun sebagian penduduk juga menggunakan bahasa Ternate. Keberadaan masjid dan surau yang cukup banyak di Tidore menunjukkan kuatnya pengaruh Islam sebagai agama mayoritas.

Salah satu tradisi unik dari suku ini adalah Dama Nyili-Nyili, yaitu tradisi mengelilingi Pulau Tidore sambil membawa obor sebagai simbol persatuan dan semangat kebersamaan. Adapun salah satu makanan khas Suku Tidore adalah gohu ikan, hidangan mirip sashimi yang terbuat dari ikan segar dibumbui mentah dengan bawang, cabai, kemangi, garam, serta perasan air lemon.

Suku Kei

Suku Kei merupakan salah satu suku yang mendiami Kepulauan Maluku yang mayoritas penduduknya memeluk agama Islam dan Kristen, namun sebagian masih memegang kepercayaan lama akan keberadaan roh dan kekuatan gaib.

Keyakinan ini menganggap roh mampu membawa berkah sekaligus kesusahan. Karena itu, masyarakat Suku Kei kerap memulai ritual kecil di lingkungan keluarga yang kemudian dilanjutkan dengan upacara besar bersama warga sebagai bentuk pembersihan kampung, yang dikenal dengan nama Sob-Lor atau ruwatan umum.

Bahasa yang digunakan adalah bahasa Kei atau bahasa Evav yang termasuk dalam rumpun bahasa Austronesia. Bahasa ini memiliki beberapa dialek, antara lain dialek Kei Kecil dan Kei Besar. Makanan khas Suku Kei yang terkenal adalah lat-lat (anggur laut) dan enbal (singkong olahan). Lat-lat biasanya disajikan sebagai urap tanpa dimasak, sedangkan enbal diolah menjadi berbagai makanan seperti enbal bubuhuk, bunga enbal, dan pisang enbal.

Suku Tobelo

Suku Tobelo banyak bermukim di semenanjung utara Pulau Halmahera dan sebagian Pulau Morotai, meski sebagian warganya tersebar di wilayah lain. Mayoritas bekerja sebagai petani dengan komoditas padi, jagung, sayur, kacang-kacangan, pisang, dan tebu, serta hasil hutan seperti damar dan rotan. Mereka juga berkebun kelapa dan cengkeh, atau menjadi nelayan yang menangkap ikan di laut serta berburu babi hutan maupun rusa. Bahasa sehari-hari mereka adalah bahasa Tobelo yang memiliki enam dialek, antara lain Boeng, Heleworuru, dan Dodinga.

Dahulu menganut kepercayaan tradisional yang memuja roh leluhur dan dewa-dewa, masyarakat Tobelo kini mayoritas beragama Kristen Protestan berkat pengaruh misionaris Amerika. Dalam adat suku Tobelo, tradisi Mohoka menjadi bagian penting pernikahan, di mana pihak laki-laki memberikan uang atau harta kepada pengantin perempuan sebagai simbol penghormatan, disertai sumbangan dari tamu undangan. Makanan khasnya antara lain halua (camilan dari singkong, kacang, dan gula), pisang santan goreng, dan gohu.

Suku Nuaulu

Dikenal dengan kepercayaan asli yang memuja roh leluhur, Suku Nuaulu di Pulau Seram memiliki upacara adat unik. Salah satunya adalah tradisi Maku-Maku Usi Rosa, yaitu ritual adat yang dilakukan dengan tujuan penebusan atau penghapusan dosa (kahuae).

Suku ini terbagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok selatan yang menghuni enam desa di pesisir dan pedalaman Kabupaten Amahai, serta kelompok utara yang menetap di dua desa di pesisir utara Seram Tengah. Dari segi kuliner, Suku Nuaulu memiliki hidangan khas bubur sagu atau papeda yang disajikan dengan kuah ikan kuning berbumbu rempah sebagai makanan pokok mereka.

Suku Rana

Suku Rana mendiami wilayah Pulau Buru, khususnya di sekitar Danau Rana. Tradisi khas mereka adalah wahadegan, yaitu makan bersama seluruh warga kampung saat panen, bahkan mengundang kampung tetangga bila hasil berlimpah. Makanan khas Suku Rana adalah sagu, yang diolah menjadi berbagai bentuk seperti papeda atau sinoli, sering disantap bersama ikan bakar dan sayur-sayuran hasil kebun.

Bahasa sehari-hari yang digunakan adalah Liam-liam, sementara upacara adat memakai bahasa Liam Garam, dengan hanya sekitar 10% penduduk yang menguasai bahasa Indonesia. Pakaian khasnya berupa kebaya dan sarung, dengan laki-laki mengenakan gelang atau cincin sebagai penolak bala, dan perempuan memakai perhiasan sebagai hiasan. Suku Rana di pesisir yang umumnya beragama Kristen atau Islam lebih maju dibandingkan yang di pedalaman yang masih menganut animisme.

Keberagaman suku yang mendiami Kepulauan Maluku tidak hanya tercermin dari bahasa dan agama yang mereka anut, tetapi juga dari adat istiadat, mata pencaharian, serta kekayaan kuliner yang menjadi ciri khas masing-masing.

Meski artikel ini hanya membahas beberapa suku saja, sesungguhnya masih banyak suku lain di Maluku yang menyimpan kearifan lokal, tradisi unik, dan kekayaan budaya yang patut dilestarikan. 

Baca Juga: Mengamati Data Seputar Suku Batak, Suku yang Paling Suka Merantau

Penulis: Emily Zakia
Editor: Muhammad Sholeh

Konten Terkait

BPOM Resmi Cabut Izin Edar 14 Merek Dagang Kosmetik Wanita! Ini Daftarnya

BPOM mencabut izin edar 14 kosmetik wanita karena promosi berlebihan dan melanggar norma kesusilaan, serta mengimbau konsumen tetap waspada.

Fenomena Rohana dan Rojali, Efek Ekonomi Melemah atau Digitalisasi?

Ramai istilah rohana dan rojali, pelaku ritel sebut karena daya beli menurun, pemerintah bilang karena pergeseran pola belanja.

Terima kasih telah membaca sampai di sini

atau

Untuk mempercepat proses masuk atau pembuatan akun, bisa memakai akun media sosial.

Hubungkan dengan Google Hubungkan dengan Facebook