Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) tengah mempertimbangkan pemblokiran sementara platform game daring Roblox. Langkah ini muncul sebagai respons atas kekhawatiran masyarakat terhadap konten negatif yang beredar di dalam platform, serta risiko yang dapat ditimbulkan terhadap perkembangan anak-anak dan remaja sebagai mayoritas penggunanya. Keputusan ini masih dalam tahap kajian, namun telah memicu perdebatan publik terkait perlindungan anak dan kebebasan berekspresi di ruang digital.
Roblox adalah platform permainan daring yang memungkinkan pengguna tidak hanya bermain, tetapi juga membuat dan mempublikasikan permainan mereka sendiri. Berdasarkan laporan data yang dirilis oleh Roblox, pada awal 2025 tercatat sekitar 32,5 juta pengguna harian adalah anak-anak di bawah usia 13 tahun, sementara sisanya merupakan remaja dan dewasa muda.
Data demografis lainnya menunjukkan bahwa 39% pengguna Roblox adalah anak-anak usia di bawah 13 tahun, sementara 60% lainnya berusia di atas 13 tahun, dengan kelompok usia 17–24 tahun mencakup sekitar 21% pengguna aktif.
Isu Keamanan dan Konten Tidak Layak
Meski tampak sebagai platform edukatif dan kreatif, Roblox kerap mendapat sorotan karena kurangnya pengawasan terhadap konten buatan pengguna (user-generated content). Penelitian terbaru dari The Guardian (April 2025) mengungkap bahwa anak-anak masih dapat mengakses konten seksual tersembunyi, kekerasan, hingga risiko pelecehan daring yang tidak seluruhnya terdeteksi oleh sistem filter Roblox.
Pihak Roblox sendiri telah menerapkan berbagai pembaruan, seperti verifikasi usia menggunakan teknologi AI dan peningkatan sistem kontrol orang tua. Namun, apabila pengguna menggunakan kata kunci baru, ejaan yang dimodifikasi, atau istilah slang yang belum dikenali oleh sistem, kejahatan digital masih dapat lolos dari pengawasan. Filter otomatis tidak selalu mampu menangkap konteks bahasa yang terus berkembang di kalangan remaja, sehingga risiko tetap terbuka, terutama dalam komunikasi antar pengguna.
Menjaga Anak di Era Digital: Perlindungan atau Pembatasan?
Merespons berbagai laporan tersebut, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu’ti, secara tegas mengimbau agar anak-anak tidak bermain Roblox. Ia menyoroti bahwa murid pada jenjang sekolah dasar secara intelektual belum sepenuhnya mampu membedakan antara konten kekerasan dan kata-kata tidak pantas, sehingga paparan terhadap konten semacam itu dikhawatirkan dapat berdampak negatif terhadap perkembangan perilaku dan karakter anak.
Rencana pemblokiran ini memunculkan dua kubu pendapat. Sebagian orang tua mendukung penuh, mengingat banyak anak yang kecanduan bermain hingga mengganggu aktivitas belajar dan sosial. Namun, sebagian masyarakat dan praktisi pendidikan menyarankan agar pendekatan yang diambil lebih berfokus pada literasi digital, penguatan kontrol orang tua, serta kerja sama langsung antara pemerintah dan pengembang platform.
Roblox, seperti platform digital lainnya, memiliki potensi besar untuk mendukung kreativitas dan pembelajaran, tetapi juga mengandung risiko jika tidak diawasi dengan baik. Pemerintah, orang tua, pengembang teknologi, dan masyarakat memiliki tanggung jawab kolektif dalam memastikan bahwa ruang digital yang berkembang saat ini benar-benar aman dan sehat, terutama bagi anak-anak yang masih dalam tahap tumbuh kembang.
Baca Juga: Lagi Hits! Ini 5 Game Online Terpopuler 2025
Sumber:
https://corp.roblox.com/newsroom/2024/09/rdc-2024-robloxs-next-frontier
https://www.demandsage.com/how-many-people-play-roblox/
https://www.takeaway-reality.com/post/roblox-demographics-statistics
https://corp.roblox.com/safety-tools
https://www.theguardian.com/technology/2025/apr/14/risks-children-roblox-deeply-disturbing-researchers
https://www.youtube.com/watch?v=rbukZp0wW5o
Penulis: Kalya Azalia
Editor: Editor