Prabowo Soal UU Perampasan Aset Koruptor: Apakah Adil Anaknya Menderita Juga?

Presiden Prabowo anggap perampasan aset tak adil bagi keluarga koruptor, namun ICW mengungkapkan data sebaliknya.

Prabowo Soal UU Perampasan Aset Koruptor: Apakah Adil Anaknya Menderita Juga? Ilustrasi Tersangka Korupsi | Wirestock/Freepik
Ukuran Fon:

Pernyataan Presiden Prabowo mengenai penindakan koruptor kembali menarik atensi publik. Pasalnya, ketika membahas UU Perampasan Aset khususnya bagi koruptor, Presiden Prabowo menyampaikan bahwa hukuman tersebut tidak adil bagi anak maupun istri/suami koruptor.

“Kita juga harus adil kepada anak istrinya. Kalo ada aset yang sudah dia miliki sebelum dia menjabat umpamanya, ya nanti para ahli hukum suruh bahas, apakah adil anaknya menderita juga?” ungkap Prabowo pada pertemuannya bersama 6 jurnalis di Hambalang, pada 6 April 2025 lalu.

Sebelumnya, Prabowo menyatakan bahwa aset yang dicuri koruptor dari negara perlu dikembalikan. Tantangannya, para koruptor tentu sulit untuk jujur. 

Menanggapi pernyataan ini, Indonesia Corruption Watch (ICW) mengungkapkan hasil temuannya selama 2015 hingga 2023. Dalam temuan ICW, justru ada 46 kasus korupsi yang juga melibatkan anggota keluarga.

Dari 87 orang yang ditetapkan sebagai tersangka, 39 orang di antaranya merupakan anggota keluarga yang juga menjadi tersangka.

Latar belakang tersangka korupsi yang melibatkan keluarga | GoodStats
Latar belakang tersangka korupsi yang melibatkan keluarga | GoodStats

Berdasarkan data, sebagian besar tersangka merupakan pejabat yang dipilih oleh publik. Alih-alih mengakomodir kebutuhan rakyat, para tersangka justru fokus menyejahterakan keluarganya saja.

ICW juga mengungkapkan, ada Rp32,8 triliun kerugian negara akibat tindak korupsi ini. Jumlah tertinggi tercatat pada 2020 lalu, nilainya mencapai Rp19,6 triliun. 

Nilai kerugian negara relatif menyentuh angka triliunan rupiah | GoodStats
Nilai kerugian negara relatif menyentuh angka triliunan rupiah | GoodStats

Perlunya Regulasi yang Teliti dan Tepat Sasaran

Pakar Hukum Pidana, Ahmad Suparji, menyampaikan bahwa RUU Perampasan Aset Tindak Pidana dapat menjadi instrumen penting untuk menebas korupsi. Pasalnya, regulasi yang ada saat ini belum berhasil memotong rantai korupsi.

"Di sinilah tugas dari pemerintah, tugas dari DPR, bagaimana membuat sebuah regulasi yang mengatur secara teliti, secara cermat, aspek-aspek substansi, aspek prosedur, dan aspek kewenangan," tutur Ahmad Suparji melalui BeritaSatu.

Hal ini juga disepakati oleh Mantan Penyidik KPK Yudi Purnomo. Aturan perampasan aset saat ini belum menyentuh titik krusial sehingga tidak membuat koruptor jera. 

"Jelas sekali di (rancangan) Undang-Undang Perampasan Aset, yang bisa dirampas adalah yang berasal dari hasil kejahatan," jelas Yudi.

Oleh karena itu, aset-aset yang diperoleh dari penghasilan lain dan dapat dibuktikan, tidak akan dirampas. Dengan demikian, tidak ada hak yang diambil secara paksa dari koruptor sekalipun.

Upaya Tingkatkan Integritas Hakim

Menurut Prabowo, uang memberi kekuatan lebih pada koruptor. Hukuman kurungan seakan bisa “dibeli”. Oleh karena itu, perlu mendisiplinkan hakim agar hal-hal semacam ini dapat dihindari.

Salah satu upaya Prabowo untuk meningkatkan integritas hakim, dilakukan dengan meningkatkan gaji hakim seluruh Indonesia secara signifikan. Dengan pemberian gaji yang lebih tinggi, hakim diharapkan lebih profesional dan memprioritaskan kepentingan negara. 

Setelah melakukan perhitungan, Prabowo memperkirakan kurang lebih butuh Rp12 triliun untuk menambah gaji hakim. Perihal ini juga sudah disampaikannya kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani.

Sebelumnya, hakim di Indonesia baru mendapatkan kenaikan gaji melalui Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga Atas Perubahan PP Nomor 94 Tahun 2012 tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Hakim yang Berada di Bawah Mahkamah Agung.

Peraturan Pemerintah (PP) tersebut disahkan Mantan Presiden Jokowi pada 18 Oktober 2024, tepat dua hari sebelum masa jabatannya berakhir. Sebelumnya, para hakim melakukan aksi mogok kerja pada 7-11 Oktober 2024.

Untuk hakim golongan III a-d, gajinya berada di rentang Rp2.785.700 - Rp5.180.700. Sementara itu, untuk golongan IV a-e, rentang gaji hakim adalah Rp3.287.800 - Rp6.373.200. Kurang lebih kenaikan gaji pokok ini mencapai 30%. Selain gaji pokok, hakim juga memperoleh kenaikan tunjangan jabatan sekitar 40%.

Baca Juga: Potret Penegakan Hukum Indonesia: Koruptor Makin Kaya, Rakyat Makin Sengsara

Penulis: Ajeng Dwita Ayuningtyas
Editor: Editor

Konten Terkait

Optimisme Warga RI Akan Ketersediaan Lapangan Kerja Menurun

Indeks ketersediaan lapangan kerja terus turun, pada Maret 2025 berada di angka 100,27 poin.

Prabowo Soal UU Perampasan Aset Koruptor: Apakah Adil Anaknya Menderita Juga?

Presiden Prabowo anggap perampasan aset tak adil bagi keluarga koruptor, namun ICW mengungkapkan data sebaliknya.

Terima kasih telah membaca sampai di sini

atau

Untuk mempercepat proses masuk atau pembuatan akun, bisa memakai akun media sosial.

Hubungkan dengan Google Hubungkan dengan Facebook