Menjelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 di Indonesia, masyarakat semakin kritis dalam menentukan pilihan terhadap calon pemimpin yang sedang berlaga. Keputusan ini salah satunya dipengaruhi oleh track record (rekam jejak) setiap calon di media sosial.
Seperti yang baru-baru ini sedang ramai diperbincangkan di media sosial X, beberapa kandidat kepala daerah diduga memiliki rekam jejak yang kurang bagus. Beberapa cuitan tokoh politik di masa lampau dinilai sebagai ujaran kebencian (hate speech), berkonotasi cabul dan seksis, serta mengandung candaan yang tak pantas dilontarkan oleh seorang tokoh publik, bahkan oleh masyarakat biasa sekalipun.
Hal ini lantas membuat beberapa kandidat kehilangan kredibilitasnya. Namun, apakah jejak digital politisi benar-benar mempengaruhi pandangan pemilih terhadap sosok tersebut?
Salah satu platform survei di Indonesia, Populix, merilis hasil survei yang dilakukan pada 4-5 September 2024 lalu terhadap 1.321 responden yang tersebar di seluruh Indonesia mengenai pengaruh jejak digital tokoh politik terhadap pemilih.
Pengaruh Jejak Digital Politisi terhadap Pemilih
Berdasarkan hasil survei tersebut, sebanyak 96% responden mengaku bahwa jejak digital politisi memiliki pengaruh terhadap pilihan mereka. Lebih rincinya, sebanyak 60% responden mengaku bahwa jejak digital sangat berpengaruh, 25% mengaku berpengaruh, serta 11% lainnya mengaku cukup berpengaruh.
Sementara itu, terdapat 4% responden lainnya yang memiliki pendapat berlainan, yakni sebanyak 2% mengaku kurang berpengaruh dan 2% sisanya mengaku jejak digital tidak berpengaruh terhadap pilihan sama sekali.
Dari data ini, dapat diketahui bahwa jumlah responden yang menilai jejak digital berpengaruh masih lebih dominan dibandingkan dengan mereka yang menilai bahwa jejak digital tidak memiliki pengaruh.
Jejak digital secara tidak langsung telah membangun identitas dan jati diri seseorang. Mereka yang menginginkan pemimpin yang bersih dan jujur tentu sangat memperhatikan jejak digitalnya. Kalau sebelum terpilih saja sudah bermasalah, bagaimana setelah mendapat kekuasaan nanti?
Baca Juga: Etika Warganet di Ruang Digital Jadi Salah Satu Aspek dengan Indeks Optimisme Terendah
Menjaga Jejak Digital Menjadi Tanggung Jawab Bersama
Tak hanya bagi tokoh politik atau pejabat publik, menjaga jejak digital yang baik juga menjadi kewajiban kita bersama sebagai masyarakat secara umum.
Masih dalam hasil survei yang sama, beberapa warganet ternyata memiliki cara tersendiri untuk menjaga jejak digital agar tetap positif. Sebanyak 62% responden berupaya untuk berpikir panjang sebelum mengunggah sesuatu, 16% responden selalu menjaga etika dalam berkomunikasi di internet, 7% responden tidak menyebarkan informasi yang terlalu detail, 7% responden memanfaatkan pengaturan privasi, dan 6% responden menghapus atau mengarsipkan postingan yang memiliki potensi lainnya.
Harapannya, dengan selalu menjaga jejak digital yang baik di dunia maya, aktivitas maya kita di masa lampau tidak akan menjadi boomerang di masa mendatang yang dapat menjadi penyebab terhalangnya karier atau tujuan-tujuan kita.
Baca Juga: Survei Pilkada: Apa yang Paling Diharapkan Masyarakat dari Calon Pemimpin?
Penulis: Elvira Chandra Dewi Ari Nanda
Editor: Editor