Pembredelan Karya Seni Yos Suprapto: Represi Seni Pertama di Era Prabowo

Akhir triwulan awal masa jabatan Prabowo sebagai presiden ditutup dengan represi karya seni Yos Suprapto di Galeri Nasional (Garnas).

Pembredelan Karya Seni Yos Suprapto: Represi Seni Pertama di Era Prabowo Salah Satu Lukisan Yos Suprapto | Instragram/yos_suprapto

Akhir triwulan awal masa jabatan Prabowo sebagai presiden ditutup dengan represi karya seni Yos Suprapto di Galeri Nasional (Garnas). Pelukis asal Yogya itu menjadi korban pembredelan. Yos dilarang masuk ke ruang pamerannya sendiri di Garnas, Gedung A pada malam Jumat, 19 Desember 2024. 

Pelarangan induk melihat anak karyanya sendiri itu diakibatkan karena sejumlah karya Yos yang ingin dipamerkan disebut tidak sesuai dengan tema kurasi oleh penyelenggara.

”Setelah melalui proses evaluasi oleh kurator pameran, karya-karya tersebut dianggap tidak sesuai dengan tema kurasi yang telah ditetapkan,” kata Jarot Mahendra selaku penanggung Jawab Unit Galeri Nasional Indonesia.

Represi karya seni Yos merupakan yang pertama di era Prabowo, namun menjadi bagian dari 40 lebih kasus represi karya seni pada tahun 2024.

Baca Juga: Indonesia Miliki 71 Maestro Seni Tradisi

Cerita Yos soal Represi Seninya

Pameran lukisan tunggal bertajuk Tanah untuk Kedaulatan Pangan yang telah dipersiapkan sejak setahun terakhir tersebut batal diselenggarakan dalam satu malam (19/12). Yos sebelumnya diminta oleh kurator yang ditunjuk oleh Garnas, Suwarno Wisetrotomo, untuk tidak memamerkan lima dari 30 karya seni yang ada. Pada kelima lukisan itu sendiri terdapat sosok yang ramah dan tidak asing di mata masyarakat Indonesia.

Namun, terjadi perbedaan pendapat antara kurator dengan Yos terhadap karya-karyanya yang akan dipamerkan di pameran. Alhasil, sang kurator, Suwarno, mundur.

“Ada dua karya yang terdengar seperti makian semata, terlalu vulgar, sehingga kehilangan metafora yang merupakan salah satu kekuatan utama seni dalam menyampaikan perspektif,” jelasnya dalam pernyataan resmi pada Jumat, 20 Desember 2024.

Suwarno menyadari bahwa perannya memang sentral sebagai kurator. Dia bertanggungjawab supaya tema dan karya yang dihasilkan memiliki persamaan terhadap konsep awal. Meski mundur, Suwarno menjelaskan bahwa keputusan tersebut bukan untuk menghentikan pameran tunggal karya Yos. 

Pada akhirnya, Jarot pun mengambil langkah untuk menjaga keselarasan kuratorial dan memastikan kualitas pameran. Garnas memutuskan untuk “menunda” acara ini dan akan mengupayakan komunikasi kembali antara seniman dan kurator.

Fakta di lapangan menunjukkan bahwa pameran ini ternyata mendapat perlakuan berupa pembredelan dengan pengunjung dan pemiliknya yang masuk untuk menyaksikan karya-karya Yos Suprapto.

Pembredelan Yos dan Sederet Angka Kasus Represi Seni pada 2024

Jumlah Angka Kasus Represi Seni dari Tahun ke Tahun
Jumlah Angka Kasus Represi Seni dari Tahun ke Tahun | GoodStats

Koalisi Seni, sebuah situs yang mencatat dan mendata pelanggaran atas kebebasan berkesenian di Indonesia, mengungkap bahwa tren represi seni selama lima tahun terakhir di Indonesia masih cukup tinggi, di kisaran 10-50 lebih kasus kebebasan berkesenian yang dilanggar.

Tidak hanya mencatat kasus pelanggaran dan kebebasan berkesenian, Koalisi Seni juga merekomendasikan penanganan aduan yang dilakukan oleh lembaga lain. Pencatatan kasus seperti di atas diharapkan dapat menghasilkan rumus dan kebijakan yang pro akan kebebasan berkesenian dan pemenuhan akan hak korban.

Pada tahun 2020, Koalisi Seni mencatat 17 kasus pelanggaran kebebasan berkesenian. Meskipun jumlahnya relatif rendah dibandingkan tahun-tahun berikutnya, kasus-kasus ini tetap mencerminkan adanya tekanan terhadap karya seni yang kritis meski dalam kondisi keterbatasan mengakses karya seni secara langsung karena Covid-19 dan tahun awal periode kedua masa pemerintahan Jokowi.

Masuk ke tahun 2021, angka pelanggaran kebebasan berkesenian meloncat tajam, dengan tercatat 53 kasus. Isu-isu sosial seperti kebebasan berpendapat, hak asasi manusia, dan ketidakpuasan terhadap kebijakan pemerintah mulai banyak diangkat melalui karya seni.

Seniman, melalui medium seni, mulai memberikan respons terhadap ketidakadilan sosial dan politik, yang membuat karya-karya mereka menjadi sasaran pembatasan dan sensor. Lonjakan ini juga mencerminkan bahwa pihak berwenang semakin sensitif terhadap karya-karya yang dianggap mengkritik kebijakan pemerintah.

Pada tahun 2022, meskipun masih ada 42 kasus pelanggaran kebebasan berkesenian, terjadi penurunan cukup besar dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini bisa jadi disebabkan oleh penyesuaian situasi setelah lonjakan kasus pada tahun 2021, di mana seniman mungkin lebih berhati-hati dalam mengekspresikan karya-karya mereka. 

Pada tahun 2023, kasus pelanggaran kebebasan berkesenian kembali meningkat menjadi 48 kasus, menunjukkan bahwa meskipun ada upaya untuk mengurangi tekanan terhadap seniman, represi seni terus berlanjut. Peningkatan ini bisa dihubungkan dengan ketegangan sosial dan politik yang terus berlangsung, di mana karya seni yang mengkritik kebijakan pemerintah atau menyuarakan ketidakpuasan terhadap isu-isu sosial masih dianggap sebagai ancaman.

Pada tahun 2024, jumlah kasus pelanggaran kebebasan berkesenian sedikit menurun menjadi 44 kasus, namun tetap menunjukkan bahwa represi terhadap seni di Indonesia belum berakhir. Meskipun terdapat upaya dari berbagai pihak untuk mendorong kebebasan berkesenian, termasuk advokasi yang dilakukan oleh Koalisi Seni, tekanan terhadap seniman masih tetap ada.

Terlihat bahwa meskipun ada fluktuasi dalam jumlah kasus, represi terhadap kebebasan berkesenian di Indonesia tetap menjadi isu yang serius. Peningkatan jumlah kasus pada beberapa tahun, terutama pada 2021 dan 2023, menunjukkan bahwa seniman terus menghadapi ancaman terhadap kebebasan berekspresi mereka, terutama dalam konteks karya seni yang dianggap kritis atau kontroversial.

Baca Juga: 10 Seniman Kontemporer dengan Rekor Penjualan Lelang Tertinggi

Penulis: Daffa Shiddiq Al-Fajri
Editor: Editor

Konten Terkait

Mengamati Data Seputar Suku Batak, Suku yang Paling Suka Merantau

Penduduk suku Batak merupakan suku yang paling suka merantau. Persentase migran seumur hidupnya paling tinggi sekitar 16,77%.

82% Milenial dan Gen Z Dukung Kesetaraan Gender Selama Tidak Menentang Tradisi

82% dari kedua generasi mendukung kesetaraan gender, asal perubahan itu tidak melanggar tradisi yang ada. Namun, dukungan ini diwarnai pendekatan yang berbeda.

Terima kasih telah membaca sampai di sini

atau

Untuk mempercepat proses masuk atau pembuatan akun, bisa memakai akun media sosial.

Hubungkan dengan Google Hubungkan dengan Facebook