Peradaban modern mendorong tingginya polusi secara global, mengakibatkan kualitas udara memburuk dan berdampak negatif bagi kesehatan ekosistem di dalamnya. Indonesia masuk jajaran negara dengan kualitas udara yang mengkhawatirkan. Menurut IQAir, Indonesia menempati peringkat ke 15 sebagai negara dengan kualitas udara terburuk pada 2024, dengan skor indeks sebesar 35,5, turun dari 2023 yang sebesar 37,1. Hal ini menunjukkan, upaya perbaikan kualitas udara di Indonesia masih belum signifikan.
Jika ditinjau berdasarkan provinsinya, provinsi di wilayah Timur cenderung memiliki kualitas udara yang lebih baik ketimbang provinsi di wilayah Barat.
Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data terbaru pada 17 September 2025 yang dikutip dari Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup Republik Indonesia mengenai kualitas udara di seluruh provinsi Indonesia.
Hasilnya menunjukkan bahwa kualitas udara terbaik didominasi wilayah timur Indonesia, khususnya Papua. Papua Pegunungan menempati urutan pertama dengan indeks kualitas udara 97,68, diikuti Papua Barat Daya (96,28), Papua Barat (96,22), Papua (95,87), Papua Selatan (95,44), dan Papua Tengah (95,33).
Sementara itu, beberapa provinsi di luar Papua juga masuk dalam daftar sepuluh besar. Gorontalo mencatatkan indeks kualitas udara 94,43, disusul Kalimantan Utara (93,91), Sulawesi Utara (93,52), serta Sulawesi Barat (93,33). Data ini menegaskan bahwa provinsi-provinsi di kawasan timur Indonesia umumnya memiliki kualitas udara yang lebih baik dibandingkan wilayah lainnya.
Bagaimana Kualitas Udara Diukur?
Tim peneliti asal IPB University menemukan alat mengukur kualitas udara yang dinilai lebih efisien dan cepat. Alat tersebut bernama Air Quality IPB Monitoring System (Aqimos). Aqimos mampu menampilkan hasil penilaian dalam waktu 1,6 menit, jauh lebih cepat dibandingkan alat konvensional yang memerlukan waktu 24 jam untuk menemukan hasilnya. Dengan begitu Aqimos dapat memberikan gambaran kualitas udara secara real-time.
Aqimos dilengkapi dengan beragam sensor untuk mengukur partikel udara berukuran sangat kecil, yakni di bawah 2,5 mikron (PM2,5) dan 10 mikron (PM10). Selain itu, alat ini juga dapat mendeteksi berbagai jenis gas pencemar, antara lain karbon monoksida (CO), nitrogen dioksida (NO₂), sulfur dioksida (SO₂), ozon (O), dan hidrokarbon (HC). Aqimos mampu merekam sejumlah parameter lingkungan lain, seperti suhu udara, intensitas cahaya, arah dan kecepatan angin, kelembapan, tekanan udara, hingga curah hujan.
Berbeda dengan sistem konvensional yang memakan waktu lama karena sampel udara harus dianalisis di laboratorium dan hasilnya baru tersedia pada hari berikutnya, Aqimos bekerja secara langsung dengan menganalisis kualitas udara di dalam perangkat. Hasil pengukuran tersebut dapat ditampilkan secara real-time melalui aplikasi, baik di lokasi pemasangan sensor maupun dari jarak jauh, termasuk diakses melalui ponsel atau komputer.
Ketua tim penelitian dari IPB University, Arief Sabdo Yuwono menjelaskan Aqimos menggunakan udara ambien sebagai sampel.
"Udara ambien diambil sampelnya, kemudian dianalisis di dalam alat ini. Parameter yang diuji sesuai dengan peraturan yang berlaku. Semuanya berupa sampel udara yang langsung dianalisis di dalam alat ini. Jadi, hanya dalam waktu 1,6 menit alat ini sudah bisa menyajikan," jelas Arif dikutip dari laman IPB (24/6/2025).
Baca Juga: Indonesia Masuk Daftar Negara dengan Polusi Udara Tertinggi
Sumber:
https://www.noaa.gov/jetstream/atmosphere
https://www.bps.go.id/id/statistics-table/2/MjUzMiMy/komponen-penyusun-indeks-kualitas-lingkungan-hidup-menurut-provinsi.html
https://www.iqair.com/id/world-most-polluted-countries
https://www.ipb.ac.id/news/index/2025/06/tim-peneliti-ipb-university-kembangkan-aqimos-alat-pemantau-kualitas-udara-real-time-dan-hemat-biaya/
Penulis: Faiz Al haq
Editor: Editor