Di era digital internet telah menjadi bagian integral dalam kehidupan manusia. Akses informasi, komunikasi, dan ekonomi terhubung erat dengan internet.
Namun, di balik manfaatnya, internet juga dapat menjadi alat untuk menyebarkan informasi yang salah dan memicu kerusuhan. Sebagai respons, beberapa negara memilih untuk memblokir internet, sebuah tindakan yang menuai kontroversi.
Kasus-Kasus Pemblokiran Internet
Pemblokiran internet, baik secara total maupun parsial, telah menjadi taktik yang semakin sering digunakan oleh pemerintah untuk menjaga stabilitas.
Di India, negara yang paling sering memutus akses internet, pemblokiran internet sering terjadi di Kashmir dan Rajasthan. Alasannya beragam, mulai dari demonstrasi, ujian, hingga ketegangan etnis.
Pada tahun 2023, India memblokir 470,2 miliar akses internet pengguna per jam dan menjadikannya sebagai rekor pemblokiran negara yang tertinggi di dunia.
Negara lain yang juga terkenal dengan praktik pemblokiran internetnya adalah Ethiopia, Myanmar, dan Iran.
Di negara-negara ini, pemblokiran internet digunakan untuk menekan perbedaan pendapat, demonstrasi, dan bahkan organisasi tertentu. Pada tahun 2023, pemblokiran internet di Ethiopia, Myanmar, dan Iran menyebabkan hilangnya waktu pengguna internet yang hampir sama dengan di India.
Dampak Ekonomi Pemblokiran Internet
Meskipun pemblokiran internet mungkin dianggap sebagai solusi untuk meredakan kerusuhan, tindakan ini dapat memiliki konsekuensi ekonomi yang signifikan.
Di Rusia, Ethiopia, dan Myanmar, biaya ekonomi dari pemblokiran internet pada tahun 2023 mencapai $4 miliar. Hal ini disebabkan oleh hilangnya produktivitas, gangguan bisnis, dan terhambatnya investasi.
Di Rusia, misalnya, 1.350 jam pemblokiran internet pada tahun 2023 telah merugikan ekonominya sebesar $4 miliar.
Di Ethiopia, pemblokiran internet selama konflik Tigray telah menyebabkan kerugian ekonomi senilai $1,3 miliar. Di Myanmar, pemblokiran internet yang berkepanjangan telah menghambat pertumbuhan ekonomi dan investasi asing.
Pemblokiran internet menimbulkan dilema etika yang kompleks. Di satu sisi, pemerintah memiliki tanggung jawab untuk menjaga stabilitas dan keamanan publik. Di sisi lain, pemblokiran internet dapat membatasi hak asasi manusia, seperti kebebasan berekspresi dan akses informasi.
Beberapa solusi potensial untuk mengatasi dilema ini telah diusulkan. Salah satunya adalah dengan menerapkan pemblokiran internet yang lebih tertarget, seperti hanya memblokir situs web tertentu yang menyebarkan informasi yang salah atau provokasi.
Solusi lain adalah dengan meningkatkan literasi digital masyarakat agar lebih kritis terhadap informasi yang diterima di internet.
Pemerintah juga perlu mempertimbangkan solusi alternatif seperti dialog dan negosiasi dengan kelompok-kelompok yang berpotensi menimbulkan kerusuhan. Pendekatan yang lebih preventif dan edukatif dapat membantu mengurangi kebutuhan untuk memblokir internet dan meminimalkan dampak negatifnya.
Pemblokiran internet adalah alat yang bermata dua. Meskipun dapat membantu menjaga stabilitas dalam situasi tertentu, pemblokiran internet juga dapat memiliki konsekuensi ekonomi dan sosial yang signifikan.
Pemerintah dan masyarakat perlu bekerja sama untuk menemukan solusi yang lebih baik untuk mengatasi kerusuhan dan menjaga stabilitas di era digital ini. Solusi tersebut harus menyeimbangkan antara kebutuhan keamanan dengan hak asasi manusia dan akses informasi.
Penulis: Christian Noven Harjadi
Editor: Iip M Aditiya