Mengulik Penyebab di Balik Tingginya Harga Tiket Pesawat

Pasca pandemi, permintaan kebutuhan terhadap industri angkutan udara meningkat. Namun, mahalnya harga tiket pesawat menjadi problematika yang besar saat ini.

Mengulik Penyebab di Balik Tingginya Harga Tiket Pesawat Ilustrasi pesawat terbang/Unsplash

Masifnya program vaksinasi oleh pemerintah membuat penularan angka Covid-19 semakin rendah dan mobilitas masyarakat perlahan-lahan mulai longgar. Hal ini kemudian berdampak pula pada kenaikan angka penumpang di sektor transportasi.

Melansir Badan Pusat Statistik (BPS), produk domestik bruto (PDB) dari sektor transportasi dan pergudangan atas dasar harga berlaku (ADHK) tumbuh senilai 15,79 persen yoy (year on year)pada Kuartal I 2022 dibanding kuartal di periode yang sama tahun lalu sebesar Rp208,52 triliun.

Grafik pertumbuhan PDB pada sektor transportasi | Goodstats

Berdasarkan grafik di atas, industri angkutan udara mendominasi pertumbuhan PDB dalam sektor transportasi, yakni tumbuh sebesar 53,2 persen yoy pada kuartal I 2022. Disusul dengan pertumbuhan PDB pada industri angkutan rel sebesar 43,2 persen yoy.

Namun, meningkatnya permintaan perjalanan atau transportasi pada industri angkutan udara ini berkorelasi dengan melonjaknya harga tiket pesawat. Tren kenaikan harga ini sudah terlihat dari bulan April 2022. Adapun, kenaikan nilai tiket pesawat rata-rata sekitar 1,5 kali di beberapa maskapai pada bulan Mei dan Juni 2022.

Laju inflasi tahunan transportasi mencapai 4,77 persen yoy pada Mei 2022. BPS mencatat bahwa kenaikan harga tiket pesawat memberikan andil paling besar dalam laju inflasi tahunan transportasi.

Lalu, apa yang menyebabkan harga tiket pesawat mahal di tengah kelonggaran mobilisasi masyarakat dan bagaimana cara pemerintah dalam mengatasi lonjakan harga tiket pesawat?

Naiknya harga avtur jadi salah satu faktor mahalnya harga tiket pesawat

Maskapai penerbangan di dunia kini tengah dihadapkan dengan berbagai tantangan, yakni berasal dari kurs dolar yang menguat serta harga minyak global yang makin meningkat. Kondisi tersebut mendorong pemerintah RI menerapkan biaya tambahan atau fuel surcharge ke komponen harga tiket pesawat mulai 18 April 2022.

Fuel surcharge bisa dikenakan karena kenaikan harga bahan bakar dalam jangka waktu tiga bulan berturut-turut membuat biaya operasi pesawat naik di atas 10 persen. Tak hanya bahan bakar, perubahan yang signifikan terhadap harga tiket pesawat juga bisa terjadi karena perubahan kurs atau komponen pesawat.

Menurut laporan Kementerian Perhubungan (Kemenhub), harga avtur dalam negeri mengalami kenaikan sebanyak 39 persen untuk rata-rata per Juni menjadi Rp17.753 per liternya dari rata-rata Januari Rp12.717 per liter. Ini melonjak sekitar 64 persen dari tahun 2019 dengan rata-rata harga avtur senilai Rp10.845 per liter.

Tingginya kurs dolar AS saat ini juga berimbas dan memberatkan operasional pesawat. Kurs dolar sangat mempengaruhi biaya langsung, material square part, serta logistik yang masih bernilai sangat mahal.

Selain itu, sejumlah maskapai membutuhkan waktu untuk bangkit kembali pasca pandemi Covid-19. Banyak maskapai lokal yang menurunkan jumlah pesawat untuk beroperasi karena adanya pembatasan social selama pandemi. Akibatnya, peningkatan kebutuhan terhadap jasa angkutan udara dinilai menjadi tidak seimbang dengan jumlah penawaran.

Kemenhub mencatat total pesawat di Indonesia mengalami penurunan semenjak pandemi. Jumlah pesawat yang beroperasi sebanyak 336 pesawat di Air Operator Certificate (AOC) 121 per 31 Mei 2022. Sedangkan, AOC 135 hanya tersisa 222 pesawat.

Upaya pemerintah dalam mengatasi harga tiket yang mahal

Melansir Kompas.com, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Manparekraf) Sandiaga Uno menyebutkan beberapa upaya pemerintah dalam mengatasi tingginya harga tiket pesawat saat ini. Salah satunya dengan disertifikasi sumber energi.

Uno menjelaskan bahwa industri penerbangan saat ini sudah banyak yang beralih menggunakan bahan bakar bio fuel, sehingga bisa menurunkan lonjakan harga avtur yang berdampak terhadap naiknya harga tiket.

“Kami memberikan suatu penekanan kepada para pelaku usaha parekraf untuk melakukan disertifikasi energinya, dari menggunakan energi baru dan terbarukan,” katanya dalam agenda Weekly Press Briefing pada Senin, (27/6) lalu.

Selain itu, inovasi dan kolaborasi dalam air transport agreement (ATA) bersama dengan para pengambil kebijakan lintar kementerian dan lembaga yang menyangkut kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia juga akan dilakukan.

Adapun, air transport agreement atau perjanjian transportasi udara merupakan perjanjian bilateral yang memungkinkan layanan angkutan udara melakukan komersial internasional antara negara penandatanganan.

Penulis: Nada Naurah
Editor: Iip M Aditiya

Konten Terkait

Program Makan Siang Gratis Dapat Dukungan dari China, Indonesia Bukan Negara Pertama

Langkah ini tidak hanya mengatasi permasalahan gizi, tetapi juga menjadi bagian dari upaya global untuk memerangi kelaparan dan mendukung pendidikan.

Survei GoodStats: Benarkah Kesadaran Masyarakat Akan Isu Sampah Masih Rendah?

Survei GoodStats mengungkapkan bahwa 48,9% responden tercatat selalu buang sampah di tempatnya, 67,6% responden juga sudah inisiatif mengelola sampah mandiri.

Terima kasih telah membaca sampai di sini

atau

Untuk mempercepat proses masuk atau pembuatan akun, bisa memakai akun media sosial.

Hubungkan dengan Google Hubungkan dengan Facebook