Krisis Demokrasi di Tengah Fenomena Calon Tunggal Pilkada

Diperkirakan ada 30 daerah dengan calon tunggal di Pilkada 2024. Peluang kemenangannya di angka 98,11%, masyarakat merasa calon tunggal mengganggu demokrasi.

Krisis Demokrasi di Tengah Fenomena Calon Tunggal Pilkada Aksi Menolak Fenomena Calon Tunggal di Pilkada Kalimantan Timur 2024 | RRI Samarinda

Masyarakat Indonesia telah siap menyambut Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak terbesar sepanjang sejarah. Pilkada 2024 rencananya akan dilaksanakan pada 27 November 2024 mendatang. Pesta demokrasi kali ini terasa spesial, karena menjadi Pilkada serentak pertama kali yang melibatkan seluruh daerah yang berhak mengadakan pemilihan.

Sebanyak 545 daerah akan mengadakan pemilihan kepala daerahnya pada tahun ini. Dengan demikian, Pilkada Serentak 2024 akan terlaksana di 37 provinsi, 415 kabupaten, serta 93 kota di Indonesia. Pilkada ini merupakan pilkada serentak kelima di Indonesia.

Potensi calon tunggal dalam gelaran ini masih terus membayang-bayangi. Tren calon tunggal dalam Pilkada 2024 diprediksi akan meningkat, mencerminkan tantangan bagi praktik demokrasi di Indonesia.

Meskipun belum ada data pasti yang tersedia, Litbang Kompas menyebutkan bahwa terdapat lebih dari 30 daerah yang berpotensi memiliki calon tunggal. Kebanyakan calon tunggal telah diusung oleh mayoritas partai politik yang berada di parlemen, membuat kesempatan calon lain untuk naik menjadi nihil.

Pengamat politik dari Universitas Padjadjaran (Unpad) Caroline Paskarina menyebut bahwa fenomena calon tunggal bisa saja berdampak buruk bagi demokrasi dan sistem politik di tanah air.

“Ini tidak bagus untuk demokrasi karena mengindikasikan lemahnya kinerja parpol (partai politik) untuk kandidasi, minimnya kontestasi gagasan, dan dominasi elit politik. Fenomena kotak kosong itu sebenarnya bentuk ketidakpercayaan publik,” kata Caroline dalam Tempo.

Peningkatan Tren Calon Tunggal di Pilkada

Perkembangan jumlah calon tunggal pada gelaran Pilkada di Indonesia, 2015-2020 | GoodStats

Peningkatan jumlah calon tunggal di Pilkada Serentak dapat dilihat sejak tahun 2015. Saat itu, hanya terdapat 3 wilayah dengan calon tunggal. Angka ini cukup rendah mengingat pada tahun tersebut sebanyak 269 daerah melaksanakan Pilkada. Itu berarti, proporsinya sekitar 1,11% saja.

Sayangnya, kenaikan terus terjadi dari periode ke periode, hingga pada akhirnya sebanyak 25 daerah melaksanakan Pilkada dengan calon tunggal pada 2020 lalu. Persentase calon tunggal pada tahun tersebut melesat ke angka 9,26%, karena sebanyak 270 daerah melaksanakan Pilkada di tahun tersebut.

Ketua The Constitutional Democracy Initiative (CONSID) Kholil Pasaribu menyebutkan bahwa dari total 53 fenomena calon tunggal Pilkada 2015-2020, hanya 1 daerah yang pasangan calonnya kalah. 

"Artinya peluang kemenangan calon tunggal di Pilkada sangat tinggi, mencapai 98,11%. Ternyata ini jauh lebih menggiurkan bagi parpol ketimbang mengusung paslon yang hasil survei elektabilitasnya bahkan di atas 60% sekalipun," kata Kholil dalam Liputan6.

Berpotensi Mengganggu Demokrasi, Ini Harapan KPU

Pendapat masyarakat akan fenomena calon tunggal di Pilkada Serentak 2024, Agustus 2024 | GoodStats

Litbang Kompas mengungkapkan bahwa berdasarkan hasil surveinya, sebanyak lebih dari 50% masyarakat merasa bahwa fenomena calon tunggal di Pilkada akan mengganggu jalannya proses demokrasi di Indonesia. Selain itu, sebanyak 54,5% responden menyatakan tidak setuju jika hanya terdapat satu calon dalam Pilkada.

Ada banyak pendapat mengenai penyebab fenomena ini. Sebagian besar responden (36,7%) merasa bahwa hal tersebut terjadi karena permainan aktor politik elit, sementara sebagian responden lainnya (31,3%) berpendapat bahwa calon tunggal terjadi akibat kaderisasi partai politik yang tidak berjalan dengan baik.

Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Idham Kholik berharap fenomena calon tunggal tidak akan mendominasi Pilkada Serentak 2024. Ia menyebut bahwa partisipasi menjadi kunci suksesnya pelaksanaan Pilkada.

"Mudah-mudahan saja jumlah calon tunggal tidak banyak. Sehingga, masyarakat di daerah memiliki alternatif pilihan politik," kata Idham dalam RRI.

Dalam kesempatan lain, Idham Kholik juga menyebut bahwa terdapat skema khusus jika hingga masa akhir pendaftaran calon, masih ditemukan adanya calon tunggal. Masa pendaftaran pun bisa diperpanjang.

“Jika sampai hari batas akhir masa pendaftaran bakal pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah ternyata hanya satu pasangan calon dan menyisakan parpol peserta Pemilu yang belum mengusulkan pasangan calon, jika dengan demikian maka akan diekstensi,” ujar Idham mengutip Kumparan.

Baca Juga: Pengumuman Hasil Pileg 2024: 8 Partai Lolos Parlemen 2024-2029

Penulis: Pierre Rainer
Editor: Editor

Konten Terkait

UMK 2025 Naik 6,5%: Daftar Wilayah dengan Upah Tertinggi dan Terendah

UMK 2025 mengalami kenaikan sebesar 6,5%, dengan Kota Bekasi menjadi yang tertinggi dan Banjarnegara yang memiliki upah terendah.

Banteng Resmi Kalah di Pilkada Jawa Tengah?

Luthfi-Yasin unggul di hasil rekapitulasi KPU Jawa Tengah, simak rekam jejaknya.

Terima kasih telah membaca sampai di sini

atau

Untuk mempercepat proses masuk atau pembuatan akun, bisa memakai akun media sosial.

Hubungkan dengan Google Hubungkan dengan Facebook