Kebebasan dalam melakukan kegiatan ekonomi menjadi hal yang menjamin kehidupan seseorang. Mereka yang memiliki kebebasan dalam memenuhi kebutuhan hidup akan cenderung merasakan kesejahteraan yang lebih tinggi. Sebaliknya, pembatasan atau keterbatasan berpotensi mencegah seseorang memperoleh dan mengelola apa yang mereka miliki. Untuk itu, kebebasan ekonomi merupakan hak dasar yang harus dimiliki oleh setiap individu.
Kebebasan ekonomi merujuk pada hak dasar untuk mengendalikan properti atau kekayaan yang mereka miliki. Dalam praktiknya, setiap warga negara diperbolehkan untuk bekerja, memproduksi, mendistribusi, mengkonsumsi barang dan jasa, serta terbebas melakukan kegiatan investasi. Di sisi lain, pemerintah memberikan dan menjamin kebebasan modal usaha untuk bergerak bebas.
Kebebasan berekonomi berkorelasi positif dengan masyarakat yang lebih sehat, lingkungan yang lebih bersih, tingginya pendapatan per kapita, perkembangan sumber daya manusia, demokrasi, dan pengentasan kemiskinan. Dengan kata lain, semakin tinggi kebebasan ekonomi di suatu negara semakin baik kualitas hidup penduduknya.
Untuk mengukur hal tersebut, Heritage mengumpulkan para ahli di bidangnya untuk menilai indeks kebebasan ekonomi 184 negara di seluruh dunia. Skor indeks kebebasan ekonomi 2025 didasarkan pada data paruh kedua 2023 hingga paruh pertama 2024, dengan beberapa komponen seperti kebebasan moneter dinilai menggunakan data historis, misalnya rata-rata inflasi tertimbang tiga tahun 2021–2023. Dengan kata lain setiap data dari sub dimensi didapat dari skor terbaru dari lembaga resmi.
Terdapat empat dimensi utama dalam menilai indeks kebebasan ekonomi. Dimensi pertama adalah aturan hukum, yang mencakup perlindungan hak atas properti, integritas pemerintah, serta efektivitas peradilan. Dimensi kedua adalah ukuran pemerintah, yang menilai sejauh mana pengeluaran pemerintah, beban pajak, dan kesehatan fiskal memengaruhi perekonomian.
Selanjutnya, dimensi efektivitas regulasi menyoroti kebebasan berusaha, fleksibilitas pasar tenaga kerja, serta stabilitas moneter. Dimensi terakhir adalah keterbukaan pasar mengukur tingkat kebebasan perdagangan, kemudahan investasi, dan keterbukaan sistem keuangan.
Sudah tidak mengherankan, Singapura memimpin daftar negara dengan indeks kebebasan ekonomi tertinggi di ASEAN, mendapat skor 84,1 dan berstatus bebas. Hal itu juga menjadikannya negara dengan indeks kebebasan tertinggi di dunia mengungguli Swedia dan Irlandia.
Di posisi kedua terdapat Malaysia yang mendulang skor 67,1 dan berakhir di posisi ke-44 di tingkat global. Statusnya terbilang bebas dalam menjalankan kegiatan ekonomi. Peringkat berikutnya diisi oleh Brunei Darussalam dengan skor 67. Skor tersebut menjadikannya berada di di atas rata-rata kawasan Asia Pasifik.
Di urutan keempat ada Indonesia dengan dengan skor 65,2 dan meraih urutan ke-60 di tingkat internasional. Selanjutnya disusul oleh Vietnam yang berakhir di peringkat 61, tapi mendapatkan skor yang sama dengan Indonesia.
Thailand (60,6) dan Filipina (60,8) berstatus cukup bebas, meski masih menghadapi hambatan dalam regulasi dan efisiensi pasar. Sebaliknya, Kamboja (58,2), Laos (51,1), dan Timor Leste (47,9) dikategorikan tidak bebas. Peringkat terakhir diisi oleh Myanmar yang mendapat skor 43,7.
Menilik Lebih Dalam Kebebasan Ekonomi di Indonesia
Indeks kebebasan ekonomi Indonesia 2025 mengalami peningkatan 1,7 poin dibandingkan tahun lalu. Hal tersebut menjadikannya duduk di urutan ke-39 di kawasan Asia Pasifik dan peringkat keempat di kawasan ASEAN. Indonesia telah melakukan reformasi luas untuk memperbaiki kelemahan struktural dan daya saing, namun keterbatasan institusional dan korupsi masih menghambat terciptanya pengembangan ekonomi yang lebih dinamis.
Dari ke-12 sub dimensi yang digunakan untuk mengukur kebebasan ekonomi, Indonesia mendapatkan skor tertinggi pada sub dimensi pengeluaran pemerintah dengan skor 90,9. Pengeluaran pemerintah mengukur sejauh mana konsumsi negara dan pembayaran transfer menimbulkan beban bagi perekonomian. Apabila pengeluaran terlalu besar, maka akan terjadi inefisiensi, mendorong tingginya utang, serta melemahkan pertumbuhan ekonomi.
Apabila skor indeks pengeluaran pemerintah makin tinggi, artinya porsi pengeluaran pemerintah terhadap PDB juga semakin besar. Dalam konteks indeks kebebasan ekonomi, skor tinggi justru mencerminkan beban yang lebih berat bagi perekonomian, karena semakin banyak sumber daya yang dikelola pemerintah dibanding sektor swasta.
Sebaliknya, skor yang paling rendah berada pada dimensi hak kepemilikan properti dengan skor 39,8. Artinya, kepemilikan properti pribadi masih kurang diperhatikan pemerintah. Regulasi yang menjamin kepemilikan pribadi perlu didorong guna meningkatkan kualitas ekonomi masyarakatnya.
Baca Juga: Tingkat Urbanisasi di Negara ASEAN 2025
Sumber:
https://www.heritage.org/index/pages/all-country-scores
Penulis: Faiz Al haq
Editor: Editor