Sektor pariwisata dinilai sangat penting karena menjadi penopang perekonomian negara. Pada tahun 2023 ini, World Travel & Tourism Council memprediksi bahwa sektor pariwisata dan perjalanan global masih belum dapat pulih sepenuhnya. Namun, sektor ini akan menunjukkan kemajuan secara bertahap.
Adapun, sektor pariwisata global diproyeksi akan mencapai US$9,5 triliun pada tahun 2023. Angka ini tercatat hanya 5% di bawah kontribusi produk domestik bruto pada tahun 2019. Meski lambat, WWTC melaporkan bahwa sektor pariwisata global kemungkinan akan pulih pada tahun 2024 mendatang. Hal tersebut didorong oleh kembalinya wisatawan asal China.
“Kami memperkirakan, tahun 2024 akan melampaui tahun 2019,” ujar Presiden dan CEO WWTC, Julia Simpson seperti yang dikutip dari Liputan6.com.
Travel & Tourism Development Index (TTDI) adalah publikasi yang dirilis oleh World Economic Forum (WEF), yang telah diterbitkan dua tahun sekali selama 15 tahun terakhir. TTDI mengukur serangkaian faktor dan kebijakan yang memungkinkan pembangunan sektor perjalanan dan pariwisata yang berkelanjutan dan kuat. Selain itu, juga dapat berkontribusi pada pembangunan suatu negara.
Sebagian besar, data yang dihimpun oleh TTDI adalah data statistik dari organisasi internasional, dan sisanya didasarkan pada data survei dari Survei Opini Eksekutif tahunan WEF. Indeks ini mengukur dan meninjau perkembangan pariwisata dari total 117 negara di dunia.
Negara apa saja yang memiliki skor TTDI tertinggi? Lalu, bagaimana dengan perkembangan sektor pariwisata dan perjalanan di Indonesia? Berikut selengkapnya.
Jepang, AS, dan Spanyol imbang dengan skor 5,2 poin
TTDI disusun dari tinjauan dan penilaian yang berasal dari lima indikator utama. Indikator pertama atau lingkungan berkaitan dengan ekosistem bisnis, kebersihan, keselamatan, keamanan, higienitas, dan kesanggupan teknologi informasi & komunikasi (TIK) dalam pengembangan pariwisata.
Indikator kedua atau indikator kebijakan wisata meliputi persaingan harga, tingkat pengarusutamaan pembangunan pariwisata di suatu negara, serta ketebukaan negara terhadap kunjungan internasional.
Selanjutnya, indikator infrastruktur yang mencakup penilaian terhadap kesiapan fasilitas transportasi dan layanan wisatawan. Kemudian, terdapat indikator daya tarik wisata yang meninjau kualitas destinasi alam dan budaya. Terakhir, indikator keberlanjutan yang menilai kelestarian lingkungan hidup serta ketahanan bidang sosial-ekonomi terhadap destinasi wisata negara.
Berdasarkan kelima indikator tersebut, TTDI menggunakan skor dari poin 1-5 untuk mengukur perkembangan pariwisata di dunia. Hasilnya, Jepang, Amerika Serikat (AS), dan Spanyol sama-sama mendapatkan skor 5,2 poin serta menjadi negara teratas dalam daftar.
Disusul oleh Prancis dan Jerman dengan skor 5,1 poin. Kemudian, ada pula Swiss, Australia, Inggris, dan Singapura yang masing-masing mendapatkan skor 5 poin berdasarkan laporan TTDI pada tahun 2021.
Dalam laporannya, WEF mencatat bahwa pandemi COVID-19 telah menjadi krisis terburuk yang dihadapi sektor perjalanan dan pariwisata global di zaman modern. Adanya kebijakan pembatasan perjalanan, ketakutan konsumen, dan penurunan ekonomi menyebabkan hilangnya PDB sektor tersebut bahkan mencapai sebesar US$4,5 triliun. Selain itu, hal ini juga berdampak pada hilangnya 62 juta pekerjaan secara global.
Seiring dengan penerapan aturan untuk meningkatkan vaksinasi dalam memberantas penyebaran Covid-19, pelonggaran pembatasan perjalanan dan pertumbuhan ekonomi mulai berada pada pemulihan secara perlahan. Namun, masih lambat dan rapuh.
“Jumlah kedatangan wisatawan internasional meningkat sebesar 18 juta pada Januari 2022 dibandingkan Januari 2021. Namun, angka ini masih 67% di bawah level tahun 2019 atau pra-pandemi,” ungkap WEF dalam laporannya.
Perkembangan sektor pariwisata dan perjalanan Indonesia
Sementara itu, Indonesia menempati peringkat ke-32 dengan skor sebesar 4,4 poin dalam TTDI 2021. Peringkat tersebut merupakan perbaikan peningkatan dari Indonesia terhadap sekor pariwisata dan perjalanannya di tahun 2019, yang saat ini menempati peringkat ke-44 secara global.
Mengutip laporan BPS, jumlah usaha objek daya tarik wisata di Indonesia pada tahun 2021 diketahui mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya. Namun, jumlah ini masih lebih sedikit ketimbang masa pra-pandemi Covid-19.
Banyaknya usaha objek daya tarik wisata di Indonesia dari tahun 2018 sampai dengan tahun 2019 mengalami peningkatan dari 2.896 menjadi 2.945 usaha. Sementara, jumlah usaha di tahun 2020 merosot menjadi 2.552 usaha.
Sementara, usaha pariwisata di Indonesia tahun 2021 didominasi oleh jenis usaha Objek Daya Tarik Wisata Buatan. Jenis usaha ini menyumbang 41,40 persen dari total objek pariwisata yang ada atau sebanyak 1.061 usaha.
Ini diikuti oleh jenis objek daya tarik wisata alam sebanyak 713 usaha, wisata tirta sebanyak 347 usaha, wisata budaya sebanyak 258 usaha, taman hiburan dan rekreasi sebanyak 103 usaha, serta kawasan pariwisata sebanyak 81 usaha.
Penulis: Nada Naurah
Editor: Iip M Aditiya