Masyarakat Takut Bicarakan Politik di Negara Demokrasi?

Di era ini, masyarakat justru semakin takut bicara soal politik.

Masyarakat Takut Bicarakan Politik di Negara Demokrasi? Kebebasan Berpendapat | Bay Ismoyo/Getty Images

Laporan Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) menunjukkan bahwa 12,9% masyarakat merasa selalu takut membicarakan masalah politik. Survei ini dilakukan secara nasional pada 4-11 Oktober 2024 lalu. Selain itu, ada 37,7% masyarakat yang sering merasa takut membicarakan politik.

Dengan demikian, ada sekitar 50,6% masyarakat yang merasa takut membicarakan persoalan politik di negara demokrasi ini. Di negara demokrasi, kebebasan berpendapat menjadi salah satu tolok ukur yang menilai seberapa baik prinsip demokrasi dilaksanakan. Miris jika melihat masih ada 50,6% warga Indonesia yang takut bicara soal politik.

Setengah masyarakat dari survei merasa takut membicarakan politik saat ini I GoodStats
Setengah masyarakat dari survei merasa takut membicarakan politik saat ini I GoodStats

Ketakutan masyarakat untuk membicarakan politik kembali meningkat sejak April hingga Mei 2023. Kala itu, proporsinya baru mencapai 37%. Sebelumnya, sempat terjadi penurunan pada Desember 2022 (42%) menuju Maret 2023 (31%).

Jarak dua kategori teratas semakin menyempit I GoodStats
Jarak dua kategori teratas semakin menyempit I GoodStats

Berdasarkan latar belakang pendidikannya, masyarakat lulusan SLTA sederajat menjadi yang paling banyak merasa selalu takut membicarakan persoalan politik. Persentasenya mencapai 57%. Setelahnya, baru disusul masyarakat lulusan SMP 55%, perguruan tinggi 51%, dan SD atau yang lebih rendah 43%.

Sedikit menarik ke belakang, pada 2014 atau tahun pertama Presiden Jokowi memimpin, ketakutan masyarakat untuk membicarakan politik baru mencapai 22%. Kemudian, angkanya terus meningkat hingga pada 2019 mencapai 43%, dan mencapai 50,6% pada masa akhir jabatannya.

Menilik Indeks Demokrasi di Indonesia

Secara lebih luas, Indeks Demokrasi Indonesia 2023 pada indikator kebebasan berpendapat mengalami penurunan.

Kebebasan berpendapat merupakan salah satu hak asasi manusia. Hak ini pun diatur dalam sejumlah regulasi di Indonesia, seperti pada Pasal 28E ayat (3) dan 28F UUD 1945, UU Nomor 12 Tahun 2005 Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik, serta UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Dalam laporan Badan Pusat Statistik, terjaminnya kebebasan berkumpul, berserikat, berekspresi, dan berpendapat oleh aparat negara mencapai 88,51% pada 2022, kemudian menurun menjadi 70,11% pada 2023.

Di samping itu, terjaminnya kebebasan berkumpul, berserikat, berekspresi, berpendapat, dan berkeyakinan dalam tiap kebijakan juga mencapai 88,51% pada 2022, lalu mengalami sedikit penurunan pada 2023 menjadi 87,36%.

Laporan SETARA Institute justru memperlihatkan angka yang lebih memprihatinkan. Kebebasan berpendapat di Indonesia tidak pernah mencapai angka 2 pada periode kedua Presiden Jokowi.

Skor kebebasan berpendapat kian mengecil I GoodStats
Skor kebebasan berpendapat kian mengecil I GoodStats

Jangankan masyarakat sipil biasa, jurnalis dan pers pun mengalami tekanan berat pada era ini. Berdasarkan data Aliansi Jurnalis Independen, dalam rentang 2006 hingga 2023, kriminalisasi terhadap jurnalis dan kebebasan pers paling banyak ditemukan di era kepemimpinan Presiden Jokowi.

Baca Juga: Obrolan Isu Sosial atau Politik di Kantor: Positif atau Negatif?

Penulis: Ajeng Dwita Ayuningtyas
Editor: Editor

Konten Terkait

Apa Masalah Mendesak yang Harus Diselesaikan oleh Pemerintahan Prabowo-Gibran?

Setelah resmi ditetapkan menjadi Presiden dan Wakil Presiden RI pada 20 Oktober kemarin, pemerintahan Prabowo-Gibran harus bisa menyelesaikan sejumlah isu ini.

Berapa Nominal Tunjangan untuk Menteri dan Eks Menteri?

Tak hanya saat menjabat, kini eks menteri juga mendapat asuransi kesehatan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini

atau

Untuk mempercepat proses masuk atau pembuatan akun, bisa memakai akun media sosial.

Hubungkan dengan Google Hubungkan dengan Facebook