Berdasarkan hasil survei Jakpat pada 9-12 Februari 2024 ditemukan bahwa sebagian dari Generasi Z di Indonesia tengah memasuki fase produktif di dunia kerja. Meskipun dikenal penuh perhitungan untuk kenyamanan dalam bekerja, survei menunjukkan sebanyak 73% Gen Z merasa puas dengan pekerjaannya.
Dalam laporan Jakpat tersebut, dari 295 Gen Z sebagai responden, lebih dari setengahnya puas dengan pekerjaannya. Meskipun demikian, ada kelompok yang merasa tidak puas.
Sebagai bentuk rasa puasnya terhadap pekerjaan, Gen Z sering kali mengungkapkannya dengan loyalitas kepada perusahaan.
Survei yang dilakukan di beberapa wilayah Indonesia ini, juga menyatakan ada 31% atau 3 dari 10 Gen Z yang bekerja di suatu perusahaan dalam rentang 1 hingga 2 tahun.
Bahkan, ada pula yang bekerja lebih dari 2 tahun, yaitu sebanyak 24%. Sebagian yang lain bekerja dalam waktu cukup singkat, yaitu 6-12 bulan sebanyak 19%, 4-6 bulan sebanyak 18%, dan 1-3 bulan sebanyak 9%.
Rata-rata, Gen Z memulai pekerjaannya pada usia 18,19, atau 20 tahun. Sebanyak 43% Gen Z dalam laporan tersebut baru merasakan pekerjaan pertamanya.
Sementara itu, jika bukan merupakan pekerjaan pertamanya, ada 31% Gen Z yang sudah pindah perusahaan sebanyak satu kali.
Dengan beberapa faktor, responden yang lain bahkan telah berpindah perusahaan lebih dari satu kali. Pindah perusahaan sebanyak 2 kali dirasakan oleh 15% responden, sebanyak 3 kali dirasakan oleh 3% responden, dan lebih dari 4 kali dirasakan oleh 8% responden.
Survei tersebut juga dilakukan terhadap 791 Gen Z. Sebagian yang telah lulus dari bangku sekolah, 37% diantaranya tengah bekerja dan 19% diantaranya sedang mencari pekerjaan.
Adapun SEEK menyebutkan, Gen Z lebih mengutamakan pekerjaan yang memberi dampak sosial positif daripada pekerjaan di perusahaan ternama. Selain itu, gaji adalah aspek yang penting karena sebagian tidak hanya bekerja untuk menghidupi diri sendiri.
Gen Z juga menyukai tempat bekerja yang membuatnya berkembang, alih-alih lingkup perusahaan yang “toxic”. Sebagai digital native, Gen Z terbiasa dengan fleksibilitas, sehingga menginginkan pekerjaan yang dapat memberikannya keleluasaan.
Karakteristik itu pula yang membedakan Gen Z dengan Generasi Milenial. Gen Z lebih mementingkan gaji yang selaras dengan pekerjaan, sedangkan milenial lebih mementingkan fleksibilitas.
Gen Z juga lebih mudah bekerja mandiri karena pengalamannya ketika pandemi. Berpikir kritis dan problem solving skill lebih diprioritaskan.
Hasil dari Studi Deloitte ini juga menyebut Gen Z lebih memperhatikan isu sosial dengan menyesuaikan inovasi dalam pekerjaannya. Sementara, Milenial masih optimis dengan pemanfaatan teknologi, salah satunya karena efek besar teknologi untuk perusahaannya.
Penulis: Wiena Amalia Salsabilla
Editor: Editor