Berbagai kasus kekerasan seksual yang menghantui anak Indonesia sangat memprihatinkan. Dalam data EMP Pusiknas Bareskrim Polri, tercatat sebanyak 6.490 kasus kekerasan dan kejahatan yang terjadi pada anak selama kurun waktu Januari hingga Juli 2023.
Sedangkan secara keseluruhan jumlah korban penindakan kasus kekerasan pada anak baik anak-anak maupun dewasa berjumlah 11.780 kasus selama periode Januari hingga Juli 2023. Sebanyak 6.490 pada anak-anak dan 5.040 pada dewasa.
Kasus kekerasan pada anak masih masif terjadi sepanjang tahun 2022, dalam satu tahun yang lalu jumlahnya sebanyak 11.012 perkara. Namun di sisi lain, kasus kejahatan pada perempuan dan anak mengalami penurunan 7,5 persen dibandingkan tahun 2021 sebesar 27.380 kasus.
Jumlah penyelesaian kasus pada tahun 2022 sebanyak 16.892 perkara, terjadi peningkatan 549 perkara, dibandingkan dengan tahun 2021 sebanyak 16.343 perkara.
Sedangkan Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) mencatat ribuan kasus kekerasan terhadap anak terjadi sepanjang 2023. Sepanjang 2022 sampai pertengahan 2023 Komnas PA secara mandiri menerima laporan 2.739 kasus kekerasan seksual. Tapi dari data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak mereka menerima hampir 7.000 kasus kejahatan seksual dalam periode yang sama.
Parahnya, sebagian besar kasus kekerasan terhadap anak dilakukan oleh orang orang terdekat. Mulai dari ayah, guru, dan kerabat keluarga para korban. Sebanyak 52 persen kejahatan seksual dilakukan oleh orang terdekat, ayah kandung, ayah sambung, paman, kemudian kakak kandung.
Sebanyak 70.91 persen korban kekerasan terjadi pada anak perempuan. Nyatanya, anak perempuan lebih banyak menjadi korban kekerasan dan kejahatan. Sedangkan anak laki-laki lebih banyak menjadi pihak terlapor sebanyak 261 laki-laki terlapor melakukan kekerasan dan kejahatan pada anak.
Faktor penyebab kekerasan seksual pada anak
Menurut UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan SIMFONI Kemen PPPA, terdapat 5 jenis kekerasan terhadap anak yakni kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual, eksploitasi dan perdagangan, dan penelantaran.
Selama Juli 2023, Polri menindak 1.618 kasus kekerasan pada anak. Hampir seperempat bagian berkaitan dengan seksual. Sedangkan 78,13 persen merupakan kekerasan fisik, psikis, eksploitasi, narkoba, dan pelanggaran HAM terhadap anak.
Faktor penyebab kekerasan seksual sangat beragam, pertama kuatnya relasi kuasa, gang rape atau kekerasan seksual dilakulan oleh banyak orang, faktor ancaman, bujuk rayu atau iming-iming materi, dan kekerasan untuk eksploitasi ekonomi.
Terdapat beberapa cara untuk melindungi anak dari tindakan pelecehan seksual, tentunya peran orang tua menjadi sangat penting yaitu mengenalkan anggota tubuh dengan istilah yang sebenarmya, mengajarkan batasan dan privasi, mengawasi aktivitas anak di dunia nyata maupun maya, dan melakukan kerja sama dengan pihak sekolah.
Sikap pemerintah terhadap darurat kekerasan seksual pada anak
Masih terngiang bagaimana tahun 2016 Presiden Jokowi menempatkan darurat kekerasan seksual dengan memberikan dukungan politik dan yuridis pada Perppu yang menjadi revisi Undang-Undang Perlindungan Anak ke-2, yakni UU No 17/2016 tentang Perlindungan Anak. Revisi difokuskan mengenai pemberatan hukuman bagi pelaku dengan syarat-syarat tertentu, terlebih pelaku orang tua, Guru dan keluarga serta aparat negara.
Namun komitmen tersebut tetap perlu diimbangi oleh penguatan-penguatan berbagai dimensi; pengasuhan keluarga, pranata sosial budaya yang melindungi anak, komitmen regulasi pencegahan dan penenanganan kekerasan seksual serta pengawasannya.
Saat ini, pembangunan jangka menengah pemerintah dimaksudkan untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang mandiri, maju, adil, dan makmur melalui percepatan pembangunan di berbagai bidang dengan menekankan terbangunnya struktur perekonomian yang kokoh berlandaskan keunggulan kompetitif di berbagai wilayah yang didukung oleh sumber daya manusia yang berkualitas dan berdaya saing dituangkan pada arahan Presiden di bidang perlindungan anak, menyasar kualitas pengasuhan, menekan angka kekerasan termasuk kekerasan seksual dan eksploitasi, pencegahan dan penanganan perkawinan anak serta penurunan pekerja anak.
Penulis: Adel Andila Putri
Editor: Iip M Aditiya