Kesehatan adalah fondasi penting yang memungkinkan setiap orang menjalani aktivitas dengan nyaman dan bebas. Tubuh yang bugar memberi ruang untuk bekerja, belajar, dan beraktivitas tanpa hambatan.
Namun, tak jarang penyakit muncul secara tiba-tiba dan mengganggu rutinitas. Di sinilah pentingnya memiliki jaminan kesehatan, membantu memberikan rasa aman atas risiko kesehatan yang sewaktu-waktu mengintai.
Kabar baiknya, persentase pengguna jaminan kesehatan di Indonesia menunjukkan kenaikan yang konsisten selama beberapa tahun terakhir. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut bahwa persentase pengguna jaminan kesehatan pada 2025 tercatat mencapai 78,04%, naik dari tahun sebelumnya yang sebesar 75,48%.
Produk jaminan kesehatan yang paling banyak digunakan adalah BPJS kesehatan dengan total capaian 73,98%. Angka ini merupakan gabungan dari persentase pengguna BPJS Penerima Bantuan Iuran (PBI) sebanyak 48,56% dan BPJS Kesehatan Mandiri sebanyak 25,42%. Tingginya jumlah pengguna menandakan bahwa pemerintah telah secara aktif hadir melayani kebutuhan masyarakat akan perlindungan kesehatan.
Meski demikian, nyatanya, jumlah masyarakat yang tidak menggunakan jaminan kesehatan juga terbilang masih terbilang banyak. Hal ini terjadi karena beragam faktor dan alasan.
Baca Juga: Tingkat Pendidikan Ibu Pengaruhi Kelengkapan Imunisasi Dasar Anak 2025
Lamanya Durasi Pelayanan Jadi Alasan Utama
Menurut survei BPS, alasan utama masyarakat enggan menggunakan jaminan kesehatan adalah karena durasi pelayanannya yang begitu memakan waktu, capaiannya 35,59% responden untuk rawat jalan dan 27,14% untuk rawat inap.
Kendala ini banyak ditemui dalam praktik sehari-hari. Pelayanan yang cenderung lama umumnya disebabkan karena jumlah pasien yang tidak berimbang dengan sumber daya manusia (SDM) kesehatan yang tersedia sehingga proses administrasi dan pelayanannya memerlukan waktu lebih.
Kemudian, keluhan selanjutnya adalah ketiadaan petugas pelayanan jaminan kesehatan yang dialami 10,54% publik rawat jalan dan 7,4% publik rawat inap. Masih dalam konteks ketersediaan SDM, faktor kedua menunjukkan kondisi yang lebih memprihatinkan. Ketiadaan petugas pelayanan membuat proses penggunaan jaminan kesehatan menjadi terhambat.
Masalah lainnya adalah mengenai prosedur atau persyaratan yang sulit dipenuhi, dialami oleh 5,72% publik rawat jalan dan 12,91% publik rawat inap, mengindikasikan bahwa kerumitan alur pemberkasan atau administrasi masih menjadi masalah yang terus berulang.
Lalu, alasan berikutnya adalah karena kartu Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dimiliki tidak lagi aktif. Faktor ini disampaikan oleh 4,61% publik rawat jalan dan 12,31% publik rawat inap.
Sementara itu, 2,29% publik rawat jalan dan 11,65% publik rawat inap mengaku telah menggunakan jaminan kesehatan lain di luar JKN dan Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda).
Adapun survei ini disajikan oleh BPS yang bersumber dari Survei Sosial Ekonomi Nasional per Maret 2025.
Baca Juga: 62% Puskesmas di Papua Pegunungan Tidak Punya Dokter, Tertinggi pada 2024
Sumber:
https://www.bps.go.id/id/publication/2025/12/12/7d17daec8d62c852fc354945/profil-statistik-kesehatan-2025.html
Penulis: NAUFAL ALBARI
Editor: Editor