Generasi Zoomer (Gen Z) adalah mereka yang lahir pada tahun 1976-2012 dan tumbuh bersamaan dengan perkembangan teknologi, membuat generasi ini langsung merasakan pertumbuhan akses internet yang cukup pesat dibandingkan generasi-generasi sebelumnya. Kehidupan bersosial media pun sudah melekat dengan keseharian Gen Z, seperti mengunggah kegiatan harian, berbagi cerita mengenai pencapaian, sampai mengikuti tren yang sedang ramai.
Namun, di tengah kebahagiaan yang seringkali diperlihatkan di media sosial, Gen Z seringkali mengalami gangguan kesehatan mental yang dipicu oleh beragam faktor. Pada 2025, Gen Z menempatkan isu kesehatan mental sebagai isu terpenting yang perlu diperhatikan, di atas isu biaya hidup, perlindungan lingkungan, pengangguran, dan ketidakstabilan politik.
Deloitte melakukan survei yang melibatkan 14.751 responden kalangan Gen Z dari 44 negara di Amerika Utara, Amerika Latin, Eropa Barat, Eropa Timur, Timur Tengah, Afrika, dan Asia-Pasifik. Survei dilakukan dengan metode wawancara daring pada 25 Oktober-24 Desember 2024. Adapun wawancara kualitatif dilakukan pada Desember 2024-10 Januari 2025.
Survei global ini bertujuan untuk melacak tingkat stres dan kecemasan sebagai indikator utama kesehatan mental. Survei tersebut menemukan bahwa Gen Z dan Milenial terus melaporkan tingkat stres yang tinggi. Empat dari 10 Gen Z (40%) mengatakan bahwa merasa stres atau cemas hampir sepanjang waktu yang dipicu oleh faktor keuangan di samping kekhawatiran tentang kesehatan dan kesejahteraan keluarganya.
Adapun sumber stres utama pada Gen Z adalah ketidakpastian finansial di masa depan (48%), diikuti kesejahteraan keluarga (46%), kondisi keuangan sehari-hari (43%), hubungan keluarga/pribadi (41%), kesehatan mental (39%), kesehatan fisik (38%), dan pekerjaan (35%).
Lingkungan tempat kerja juga sangat memengaruhi kondisi kesehatan mental Gen Z, mereka yang dihargai di tempat kerja lebih cenderung melaporkan kesejahteraan mental yang baik. Sekitar 61% responden Gen Z merasa puas dengan pengakuan yang mereka terima atas pekerjaan, mereka melaporkan kesejahteraan mental yang baik, dibandingkan dengan 41% Gen Z yang memiliki kesejahteraan mental positif tetapi tidak puas.
Pada gilirannya, kinerja Gen Z di tempat kerja akan memengaruhi kondisi keuangannya di masa depan. Ditambah lagi ketidakpastian kondisi ekonomi akhir-akhir ini, semakin menambah beban pikiran bagi Gen Z. Dalam mengatasi kekhawatiran tersebut, ramai dibicarakan tren menabung ala Gen Z yang disebut soft saving yaitu metode menabung dengan santai dan fleksibel.
Artinya, porsi menabung dalam metode ini lebih kecil dibandingkan porsi menabung konvensional. Sementara porsi yang lebih besar dari penghasilan lebih digunakan untuk memenuhi gaya hidup. Metode soft saving yang fleksibel ini dapat membantu mengelola keuangan secara bijaksana tanpa menimbulkan tekanan berlebihan sehingga dapat merencanakan keuangan di masa depan dengan lebih tenang.
Baca Juga: Gen Z dan Milenial: Jam Kerja Panjang Picu Stres Saat Kerja
Sumber:
https://www.deloitte.com/content/dam/assets-shared/docs/campaigns/2025/2025-genz-millennial-survey.pdf
https://parent.binus.ac.id/2023/09/mengenal-gen-z/
https://pnmim.com/detailberita/mengenal-soft-saving-strategi-baru-menabung-ala-gen-z#:~:text=Artinya%2C%20porsi%20menabung%20dalam%20metode,Fleksibilitas%20dalam%20pengeluaran
Penulis: Silmi Hakiki
Editor: Editor