Ketika One Piece Jadi Senjata Akademisi Indonesia Kritik Otoritas

Sebanyak 53% jurnal One Piece di Indonesia soroti kendali kekuasaan, 29% isu gender, sisanya isu sosial lainnya.

Ketika One Piece Jadi Senjata Akademisi Indonesia Kritik Otoritas Potret Luffy, Tokoh Utama Anime One Piece | Pixabay
Ukuran Fon:

Menjelang Hari Kemerdekaan Indonesia, warganet sempat dikejutkan oleh pemandangan unik: bendera bajak laut kru Topi Jerami dari anime One Piece berkibar berdampingan dengan bendera Merah Putih. Bagi sebagian orang, ini hanya aksi iseng dari fandom anime. Namun bagi banyak lainnya, hal ini justru simbol keresahan, kritik sosial terselubung terhadap arah kebijakan negara.

Tak bisa dipungkiri, belakangan masyarakat dibayangi deretan kebijakan yang menuai kontroversi. Mulai dari pembekuan ATM pasif selama 3 bulan, janji penciptaan 19 juta lapangan kerja yang tak kunjung terwujud, kementerian yang semakin gemuk di tengah wacana efisiensi, hingga kebocoran data pribadi ke luar negeri.

Dalam suasana penuh kegamangan ini, simbol Luffy dan krunya menjadi metafora, solidaritas, kebebasan, dan perlawanan terhadap sistem yang timpan, persis seperti di serialnya, di mana para bajak laut menantang World Government yang korup.

Data Akademik Ungkap Tren Serupa

Subtema Kritik Sosial-Politik dalam Jurnal One Piece oleh Penulis Indonesia | GoodStats

Fenomena One Piece ternyata punya ruang sendiri di dunia akademik. Dalam lima tahun terakhir, penelusuran Google Scholar terhadap jurnal bertema One Piece yang ditulis oleh akademisi Indonesia menemukan bahwa 52,9% di antaranya menyoroti isu kendali kekuasaan, baik melalui kritik eksplisit maupun sindiran terselubung. Banyak kajian menyoroti World Government sebagai simbol birokrasi raksasa yang tidak transparan, represif, dan sarat konflik kepentingan.

Selanjutnya, 29,4% jurnal membahas isu gender, mulai dari representasi perempuan hingga peran kesetaraan dalam dunia bajak laut. Sebanyak 11,8% jurnal fokus pada ketertiban masyarakat, mengupas bagaimana hukum dan keadilan ditegakkan (atau justru dimanipulasi) di dunia One Piece. Sementara itu, 5,9% sisanya menyoroti konflik sosial, baik antar kelompok maupun terhadap otoritas, yang kerap menjadi pemicu utama perjalanan para karakter.

Kenapa Relevan untuk Indonesia?

Akademisi yang menulis jurnal-jurnal ini umumnya melihat One Piece bukan sekadar hiburan, tetapi sebagai cermin dinamika kekuasaan. Serial ini menggambarkan bagaimana World Government menutupi kebenaran sejarah (Void Century), memanipulasi media, dan memanfaatkan hukum untuk melanggengkan kekuasaan, praktik yang dalam dunia nyata tidak asing bagi masyarakat di berbagai negara, termasuk Indonesia.

Bahkan, analisis terhadap tren publikasi menunjukkan lonjakan jurnal bertema kritik otoritas global pada periode pasca 2020, seiring meningkatnya ketidakpercayaan publik terhadap kebijakan internasional dan isu-isu seperti pandemi, ekonomi global, dan keamanan data.

Spektrum Kritik Sosial-Politik dalam Jurnal One Piece | Goodstats

Sebagian besar publikasi akademik One Piece oleh peneliti Indonesia pada Q1 2020–Q2 2025 masuk kategori kritik tajam tingkat tinggi, yaitu kajian yang secara jelas menyoroti otoritas global, hegemoni kekuasaan, dan isu universal seperti keadilan atau diskriminasi.

Dari total data, 6 kajian bertema kekuatan dan kendali kekuasaan, 2 kajian tentang keadilan, dan 1 kajian isu sosial berada di kategori ini. Dominasi kritik tinggi menunjukkan bahwa banyak akademisi memandang One Piece sebagai refleksi langsung atas realitas politik dan sosial, bukan sekadar karya hiburan.

Kategori kritik menengah berisi analisis yang menyentuh elemen kritik sosial-politik, tetapi fokusnya lebih sempit, misalnya pada satu karakter, alur tertentu, atau isu spesifik seperti representasi gender. Ada 3 kajian menengah terkait kekuasaan dan 2 kajian gender yang masuk kategori ini.

Terakhir, kritik rendah menunjukkan keterkaitan minimal dengan isu otoritas global atau tema universal, lebih menekankan aspek lain dalam cerita. Sebanyak 3 kajian berada di kategori ini, semua pada isu gender, yang mengindikasikan sebagian peneliti memanfaatkan One Piece untuk eksplorasi tema sosial non-politik.

Dari Anime ke Realitas

Kritik sosial yang dibungkus dalam narasi One Piece seolah menjadi “bahasa aman” bagi akademisi dan masyarakat untuk mengomentari sistem kekuasaan. Dalam budaya populer, simbol Jolly Roger menjadi tanda perlawanan. Dalam jurnal akademik, ia menjadi medium analisis politik, etika, dan kekuasaan, mengingatkan kita bahwa bahkan dalam kisah fiksi, pembaca bisa menemukan pantulan realitas.

Di tengah iklim kebebasan berekspresi yang kadang terhimpit, kisah Luffy dan krunya adalah pengingat bahwa kritik tidak selalu harus lantang di jalanan; ia bisa hadir halus dan cerdas, baik di layar kaca maupun di halaman jurnal ilmiah.

Baca Juga: Seberapa Kuat Pengaruh One Piece pada Nalar Kritis Rakyat Indonesia?

Sumber:

https://docs.google.com/spreadsheets/d/1ph86PCeLeR2EeQ1jY-8n4LN6Cb1Spdbb/edit?usp=sharing&ouid=114379217777438085749&rtpof=true&sd=true

Penulis: Dadang Irsyam
Editor: Editor

Konten Terkait

Mayoritas Warga Indonesia Puas dengan Kehidupan Asmaranya

Publik Indonesia akui punya tingkat kepuasan hubungan asmara yang tinggi.

Indonesia Tak Lagi Jadi Negara Paling Dermawan di Dunia

Meski tak lagi jadi negara paling dermawan, dalam beberapa aspek Indonesia masih masuk dalam peringkat sepuluh besar.

Terima kasih telah membaca sampai di sini

atau

Untuk mempercepat proses masuk atau pembuatan akun, bisa memakai akun media sosial.

Hubungkan dengan Google Hubungkan dengan Facebook