Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka yang baru saja dilantik menjadi pasangan pemimpin Indonesia telah memulai langkah mereka dengan serangkaian kebijakan baru yang ambisius.
Dalam waktu singkat, pemerintah telah memperkenalkan berbagai peraturan yang mencakup aspek sosial, ekonomi, hingga politik. Namun, kebijakan-kebijakan ini tidak lepas dari sorotan publik.
Sebagian pihak menyambutnya sebagai langkah progresif menuju pembaruan, sementara yang lain melihatnya sebagai keputusan yang terlalu tergesa-gesa dan berpotensi menimbulkan efek negatif bagi masyarakat luas. Pro dan kontra pun semakin tajam, memperlihatkan bagaimana masyarakat merespons setiap kebijakan secara emosional maupun rasional.
Di tengah dinamika tersebut, muncul gelombang respons di media sosial yang menguatkan perdebatan. Salah satu respons paling menonjol adalah ramainya tagar #IndonesiaGelap yang menjadi viral dalam beberapa hari terakhir.
Tagar ini muncul sebagai reaksi kolektif terhadap berbagai keputusan dan situasi yang dirasakan masyarakat di bawah pemerintahan baru. Tidak sedikit yang memanfaatkan tagar ini untuk menyuarakan kritik terhadap kebijakan yang dinilai kontroversial, sementara sebagian lainnya memakainya untuk menggambarkan keprihatinan atau sekadar mengekspresikan pendapat mereka tentang kondisi tanah air.
Dalam waktu singkat, #IndonesiaGelap menjadi tren nasional, mencerminkan suara-suara dari berbagai kelompok masyarakat. Isi dari tagar ini sangat beragam dan penuh warna, mencerminkan kompleksitas emosi dan opini masyarakat terhadap situasi yang sedang berlangsung.
Hasil analisis sentimen dari Drone Emprit menunjukkan distribusi sentimen emosi yang terkandung dalam unggahan dengan tagar #IndonesiaGelap selama periode 11–17 Februari 2025.
Sentimen yang paling dominan adalah kemarahan, dengan jumlah mencapai 428 unggahan. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar pengguna media sosial mengekspresikan rasa ketidakpuasan, kekecewaan, atau frustrasi terhadap kebijakan dan situasi yang mereka rasakan di bawah pemerintahan baru.
Di sisi lain, terdapat 24 unggahan yang mengandung sentimen kegembiraan. Meskipun jumlahnya jauh lebih kecil dibandingkan kemarahan, keberadaan sentimen ini menunjukkan bahwa masih ada sebagian masyarakat yang melihat sisi positif atau peluang dari kebijakan yang diambil.
Sentimen antisipasi menempati urutan berikutnya dengan 21 unggahan. Sentimen ini mencerminkan harapan atau kekhawatiran akan dampak kebijakan di masa depan. Selain itu, terdapat 15 unggahan yang diwarnai rasa terkejut. Sentimen ini mengindikasikan bahwa beberapa kebijakan atau keputusan pemerintah mungkin muncul secara tiba-tiba atau tidak terduga, memicu reaksi spontan dari masyarakat.
Jumlah unggahan dengan sentimen kepercayaan mencapai 12, menunjukkan bahwa meskipun kecil, masih ada kelompok masyarakat yang memiliki keyakinan pada pemerintah. Mereka mungkin menaruh harapan pada kemampuan Prabowo-Gibran untuk membawa perubahan positif.
Sentimen kesedihan muncul dalam 8 unggahan, yang kemungkinan mencerminkan rasa kehilangan atau keprihatinan mendalam terhadap kondisi bangsa. Di ujung spektrum, terdapat sentimen ketakutan dengan 5 unggahan dan jijik dengan 3 unggahan.
Ketakutan muncul karena kekhawatiran atas dampak kebijakan yang berpotensi menimbulkan kerugian, baik secara pribadi maupun kolektif. Sementara itu, rasa jijik mencerminkan penolakan yang lebih ekstrem terhadap situasi atau kebijakan tertentu, meskipun jumlahnya kecil.
Tagar ini mewakili kesadaran kolektif masyarakat bahwa setiap langkah pemerintah tidak hanya sekadar soal kebijakan, tetapi juga soal bagaimana kebijakan itu dirasakan dan dimaknai oleh rakyatnya.
Dalam suasana seperti ini, jelas bahwa pemerintahan Prabowo-Gibran tidak hanya menghadapi tantangan dalam mewujudkan visi mereka, tetapi juga dalam menjawab ekspektasi, kritik, dan harapan dari seluruh elemen masyarakat yang terus menyuarakan aspirasinya.
Baca Juga: Ramai #KaburAjaDulu, Respons Kekecewaan Warga RI pada Pemerintah
Penulis: Brilliant Ayang Iswenda
Editor: Editor