Ekonomi global terus mengalami perubahan dinamis dari tahun ke tahun, dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti inovasi teknologi, perubahan kebijakan, hingga gejolak geopolitik.
Setiap tahunnya, tren ekonomi global menunjukkan pola yang berbeda, mencerminkan tantangan dan peluang baru yang harus dihadapi oleh negara-negara di seluruh dunia. Transformasi ini juga mendorong para pelaku ekonomi untuk terus beradaptasi dan mencari solusi kreatif dalam menghadapi dinamika pasar yang semakin kompleks.
Pada 2025, terdapat optimisme yang mulai tumbuh bahwa ekonomi global akan mengalami perbaikan. Optimisme ini didukung oleh berbagai indikator yang menunjukkan potensi pemulihan, seperti peningkatan investasi, stabilisasi rantai pasok, serta inovasi di sektor-sektor strategis.
Namun, tingkat keyakinan terhadap masa depan ekonomi ini tidak seragam. Beberapa negara menunjukkan optimisme yang tinggi, sementara yang lain masih mempertimbangkan dampak tantangan domestik dan global yang mungkin menghambat pertumbuhan mereka.
Perbedaan optimisme ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk kondisi ekonomi lokal, kebijakan pemerintah, serta daya tahan terhadap tantangan global seperti inflasi, perubahan iklim, dan digitalisasi.
Bagi negara-negara yang optimis, peluang besar dalam perdagangan internasional, peningkatan akses teknologi, dan reformasi ekonomi memberikan harapan akan kemajuan.
Di sisi lain, negara-negara yang lebih skeptis memandang tantangan global sebagai hambatan signifikan yang membutuhkan perhatian lebih besar sebelum mereka dapat menyambut pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Berdasarkan data Ipsos, tingkat optimisme terhadap ekonomi global pada tahun 2025 bervariasi di antara berbagai negara. Negara yang menunjukkan optimisme tertinggi adalah Indonesia, dengan 82% masyarakatnya percaya bahwa ekonomi global akan menjadi lebih baik dibandingkan tahun 2024.
Hal ini mencerminkan keyakinan terhadap stabilitas ekonomi domestik serta potensi keuntungan dari hubungan perdagangan internasional.
China berada di posisi kedua dengan tingkat optimisme sebesar 79%. Tingginya optimisme ini kemungkinan didorong oleh pertumbuhan industri dan teknologi yang terus berkembang, serta upaya pemerintahnya dalam memperkuat posisi ekonomi global melalui kebijakan strategis.
Malaysia dan India sama-sama mencatatkan tingkat optimisme sebesar 73%. Kedua negara ini melihat peluang dari pemulihan ekonomi pasca-pandemi, termasuk peningkatan investasi asing dan diversifikasi ekonomi yang sedang berlangsung.
Filipina mencatatkan optimisme sebesar 70%, sedikit lebih rendah tetapi tetap menunjukkan pandangan positif. Kemungkinan ini terkait dengan pertumbuhan sektor konsumsi domestik dan remitan yang stabil dari tenaga kerjanya di luar negeri.
Thailand berada di angka 67%, mencerminkan optimisme yang masih tinggi meskipun tantangan di sektor pariwisata dan ketergantungan ekspor dapat menjadi faktor penghambat.
Di kawasan Afrika, Afrika Selatan mencatatkan tingkat optimisme sebesar 63%. Optimisme ini bisa mencerminkan harapan terhadap pemulihan ekonomi berbasis sumber daya alam dan transformasi sosial-ekonomi yang sedang berlangsung.
Argentina berada di posisi terakhir dengan 61% optimisme. Meski tingkatnya lebih rendah dibandingkan negara lain, angka ini tetap menunjukkan keyakinan akan adanya perbaikan, meskipun tantangan ekonomi seperti inflasi tinggi dan utang eksternal masih menjadi perhatian utama.
Secara keseluruhan, data ini menggambarkan bahwa harapan terhadap ekonomi global yang lebih kuat di 2025 tetap ada, namun dengan tingkat optimisme yang dipengaruhi oleh kondisi dan tantangan unik di masing-masing negara.
Baca Juga: Indonesia Jadi Negara Paling Optimis 2025 Bakal Lebih Baik dari 2024
Penulis: Brilliant Ayang Iswenda
Editor: Editor