Perokok aktif di Indonesia kian meningkat, terlebih di kalangan anak muda. Melansir hasil survei Global Tobacco Industry Interference Index (TII) tahun 2023, Indonesia masih memperoleh skor tinggi, yakni 84 menempati urutan keempat setelah Republik Dominika, Swiss, dan Jepang. Hal ini tidak terlepas dari peran Pemerintah Indonesia yang dinilai semakin dekat dengan industri tembakau daripada menekan jumlah perokok aktif. Tercatat pada tahun 2021, sebanyak 290,444 kematian diakibatkan oleh tembakau.
Mengutip pernyataan ketua Ruang Kebijakan Kesehatan Indonesia (RUKKI) dari kompas.id, mengungkapkan bahwa pemerintah masih bersifat tidak transparan dan ramah terhadap industri rokok. Inilah yang menyebabkan sulitnya mengurangi jumlah perokok aktif di Indonesia.
”Pada tahun 2023 kami menemukan 11 kementerian teridentifikasi amat permisif dan ramah pada industri rokok. Misalnya, menerima sumbangan dari industri rokok dalam bentuk bantuan sosial, terutama saat pandemi Covid-19,” ujar Ketua RUKKI Mouhamad Bigwanto.
Data dari Global Tobacco Index, menyebutkan bahwa pajak tembakau retail di Indonesia masih 62% padahal standar global sebesar 70%. Beberapa negara mendapatkan skor yang tinggi karena regulasi pemerintah yang masih bersifat karet. Pada urutan pertama, ada Republik Dominika yang mendapatkan skor 100 karena, lembaga eksekutif pemerintahnya membuat rencana promosi nasional untuk mendukung dan melindungi produk tembakau. Disusul oleh Swiss, Jepang dengan masing-masing skor 95 dan 88.
Industri Tembakau di Indonesia
Berdasarkan data dari Statista, Indonesia merupakan salah satu produsen tembakau terbesar di dunia. Meskipun sudah ada larangan pembelian tembakau bagi yang berusia di bawah 18 tahun, banyak remaja Indonesia yang mengonsumsi produk tembakau didorong oleh rasa penasaran yang tinggi. Pada tahun 2022, sekitar 226 ribu metrik ton tembakau diproduksi di Indonesia. Perokok Indonesia cenderung menyukai rokok kretek lokal, dengan pangsa sekitar 75% dari pasar tembakau Indonesia.
Perlunya Penguatan Regulasi
Belum adanya peraturan untuk membatasi kepentingan industri tembakau dan pemerintah ini memunculkan peluang adanya tabrakan kepentingan dan korupsi.
Dalam pernyataan Ketua Yayasan Lentera Anak Lisda Sundari di kompas.id menyatakan, campur tangan industri tembakau juga terlihat dalam penyusunan rancangan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Peta Jalan Pengelolaan Produk Hasil Tembakau Tahun 2023-2027.
”Rancangan Perpres tentang Peta Jalan Pengelolaan Produk Hasil Tembakau bertentangan dengan regulasi yang ada dan mencerminkan adanya konflik dua kepentingan (ekonomi dan kesehatan) yang tidak mungkin dipertemukan,” ujar Lisda.
Penulis: Annisa Rahayu
Editor: Iip M Aditiya