Investasi asing telah menjadi salah satu pilar penting dalam pembangunan ekonomi banyak negara di dunia. Kehadiran modal dari luar negeri tidak hanya membantu mendanai proyek-proyek besar, tetapi juga membuka lapangan pekerjaan, memperkuat transfer teknologi, dan mendorong pertumbuhan ekonomi jangka panjang.
Namun, tidak semua negara memiliki daya tarik yang sama di mata investor asing. Sejumlah faktor seperti stabilitas politik, kebijakan ekonomi, infrastruktur, hingga kepastian hukum menjadi penentu apakah suatu negara dianggap layak menjadi tujuan investasi.
Dalam konteks ini, banyak negara berkembang sangat membutuhkan investasi asing untuk mendorong percepatan pembangunan.
Keterbatasan modal domestik dan kapasitas fiskal menjadikan investasi asing sebagai alternatif strategis untuk membangun infrastruktur, memperkuat sektor industri, hingga mengembangkan ekonomi digital.
Tingkat kepercayaan ini tercermin dalam indeks kepercayaan investasi asing (Foreign Direct Investment Confidence Index/FDICI), yang secara rutin dirilis oleh sejumlah lembaga riset global.
Indeks ini mengukur persepsi para investor terhadap prospek ekonomi dan stabilitas investasi di suatu negara. Setiap negara memiliki nilai indeks yang berbeda-beda, tergantung pada performa ekonominya, kebijakan pro-investasi, serta persepsi global terhadap iklim bisnisnya.
Data dari Kearney menunjukkan peringkat negara berkembang dengan indeks kepercayaan investasi asing (Foreign Direct Investment Confidence Index) tertinggi pada tahun 2025.
Peringkat pertama ditempati oleh China (termasuk Hong Kong) dengan skor 1,973. Posisi ini mencerminkan daya tarik besar yang dimiliki China dalam hal skala pasar, kapasitas produksi, serta stabilitas kebijakan industri.
Terlebih dengan inklusi Hong Kong, kawasan ini menawarkan kombinasi sistem ekonomi terbuka dan konektivitas global yang menjadikan China tetap unggul sebagai tujuan investasi asing di tengah berbagai dinamika geopolitik.
Mengikuti di posisi kedua adalah Uni Emirat Arab (UEA) dengan skor 1,862. UEA mampu mempertahankan kepercayaan investor melalui kebijakan ekonomi yang progresif, transformasi digital, dan inisiatif keberlanjutan.
Keberhasilan Dubai dan Abu Dhabi sebagai pusat bisnis global turut memperkuat persepsi positif terhadap iklim investasi di negara tersebut. Arab Saudi menyusul di peringkat ketiga (1,758), didorong oleh strategi ekonomi jangka panjang “Vision 2030” yang bertujuan mengurangi ketergantungan pada minyak dan meningkatkan kontribusi sektor non-migas.
Di posisi keempat ada Brasil (1,594), yang menjadi magnet utama investasi di Amerika Selatan berkat potensi sumber daya alam dan pasar domestik yang besar.
Tak jauh berbeda, India (1,535) berada di posisi kelima dengan daya tarik berupa pertumbuhan ekonomi pesat, populasi besar, serta reformasi kebijakan yang terus didorong pemerintah untuk menciptakan iklim usaha yang lebih ramah investor.
Meksiko menempati posisi keenam (1,513), yang diperkuat oleh kedekatannya dengan pasar Amerika Serikat dan partisipasinya dalam perjanjian perdagangan seperti USMCA.
Di belakangnya, Afrika Selatan (1,488) muncul sebagai pusat ekonomi terbesar di benua Afrika. Negara ini dinilai memiliki infrastruktur yang relatif maju serta peran penting dalam konektivitas perdagangan regional.
Selanjutnya, Polandia (1,465) dan Argentina (1,463) mengisi peringkat kedelapan dan kesembilan. Polandia mendapat kepercayaan investor berkat stabilitas makroekonomi dan hubungan dagang yang erat dengan Eropa Barat.
Sementara Argentina, meski menghadapi tantangan inflasi dan utang, tetap menjadi tujuan potensial berkat kekayaan alam dan potensi sektor agrikultur serta energi.
Thailand berada di peringkat ke-10 (1,452), dikenal sebagai salah satu pusat manufaktur dan pariwisata di Asia Tenggara yang didukung oleh infrastruktur logistik dan pelabuhan yang terus berkembang.
Negara-negara seperti Malaysia (1,417) dan Indonesia (1,359) berada di posisi ke-11 dan ke-12. Malaysia unggul dalam sektor teknologi dan jasa keuangan, sementara Indonesia terus membenahi iklim investasinya melalui reformasi struktural seperti Undang-Undang Cipta Kerja dan insentif fiskal untuk investor.
Meski masih di bawah Malaysia, posisi Indonesia tetap menunjukkan prospek yang menjanjikan sebagai ekonomi terbesar di Asia Tenggara.
Di peringkat selanjutnya terdapat Mesir (1,33), Turki (1,327), dan Chili (1,301). Ketiganya menawarkan potensi regional masing-masing. Mesir memiliki posisi geografis strategis antara Afrika, Timur Tengah, dan Eropa.
Turki menjadi penghubung Asia-Eropa dengan sektor industri yang berkembang, sementara Chili dikenal sebagai salah satu negara dengan tata kelola ekonomi yang stabil di Amerika Latin, terutama dalam sektor pertambangan dan energi terbarukan.
Indeks ini didapatkan berdasarkan survei langsung pada Januari 2025 kepada 536 eksekutif senior dari perusahaan-perusahaan terkemuka dunia. Seluruh responden berasal dari perusahaan dengan pendapatan tahunan minimal US$500 juta.
Secara keseluruhan, perbedaan nilai indeks ini mencerminkan tingkat kepercayaan investor yang beragam terhadap masing-masing negara. Setiap negara menghadapi tantangan dan peluang tersendiri dalam menarik modal asing.
Baca Juga: Realisasi Investasi Indonesia Capai Rp465 Triliun pada Triwulan I 2025
Penulis: Brilliant Ayang Iswenda
Editor: Editor