Selama sepuluh tahun terakhir, Indeks Persepsi Korupsi atau Corruption Perceptions Index (CPI) Indonesia telah menunjukkan dinamika yang menarik. CPI adalah indeks yang mengukur persepsi tingkat korupsi di sektor publik di berbagai negara. Nilainya berkisar dari 0 (sangat korup) hingga 100 (sangat bersih).
Skor CPI dihitung berdasarkan beberapa faktor seperti; penyalahgunaan kekuasaan oleh pejabat publik, frekuensi terjadinya suap, nepotisme, efektivitas kebijakan anti-korupsi, transparansi pemerintah, hingga kekuatan sistem hukum dalam menangani korupsi. Data CPI diambil dari berbagai survei dan pandangan ahli untuk memberikan penilaian yang komprehensif terhadap korupsi di sektor publik suatu negara.
Di Indonesia, perubahan skor CPI mencerminkan berbagai upaya dan tantangan dalam memberantas korupsi.
Grafik di atas memperlihatkan fluktuasi CPI Indonesia dari tahun 2014 sampai 2023. Terlihat bahwa skor tertinggi yang pernah dicapai Indonesia adalah pada tahun 2019. Hal ini menarik karena pada tahun tersebut terdapat agenda pemilihan presiden dan pemimpin terpilih periode sebelumnya mencalonkan diri untuk kali kedua (re-election).
Peristiwa naiknya persepsi korupsi dengan agenda re-election ini memang dapat diasumsikan sebagai sebuah kebetulan, tetapi perlu dicatat bahwa fakta ini menjadi menarik karena bukan hal yang baru dalam politik dunia. Dilansir oleh Transparency, negara lain juga menunjukkan keterkaitan antara agenda re-election dengan persepsi korupsi meskipun dengan pola yang berbeda.
Hubungan antara peningkatan CPI dan pencalonan kembali presiden di Indonesia bukanlah hal yang negatif, terutama jika melihat peningkatan yang terjadi. Fenomena ini justru menunjukkan bahwa Indonesia memiliki potensi untuk menekan tingkat korupsinya, walaupun dalam hal ini masih berkaitan dengan agenda tertentu.
Lebih lanjut, menilik grafik perubahan skor CPI Indonesia selama 10 tahun, terlihat bahwa pada tahun kesepuluh, skor kembali ke tingkat yang sama dengan tahun pertama. Fenomena ini menunjukkan bahwa meskipun terjadi fluktuasi dan peningkatan dalam beberapa tahun, tantangan dalam memberantas korupsi di Indonesia masih signifikan.
Faktor-faktor seperti kebijakan yang tidak konsisten, perubahan politik, dan resistensi dari berbagai sektor mungkin menjadi penyebab kesulitan dalam mempertahankan perbaikan yang telah dicapai. Hal ini menegaskan pentingnya upaya berkelanjutan dan komitmen yang kuat dari semua pihak untuk menciptakan lingkungan yang lebih transparan dan bebas dari korupsi.
Ke depannya, diperlukan strategi yang lebih holistik untuk memastikan bahwa perbaikan yang dicapai tidak hanya bersifat sementara, tetapi juga berkelanjutan sehingga dampak positif dapat dirasakan oleh masyarakat secara luas.
Penulis: Afra Hanifah Prasastisiwi
Editor: Editor