Upaya pemberantasan korupsi di 125 negara mengalami stagnasi dan kemunduran di tahun lalu. Hal ini terungkap dalam Laporan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) 2023 oleh Transparency International (TI), yang dirilis Selasa (30/1).
IPK 2023 mengukur tingkat korupsi sektor publik di 180 negara di dunia berdasarkan 13 sumber data dari 12 lembaga non-pemerintah di tingkat internasional.
Secara global, rata-rata skor IPK 2023 berada di angka 43. Sebanyak 105 negara yang mencakup 80% populasi dunia, memperoleh skor di bawah rata-rata global. Selain itu, ada 23 negara yang tercatat mengalami penurunan skor hingga ke angka terendahnya di tahun lalu.
Sejumlah kajian terbaru menunjukkan bahwa saat ini supremasi hukum di seluruh dunia sedang melemah.
TI menilai, hal ini memicu terbukanya ruang penyalahgunaan wewenang yang semakin lebar sehingga korupsi dapat tumbuh subur, seiring dengan meningkatnya impunitas aparatur publik.
“Korupsi akan terus berkembang sampai sistem peradilan dapat menghukum pelaku kejahatan dan menjaga otoritas pemerintah tetap terkendali. Ketika keadilan “dibeli” atau diintervensi secara politik, rakyatlah yang menjadi korban yang menderita,” kata François Valérian, Ketua TI, dalam rilis resminya.
“Para pemimpin harus menaruh perhatian serius dan menjamin independensi lembaga-lembaga yang menegakkan hukum untuk memberantas korupsi. Saat ini adalah waktu yang tepat untuk mengakhiri impunitas korupsi,” Valérian menambahkan.
Pada IPK tahun lalu, posisi di 10 teratas tak mengalami perubahan. Dua negara Skandinavia masih bercokol di peringkat teratas yakni Denmark (90) dan Finlandia (87). Diikuti Selandia Baru (85), Norwegia (84) dan Singapura (83).
Selanjutnya di peringkat 6-10 diisi secara berturut-turut oleh Swedia (82), Swiss (82), Belanda (79), Jerman (78), dan Luksemburg (78).
Meski posisinya tak berubah, 4 dari 10 negara ini menunjukkan penurunan skor dari tahun sebelumnya, yakni Selandia Baru (-2), Swedia, Belanda, dan Jerman (-1). Sementara kenaikan skor tercatat hanya dialami Luksemburg (+1).
Sama halnya, pergeseran juga tak banyak terjadi di posisi terbawah. Somalia (11) masih berada di dasar peringkat. Diikuti Sudan Selatan, Suriah, dan Venezuela (13). Posisi di 5 terbawah ditutup oleh Yaman (16).
Secara regional, meski ada kemajuan yang terjadi di beberapa negara, wilayah Sub-Sahara Afrika masih mencatatkan rata-rata skor terendah yakni 33. Demokrasi yang berada dibawah tekanan dinilai masih jadi tantangan terbesar pemberantasan korupsi di wilayah ini.
Sementara di wilayah Eropa Barat dan Uni Eropa, meski masih menjadi wilayah dengan skor tertinggi, skor rata-rata regionalnya di tahun lalu turun 1 poin ke angka 65, seiring dengan melemahnya mekanisme check and balances.
Di saat yang bersamaan, negara-negara di wilayah Eropa Timur dan Asia Tengah, Timur Tengah dan Afrika Utara, Asia Pasifik, dan Amerika, sebagian besar mengalami stagnasi di tengah pergulatan yang masih terus berlangsung dengan otoritarianisme, konflik politik, isu independensi lembaga peradilan, hingga korupsi sistemik.
Stagnasi ini juga terjadi di Indonesia. Skor Indonesia di IPK tahun lalu tak beranjak dari angka 34. Kemunduran demokrasi dan pelemahan lembaga antikorupsi dinilai jadi biang keladi mandeknya pemberantasan korupsi sektor publik di Tanah Air.
Di kawasan Asia Tenggara sendiri, Indonesia menempati peringkat ke-7 bersama dengan Filipina, hanya unggul dari Laos (28), Kamboja (22), dan Myanmar (20).
Singapura (83) masih jauh mengungguli negara-negara tetangganya di peringkat pertama. Diikuti Malaysia (50) yang mengalami kenaikan skor cukup signifikan di tahun lalu sebanyak 3 poin.
Meningkatnya skor IPK Malaysia tak terlepas dari kesuksesan penyelenggaraan pemilu 2023 yang dinilai “matang”, seiring dengan kinerja konsisten komisi antikorupsi negara tersebut dalam menangani kasus-kasus korupsi sentral selama 1 dekade ke belakang.
Selain Malaysia, kemajuan juga ditunjukkan oleh negara paling muda di kawasan, yakni Timor-Leste (43) yang skornya naik 1 poin dan menempati urutan ketiga.
Sementara di peringkat ke-4 dan 5 ditempati oleh Vietnam (41) dan Thailand (35) yang masing-masing mengalami penurunan 1 skor di tahun lalu.
Penulis: Raka B. Lubis
Editor: Iip M Aditiya