Supremasi Hukum di Seluruh Dunia Melemah Menurut Rule of Law Index 2023, Bagaimana dengan Indonesia?

Dalam laporan Rule of Law Index/Indeks Supremasi Hukum 2023 oleh WJP, skor rata-rata global terus tunjukkan penurunan dalam beberapa tahun terakhir

Supremasi Hukum di Seluruh Dunia Melemah Menurut Rule of Law Index 2023, Bagaimana dengan Indonesia? Ilustrasi hukum | iStockPhoto/bymuratdeniz

Supremasi hukum dipandang sebagai sebuah elemen dasar dalam menjamin perdamaian, keadilan, hak asasi manusia, demokrasi yang efektif, dan pembangunan berkelanjutan. Namun saat ini, terus terjadi pelemahan supremasi hukum di seluruh dunia.

Hal ini terungkap dalam laporan Rule of Law Index (RoL) 2023 oleh World Justice Project (WJP). Laporan tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar negara terus mengalami kemunduran supremasi hukum yang ditandai dengan intervensi eksekutif yang berlebihan, melemahnya penegakan hak asasi manusia, dan sistem peradilan yang gagal memenuhi kebutuhan masyarakat.

Temuan WJP ini merupakan hasil asesmen yang dilakukan di 142 negara dan wilayah yurisdiksi, mencakup perspektif lebih dari 149 ribu masyarakat dan 3.400 pakar hukum.

Supremasi hukum dalam indeks ini diukur melalui 8 faktor: Pembatasan Kekuasaan Pemerintah, Bebas Korupsi, Pemerintahan Terbuka, Hak-Hak Dasar, Ketertiban dan Keamanan, Penegakan Peraturan, Peradilan Perdata, dan Peradilan Pidana.

Skor rata-rata indeks supremasi hukum secara global terus menunjukkan penurunan dalam beberapa tahun terakhir. Di tahun 2023, skor rata-rata global indeks supremasi hukum berada di angka 0,551, turun dari skor rata-rata 0,553 pada tahun lalu.

Dalam laporan ini juga menyebutkan bahwa lebih dari 6 miliar orang kini tinggal di negara-negara yang supremasi hukumnya sedang menurun. Tercatat, ada 81 negara yang menunjukkan penurunan skor indeks supremasi hukum di tahun 2023.

Penurunan tertinggi pada skor indeks supremasi hukum 2023 ditunjukkan oleh negara Mali yang mencatatkan skor indeks 0,424 pada tahun lalu, turun 5,3% menjadi 0,402 pada indeks tahun ini.

Skor tertinggi pada indeks tahun ini dicatatkan oleh negara Denmark dengan skor 0,899. Meski masih secara konsisten berada di urutan teratas, skor indeks Denmark menurun 0,3% dari 0,902 pada tahun lalu.

Negara-negara Skandinavia lainnya, yakni Norwegia, Finlandia, dan Swedia, secara berurutan menempati posisi ke-2 sampai ke-4, masih sama seperti tahun lalu. Norwegia menempati urutan kedua dengan skor 0,892, diikuti Finlandia dengan skor indeks 0,875, dan Swedia dengan skor 0,854.

Skor tertinggi ke-5 pada indeks tahun ini dicatatkan oleh Jerman dengan skor 0,834, naik 1 peringkat dari tahun lalu, menggeser Belanda yang tahun ini turun ke posisi ke-7 dengan skor indeks 0,832.

Sementara skor terendah pada indeks supremasi hukum tahun ini masing-masing dicatatkan oleh Venezuela dengan skor 0,264, Kamboja dengan skor 0,311, dan Afghanistan dengan skor 0,318.

Skor indeks yang dicatatkan Indonesia pada tahun ini masih berada di bawah skor rata-rata global, sama seperti tahun-tahun sebelumnya. Pada indeks supremasi hukum tahun ini, Indonesia mencatatkan skor 0,532, menempati urutan ke-66 secara global, dan urutan ke-9 di wilayah Asia Timur dan Pasifik.

Berdasarkan penilaian pada tiap faktor, skor tertinggi dicatatkan Indonesia pada faktor Ketertiban dan Keamanan, dengan skor 0,707. Pada faktor ini, skor tertinggi dicatatkan pada indikator tidak adanya kejahatan dan tidak adanya konflik sipil.

Skor tertinggi selanjutnya dicatatkan pada faktor Pembatasan Kekuasaan Pemerintah di angka 0,661. Skor tertinggi pada faktor ini dicatatkan oleh indikator pembatasan kekuasaan oleh legislatif dan transisi kekuasaan yang sah.

Faktor Penegakan Peraturan berada di urutan ke-3 dengan skor 0,570. Indikator tidak adanya pengaruh yang tidak pantas dan tidak adanya pengambilalihan tanpa kompensasi yang memadai, memperoleh skor tertinggi pada faktor ini.

Sejatinya, dalam rangka upaya pembangunan hukum di Indonesia, pemerintah melalui Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Republik Indonesia (Kemenkumham RI) telah membentuk Tim Percepatan Reformasi Hukum.

Pada September 2023 lalu, tim ini telah mengeluarkan sejumlah rekomendasi jangka pendek dan jangka menengah dalam rangka mempercepat perbaikan pada lembaga peradilan dan penegakan hukum, sektor agraria, pencegahan dan pemberantasan korupsi, serta peraturan perundang-undangan.

Organisasi KEMITRAAN (Partnership for Governance Reform), yang ikut serta membantu dalam tim reformasi hukum ini, melalui Direktur Eksekutif-nya, Syarif M. Laode, meyakini bahwa rekomendasi yang telah dikeluarkan mampu meningkatkan pembangunan hukum di Indonesia, sekaligus meningkatkan indeks supremasi hukum Indonesia.

“Kemitraan yakin bahwa mayoritas rekomendasi tersebut, jika dijalankan oleh pemerintah, akan secara bertahap memperbaiki pembangunan hukum di Indonesia, termasuk meningkatkan RoL Index Indonesia” ujar Syarif, dilansir Hukumonline.com.

Penulis: Raka B. Lubis
Editor: Iip M Aditiya

Konten Terkait

Kebiasaan Olahraga Anak Muda 2024: Seberapa Sering dan Apa Saja Tantangannya?

Survei menunjukkan bahwa 37,1% anak muda berolahraga secara rutin seminggu sekali, dengan 55,1% menganggap cuaca dan kondisi lingkungan sebagai hambatan utama.

Seluk Beluk Kebiasaan Menabung dan Pengelolaan Keuangan Anak Muda: Sudahkah Cerdas Finansial?

Kurangnya disiplin (37%) dan kebutuhan mendesak (29,4%) menjadi hambatan utama anak muda dalam menabung, mencerminkan tantangan dalam mengelola keuangan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini

atau

Untuk mempercepat proses masuk atau pembuatan akun, bisa memakai akun media sosial.

Hubungkan dengan Google Hubungkan dengan Facebook