Badan Pusat Statistik (BPS) kembali merilis data terbaru terkait nilai Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) per 2023. Dalam data tersebut, secara nasional Indonesia mendapatkan nilai 79,51 untuk demokrasi. Aspek kesetaraan meraih nilai paling tinggi, dengan mencapai nilai 83,74.
Berdasarkan nilai keseluruhan, nilai demokrasi pada 2023 mengalami sedikit penurunan dari 2022 yang mendapatkan nilai 80,41. Meskipun demikian, nilai demokrasi dua tahun terakhir sedikit lebih tinggi jika dibandingkan dengan 2021 yang mendapatkan nilai 78,12.
Aspek nilai demokrasi ini kembali diturunkan melalui indikator-indikator. Di skala pusat, indikator tersebut diturunkan ke dalam 14 bagian, di mana kesetaraan gender, partisipasi masyarakat dalam memengaruhi kebijakan publik melalui lembaga perwakilan, transparansi anggaran dalam bentuk penyediaan informasi APBN/D oleh pemerintah, dan pendidikan politik pada kader partai politik mendapat nilai sempurna tahun ini.
Nilai sempurna pada indikator kesetaraan gender mengindikasikan bahwa tidak adanya celah pada indikator tersebut. Akan tetapi, Indeks Ketimpangan Gender (IKG) 2023 yang juga dipublikasikan oleh BPS, masih berada di angka 0,447. Sedikit atau banyak, keberadaan ketimpangan gender masih dapat ditemukan.
Dari laporan World Economic Forum melalui Global Gender Gap Report 2023, indeks ketimpangan gender Indonesia mencapai skor 0,6971 dari 1. Artinya, masih ada celah atau ketimpangan yang terjadi di Indonesia sebelum mencapai nilai sempurna 1 tersebut. Bahkan, dalam laporan tersebut, Indonesia menduduki peringkat ke-87.
Perihal keterlibatan masyarakat atas kebijakan publik, pada 2023 juga mendapat nilai sempurna. Akan tetapi, tahun ini kebijakan publik yang ramai menyita publik salah satunya adalah penetapan batas usia Capres-Cawapres.
Proses yang dinilai terburu-buru dan rentan kepentingan pribadi atau golongan, berakhir ditetapkan oleh Mahkamah Konstitusi.
“Bagaimana bisa gugatan yang sebelumnya ditolak, sedangkan gugatan yang baru masuk ini, tanggap 13 September, langsung diterima. Ada lagi soal perlibatan Ketua MK. Sejak awal ia bilang ia tidak ingin mengambil keputusan karena ada konflik kepentingan, tapi untuk putusan ini dia terlibat,” jelas pakar hukum UGM, Zainal Arifin Mochtar, pada situs resmi UGM (19/10/2023).
Nilai rendah untuk kinerja lembaga legislatif, sebagian telah tercermin dari survei kepuasan masyarakat yang memberi nilai rendah pula untuk DPR. Survei Litabgn Kompas pada 2023 menunjukkan adanya 76,2% responden yang tidak puas dengan kinerja DPR.
Selain itu, 43,8% responden juga menilai DPR cenderung menjadi perwakilan partai politik, bukan perwakilan rakyat. Dimana, unsur mementingkan kepentingan kelompok dalam hal ini partai politik, disepakati oleh 84,1% responden.
Penulis: Ajeng Dwita Ayuningtyas
Editor: Editor