Hasil Kinerja Indonesia Tekan Stunting, 5 Tahun Terakhir Konsisten Alami Penurunan

Dibandingkan tahun 2018, angka prevalensi stunting Indonesia mengalami penurunan 9,2% pada tahun 2022

Hasil Kinerja Indonesia Tekan Stunting, 5 Tahun Terakhir Konsisten Alami Penurunan Gambar bayi berpegang tangan dengan manusia dewasa | Muhamad Harun Rabiyudin/Unsplash

Stunting merupakan salah satu kondisi dalam hal kesehatan yang masih cukup menghambat pertumbuhan anak-anak Indonesia. 

Mengutip pengertian World Health Organization (WHO), stunting diartikan sebagai keadaan pendek atau sangat pendek berdasarkan panjang atau tinggi badan yang kurang memenuhi standar deviasi akibat asupan nutrisi yang tidak adekuat atau infeksi berulang atau kronis.

Dituliskan dalam laman resmi yankes.kemkes.go.id, stunting ini memiliki beberapa dampak. Mulai dari dampak di bidang kesehatan seperti menyebabkan gagal tumbuh dan gangguan metabolik saat dewasa, maupun dampak ekonomi meliputi kerugian 2-3% untuk Gross Domestic Product (GDP).

Dari waktu ke waktu, Kementerian Kesehatan RI membagikan hasil perkembangan kasus stunting di Indonesia melalui hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2022. 

SSGI ini mengambil lebih dari 334 ribu sampel yang datanya dikumpulkan dari 486 Kabupaten/Kota pada 33 Provinsi di Indonesia. 

Hal ini dilakukan melalui pengukuran antropometri meliputi berat badan, panjang/tinggi badan balita, LiLA remaja putri, wanita usia subur, serta ibu hamil menggunakan metode wawancara serta penggunaan alat terstandar.

Laporan hasil SSGI tahun 2022 ini disampaikan dalam Rapat Kerja Nasional Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) pada 25 Januari lalu. 

Dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, terjadi penurunan angka prevalensi stunting di Indonesia secara konsisten.

Angka stunting dalam 5 tahun terakhir

Prevalensi kasus stunting di Indonesia tahun 2018-2022 | Goodstats

Hal ini terlihat pada data tahun 2018 yang menunjukkan angka prevalensi stunting di Indonesia menyentuh 30,8%, kemudian menurun menjadi 27,7% pada 2019.

Namun, di tahun 2020 angka prevalensi stunting tidak diketahui sebab di tahun tersebut merupakan tahun pertama pandemi, yang disertai ketatnya pembatasan aktivitas masyarakat.

Beralih pada 2021, angka prevalensi stunting kembali menurun sebanyak 3,3% dibandingkan 2019.

Sementara itu, tahun 2022 prevalensi stunting di Indonesia sebesar 21,6% atau kembali alami penurunan 2,8% dibandingkan tahun sebelumnya.

Meskipun alami penurunan, namun angka prevalensi stunting Indonesia masih di bawah standar WHO yakni, angkanya tidak melebihi 20%. Karenanya, Presiden Joko Widodo mengatakan dalam forum bahwa Indonesia memiliki target tersendiri untuk penuntasan masalah soal stunting di Indonesia.

“Oleh sebab itu target yang saya sampaikan 14% di tahun 2024. Ini harus bisa kita capai, saya yakin dengan kekuatan kita bersama  semuanya bisa bergerak. Angka itu bukan angka yang sulit untuk dicapai asal semuanya bekerja sama,” kata Jokowi dikutip dari sehatnegeriku.kemkes.go.id Rabu(25/1).

Selain mengukur prevalensi, SSGI juga mengelompokkan anak-anak yang mengalami stunting berdasarkan kelompok umur.

Kasus stunting berdasarkan kelompok umur

Prevalensi kasus stunting berdasarkan kelompok usia | Goodstats

Mengacu pada data tersebut, tampak bahwa kasus stunting terjadi pada bayi yang baru lahir hingga anak-anak berusia 5 tahun. 

Pada data tahun 2022, SSGI menemukan bahwa kelompok umur yang memiliki tingkat prevalensi stunting terbesar berada di rentang 24-35 bulan atau anak-anak usia 2-3 tahun sebanyak 26,2%. 

Sementara itu, kelompok umur dengan persentase prevalensi stunting paling sedikit terjadi pada usia 0-5 bulan.

SSGI 2022 tidak hanya mengukur prevalensi stunting secara nasional serta kasus berdasarkan kelompok umur saja, namun secara mendetail juga melaporkan angka prevalensi stunting menurut provinsi.

Provinsi dengan angka prevalensi stunting tertinggi

Provinsi dengan angka prevalensi stunting tertinggi | Goodstats

SSGI 2022 melakukan pengurutan angka prevalensi stunting di 34 provinsi, mulai dari yang tertinggi hingga terendah.

Berdasarkan laporan SSGI 2022, provinsi yang memiliki angka prevalensi stunting tertinggi merupakan Nusa Tenggara Timur (NTT) sebesar 35,3%. Di tahun 2021, NTT juga menempati posisi teratas dengan prevalensi stuntingnya setinggi 37,8%.

Peringkat kedua ada Sulawesi Barat dengan angka 35%. Jumlah ini menandakan terjadinya peningkatan angka prevalensi stunting sebesar 1,2% dibandingkan tahun 2021.

Ketiga, diisi oleh provinsi Papua sebesar 34,6%, disusul Nusa Tenggara Barat pada urutan keempat dengan 32,7% lalu diikuti provinsi Aceh yang memiliki angka prevalensi stunting 31.2%.

Berikutnya, ada provinsi Papua Barat dengan angka prevalensi sebanyak 30% serta provinsi Sulawesi Tengah dengan 28.2%.

Provinsi-provinsi lainnya memiliki angka prevalensi stunting di bawah 28%. Dari pengurutan tersebut diketahui pula bahwa provinsi dengan angka prevalensi stunting terendah di Indonesia merupakan Bali dengan 8% saja. Bali juga menjadi satu-satunya provinsi yang angka prevalensi stuntingnya di bawah 10%.

Guna mewujudkan target prevalensi stunting pada 2024 mendatang, pemerintah melakukan berbagai cara sebagai upaya untuk menekan terus angka stunting.

Hal ini tampak salah satunya dengan penggantian biskuit sebagai makanan tambahan pada balita dan ibu hamil sebagai upaya pencegahan stunting dan wasting .

Pemerintah melalui Kemenkes menuangkan hal tersebut dalam Petunjuk Teknis (Juknis) terkait Pemberian Makanan Tambahan (PMT) Berbahan Pangan Lokal untuk Balita dan Ibu Hamil.

“Menu-menunya sudah kita buatkan, tapi sesuai dengan ketersediaan bahan pangan di daerah masing-masing,” ujar Direktur Jenderal (Dirjen) Kesehatan Masyarakat Kemenkes Maria Endang Sumiwi dikutip dari Kompas.com pada Rabu(17/5).

Dia berkata bahwa ini merupakan upaya untuk mencapai target percepatan penurunan stunting dan wasting pada balita, serta penurunan prevalensi ibu hamil kurang energi kronis (KEK).

Uji coba PMT ini telah dilaksanakan pada 2022 di 31 kabupaten/kota, dengan 16 diantaranya melakukan pemberian dengan bahan pangan lokal.

Dikutip dari kompas.com, tahun 2023 ini Pemda sudah dapat melakukan PMT melalui sumber dana yang dimiliki. Namun, untuk daerah yang memiliki keterbatasan fiskal rendah dan sedang, pemerintah telah mengupayakan dengan penganggaran pengadaan PMT melalui anggaran dana alokasi khusus (DAK).

Meskipun telah mengeluarkan Juknis, Maria menyebut biskuit akan tetap digunakan pada kondisi darurat.

“Biskuit tetap kita gunakan dalam situasi-situasi emergency. Jadi pada saat situasi bencana ketika saat itu (biskuit) untuk bencana,” ungkap Maria dikutip dari Kompas.com.

 

Penulis: Mela Syaharani
Editor: Iip M Aditiya

Konten Terkait

Adu Kuat Anies vs Jokowi Effect di Pilgub Jakarta 2024

Jelang pencoblosan, Anies tampak memberikan endorsement pada Pram-Doel, sedangkan Jokowi pada RK-Suswono. Lantas, mana yang lebih bisa menarik suara rakyat?

Program Makan Siang Gratis Dapat Dukungan dari China, Indonesia Bukan Negara Pertama

Langkah ini tidak hanya mengatasi permasalahan gizi, tetapi juga menjadi bagian dari upaya global untuk memerangi kelaparan dan mendukung pendidikan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini

atau

Untuk mempercepat proses masuk atau pembuatan akun, bisa memakai akun media sosial.

Hubungkan dengan Google Hubungkan dengan Facebook