Harga jual eceran rokok akan naik tahun depan, sebagai tindak lanjut dari Peraturan Menteri Keuangan Nomor 97 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga atas PMK Nomor 192 Tahun 2021. Meskipun harga jual eceran naik, tarif cukai tembakau tidak mengalami kenaikan harga.
Setiap jenis dan golongan mengalami kenaikan harga dengan nominal berbeda. Kenaikannya berkisar antara 4,8%-7,6%. Kenaikan paling tinggi ditetapkan pada sigaret kretek tangan atau sigaret putih tangan golongan III, yang naik 18,6%. Sementara itu, golongan II jenis ini naik 15%.
Beberapa jenis lainnya tidak mengalami kenaikan harga, di antaranya sigaret kretek tangan filter atau sigaret putih tangan filter, sigaret kelembak kemenyan, tembakau iris, rokok daun atau klobot, serta cerutu.
Peningkatan harga jual ini dimaksudkan untuk menekan konsumsi hasil tembakau. Selain itu, kenaikan ini bertujuan untuk melindungi industri hasil tembakau padat karya yang produksinya tidak menggunakan mesin, serta optimalisasi penerimaan negara.
Sejauh ini, penduduk usia lebih dari 15 tahun yang merokok tembakau pada 2024 mencapai 28,99%. Dengan 281,6 juta penduduk Indonesia, kurang lebih ada 80 juta penduduk yang merokok saat ini.
Rokok tak hanya menyasar orang dewasa, tapi juga masuk ke kehidupan anak-anak usia 10 hingga 13 tahun. Dalam data Badan Pusat Statistik, ada 0,14% anak berusia 10-12 tahun dan 1,77% anak usia 13-15 tahun yang merokok. Fenomena ini pula yang mendorong pemerintah untuk membatasi akses anak-anak terhadap rokok, melalui skema peningkatan harga jual.
Menurut Kementerian Kesehatan RI, beberapa faktor yang mendorong anak-anak untuk merokok adalah tekanan sosial dan gengsi, genetik dan psikologis, iklan dan media, aksesibilitas, pengaruh keluarga, serta kurangnya pengetahuan untuk berhenti merokok dan kesadaran atas risiko kesehatan.
Apakah Peningkatan Harga Ini Efektif Kurangi Konsumsi Rokok?
Catatan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya menunjukkan bahwa kenaikan tarif cukai hasil tembakau pada 2022 kurang efektif menekan jumlah perokok, terutama di kalangan anak-anak. Skema tersebut justru membuat penurunan jumlah pabrikan rokok dan meningkatkan peredaran rokok ilegal.
Kali ini, bukan tarif cukai hasil tembakau yang mengalami kenaikan, melainkan harga ecernya. Meskipun demikian, rokok di tangan konsumen tetap mengalami perubahan harga.
Hasil yang berbeda diperoleh dari penelitian Nurhidayah, Gayatri, dan Ratih (2021), yang menemukan bahwa kenaikan harga rokok berpengaruh menurunkan perilaku merokok.
Akan tetapi, beberapa ahli menganggap hubungan perokok dengan rokoknya tidak sesederhana perihal uang. Kenaikan harga tidak serta merta menurunkan konsumsi rokok masyarakat. Penelitian Marianti dan Prayitno (2020) juga menunjukkan bahwa harga rokok tidak berpengaruh secara signifikan terhadap konsumsi rokok.
Pengaruh kenaikan harga jual eceran rokok terhadap konsumen terutama anak-anak ini akan diketahui seiring berjalannya kebijakan.
Baca Juga: Pengeluaran BPJS Dihabiskan Karena Merokok
Penulis: Ajeng Dwita Ayuningtyas
Editor: Editor