Vape atau rokok elektronik mulai banyak digemari akhir-akhir ini, termasuk di kalangan anak muda. Vape sendiri dikenal menjadi alternatif rokok yang lebih menyenangkan, menawarkan sensasi merokok dengan rasa yang lebih variatif, mulai dari rasa buah, permen, dan berbagai rasa lainnya.
Menggunakan rokok elektronik juga terkesan lebih modis dan modern, dengan desain dan warna yang menarik. Asapnya cenderung lebih wangi dan tidak mengganggu dibanding rokok konvensional.
Industri tembakau gencar memasarkan produknya dengan membuka booth di berbagai acara musik dan olahraga, guna menarik minat kalangan muda. Di beberapa kesempatan, perusahaan rokok bahkan menjadi sponsor utama di acara-acara kegiatan anak muda. Apabila diamati, produk-produk rokok tersebut kadang kala terlihat seperti sengaja menyasar kalangan anak muda sebagai pasar utamanya.
Asisten Deputi Pemenuhan Hak Anak atas Kesehatan dan Pendidikan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) Amurwarni Dwi berpendapat, iklan di media luar ruang dan internet juga turut berpengaruh besar terhadap peningkatan perilaku anak muda untuk merokok. Hal ini mendorong jumlah perokok di Indonesia terus naik, bahkan didominasi oleh kalangan muda berumur 15-19 tahun.
Berdasarkan Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, tercatat bahwa 56,5% perokok Indonesia pertama kali merokok di usia 15-19 tahun.
Sementara itu, data dari Global Youth Tobacco Survey (GYTS) menunjukkan bahwa prevalensi merokok pada kelompok usia 13–15 tahun secara global mengalami kenaikan, dari 18,3% pada tahun 2016 menjadi 19,2% pada tahun 2019. Tak hanya itu, kelompok usia 10–14 tahun juga menunjukkan angka perokok yang cukup tinggi, yaitu sebesar 18,4%.
Data tersebut menyebutkan bahwa jumlah perokok aktif diperkirakan tembus mencapai 70 juta orang, dengan 7,4% di antaranya perokok berusia 10-18 tahun. Berdasarkan laporan Tobacco Enforcement and Reporting Movement (TERM) untuk periode Mei hingga Agustus 2023, sebagian besar promosi produk tembakau dilakukan melalui media sosial, dengan Instagram mencatat 68% unggahan, disusul Facebook sebesar 16%, dan X (Twitter) sebesar 14%.
Di samping itu, jumlah remaja pengguna rokok elektrik terus mengalami peningkatan selama 4 tahun terakhir. Masih berdasarkan data Global Adult Tobacco Survey (GATS) 2021, prevalensi penggunaan rokok elektrik naik signifikan dari 0,3% pada 2019 menjadi 3% pada 2021.
Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Piprim Basarah, menyoroti tingginya angka perokok aktif di Indonesia berpotensi menimbulkan berbagai gangguan kesehatan serius. Risiko ini tidak hanya mengancam perokok itu sendiri, tetapi juga perokok pasif yang turut terdampak oleh paparan asap rokok di sekitarnya.
Sebagai langkah untuk melindungi masyarakat dari risiko produk berbahan tembakau, pemerintah telah mengesahkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, yang di dalamnya mencakup ketentuan khusus mengenai pengendalian zat adiktif, termasuk rokok konvensional dan rokok elektrik.
Deputi Perwakilan UNICEF Indonesia, Mrunal Shetye, mengajak pemerintah serta seluruh pemangku kepentingan untuk lebih aktif melindungi anak-anak dari strategi pemasaran industri tembakau. Perlindungan tersebut mencakup penutupan celah hukum yang memungkinkan promosi produk tembakau kepada anak di bawah umur, serta peningkatan pendanaan untuk program pengendalian tembakau.
"Anak-anak mempunyai hak untuk tumbuh di lingkungan yang bebas dari dampak berbahaya tembakau. Upaya tanpa henti dari industri tembakau untuk memikat generasi muda pada produk mereka merupakan serangan langsung terhadap hal ini. Kita harus bersatu untuk melindungi kesehatan dan kesejahteraan anak-anak dengan melawan predator ini praktiknya," tegasnya dalam temu media “Hari Tanpa Tembakau Sedunia 2024”, Rabu (29/5/2024).
Baca Juga: Jumlah Rokok yang Dihisap Pemuda Indonesia Per Hari 2024
Penulis: Emily Zakia
Editor: Editor