Isu terkait gaji guru kembali menempati posisi teratas dalam diskursus pendidikan di Indonesia. Persoalan kesejahteraan guru dipandang sebagai pondasi utama yang menentukan kualitas sistem pendidikan secara menyeluruh. Tingkat pendapatan yang belum sebanding dengan beban kerja dan tanggung jawab yang diemban mencerminkan adanya ketidakselarasan antara peran strategis guru dan penghargaan yang diberikan negara.
Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran karena rendahnya kesejahteraan guru dapat berdampak pada berbagai aspek, mulai dari motivasi mengajar, kualitas pembelajaran, hingga daya tarik profesi guru di mata generasi mendatang.
Jika tidak segera ditangani, bukan tidak mungkin jika Indonesia menghadapi tantangan serius dalam menjaga kualitas tenaga pendidik, yang pada akhirnya berimbas pada pencapaian mutu pendidikan nasional dan masa depan bangsa.
Sejalan dengan itu, survei Kawula17 menyebutkan bahwa gaji guru honorer jadi isu pendidikan utama di Indonesia yang dianggap paling menantang oleh anak muda, dengan capaian 32%.
Isu gaji guru honorer semakin disorot setelah pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani yang menyebutkan bahwa gaji guru bukan sepenuhnya tanggungan negara dan justru malah menjadi tantangan.
Selain gaji guru, biaya pendidikan yang semakin mahal juga menjadi sorotan anak muda. Meski sudah ada bantuan dari pemerintah, tingginya biaya pendidikan masih dialami di beberapa wilayah, mempersempit peluang untuk bisa mengenyam pendidikan setinggi mungkin.
Kurikulum yang tidak sesuai menjadi perbincangan 24% responden. Pergantian kurikulum yang dipandang cukup sering tanpa esensi yang jelas di baliknya membuat tidak hanya siswa tidak mampu menerima pendidikan secara maksimal, namun guru dan institusi pendidikan turut dibuat bingung. Pergantian kurikulum pendidikan ini mencerminkan ketidakmampuan untuk terus konsisten dan kelemahan dalam sistem pendidikan Indonesia.
Di sisi lain, 21% responden menyebutkan literasi membaca yang masih rendah menjadi tantangan tersendiri. Keengganan siswa untuk membaca menutup peluang ilmu yang lebih luas, membuat pendidikan jadi sebatas formalitas, bukan sesuatu yang diresap dan dihormati.
Tantangan lain di sektor pendidikan yang turut disebutkan adalah terkait kurangnya kemampuan berpikir kritis (21%), angka putus sekolah yang tinggi (18%), infrastruktur digital pendidikan (14%), turunnya kemampuan pelajar (13%), beasiswa pendidikan tinggi yang dipangkas (12%), hingga efisiensi anggaran pendidikan tinggi (11%).
Menariknya, program unggulan Makan Bergizi Gratis (MBG) juga jadi sorotan, dengan 11% responden menyuarakan isu tingginya kasus keracunan makanan di program tersebut. Pelaksanaan yang kurang transparan mendorong anak muda mengungkapkan kekhawatirannya. Bukan anggaran kecil yang digelontorkan untuk program ini, namun pelaksanaannya masih banyak meresahkan publik.
Adapun survei dari Kawula17 ini melibatkan 1.342 responden berusia 17-35 tahun pada 10-17 Juli 2025. Pengumpulan data dilakukan secara daring melalui metode Computer-Assisted Self Interviewing (CASI).
Baca Juga: Benarkah 44% Anggaran Pendidikan 2026 Digunakan Untuk MBG?
Sumber:
https://kawula17.id/publikasi
Penulis: Agnes Z. Yonatan
Editor: Editor