Fenomena rohana dan rojali—singkatan dari rombongan hanya nanya dan rombongan jarang beli—belakangan ini ramai diperbincangkan di media sosial. Istilah ini kerap digunakan untuk menggambarkan kelompok orang yang datang beramai-ramai ke pusat perbelanjaan, banyak bertanya atau mencoba produk, tetapi jarang melakukan transaksi. Di tengah viralnya fenomena ini, muncul anggapan bahwa kondisi tersebut menjadi bukti melemahnya daya beli masyarakat.
Namun, pemerintah menegaskan bahwa fenomena ini tidak serta merta mencerminkan penurunan konsumsi. Wakil Menteri Perdagangan Dyah Roro Esti menegaskan fenomena ini tidak ada kaitannya dengan daya beli. Rohana dan rojali disebut sebagai bagian dari cara orang Indonesia berbelanja, yang kini dipengaruhi oleh kemudahan digital. Pernyataan ini didukung dengan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang mencatat bahwa transaksi di online retail dan marketplace meningkat 7,55% secara kuartalan pada 2025.
Selain itu, Kepala Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi juga mengungkapkan bahwa rohana dan rojali lebih disebabkan oleh perubahan pola konsumsi akibat transformasi digital.
“Sekarang banyak orang membeli barang secara online, sehingga kunjungan ke toko fisik atau mal lebih banyak untuk rekreasi, melihat-lihat, atau mencoba barang sebelum membeli secara daring,” ujarnya pada Kamis, (7/8/2025).
Dengan kata lain, pergeseran ini adalah bentuk adaptasi terhadap kemajuan teknologi, bukan sinyal lemahnya ekonomi.
Tengok Pola Belanja Lewat QRIS
Riset Populix tentang Understanding QRIS Usage and Its Impact on Daily Transaction dengan 1.092 responden yang dirilis Juni 2024 mencatat bahwa penggunaan QRIS, metode pembayaran digital saat transaksi berlangsung, paling banyak dilakukan untuk restoran (42%), belanja kebutuhan pokok (19%), pakaian & aksesori (9%), beauty care (8%), dan keperluan bayi & ibu (5%).
Data ini mengindikasikan bahwa pengeluaran di tempat lebih dominan untuk kebutuhan sehari-hari dan gaya hidup dasar, bukan barang mewah. Bahkan, kategori seperti peralatan rumah tangga atau elektronik berada jauh di bawah persentase tersebut.
Dari sisi mobilitas, tempat yang paling sering dikunjungi masyarakat dalam transaksi QRIS adalah minimarket (65%), restoran (61%), mal (55%), supermarket (53%), dan toko di luar pusat perbelanjaan (27%). Menariknya, meskipun mal ada di tiga besar, mayoritas kunjungan diarahkan untuk kuliner, hiburan, atau sekadar bersantai bersama keluarga dan teman.
Gabungan kedua data ini membantah asumsi bahwa kehadiran mal identik dengan belanja besar-besaran. Justru, kehadiran masyarakat di pusat perbelanjaan sering kali merupakan bagian dari aktivitas sosial yang terjangkau.
Mengubah Narasi Rohana dan Rojali
Istilah rohana dan rojali awalnya hanya lelucon di media sosial, tetapi dengan cepat menyebar dan memberi narasi yang salah. Pemerintah menilai pelabelan ini tidak adil karena mengabaikan konteks yang lebih luas. Perilaku melihat-lihat atau mencoba barang tanpa membeli bukanlah hal baru dalam dunia ritel. Bahkan, dalam perspektif pemasaran, kegiatan ini adalah bagian dari customer journey yang bisa berujung pada pembelian di kemudian hari, baik secara offline maupun online.
Dyah Roro Esti menambahkan bahwa pusat perbelanjaan modern kini menjadi ruang multifungsi: ada restoran, bioskop, pusat hiburan anak, tempat pameran, hingga event komunitas. Kedatangan orang ke mal belum tentu untuk langsung berbelanja, melainkan terkadang sekadar menunggu waktu, bertemu teman, atau mencari inspirasi produk.
Bagi pelaku usaha, fenomena ini tidak harus dipandang negatif. Kunjungan tanpa pembelian langsung tetap membuka peluang pemasaran, memperluas jangkauan merek, dan menciptakan pengalaman yang mendorong pembelian di kemudian hari. Terlebih, pengalaman mencoba produk langsung di toko fisik sering kali menjadi faktor penentu sebelum transaksi dilakukan secara online.
Baca Juga: Fenomena Window Shopping: Masuk Mal Tapi Tidak Belanja, Apa Penyebabnya?
Sumber:
https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-8048187/pemerintah-bantah-rohana-rojali-muncul-gegara-daya-beli-melemah
https://www.tempo.co/ekonomi/istana-komentari-fenomena-rojali-rohana-model-jual-beli-sudah-berkembang-2056421
https://info.populix.co/data-hub/reports/qris2024#
Penulis: Kalya Azalia
Editor: Editor