Harga tanah yang terus naik menjadi salah satu tantangan utama bagi Generasi Z (Gen Z) yang ingin memiliki hunian sendiri. Di tengah perubahan ekonomi yang dinamis, membeli properti terasa semakin sulit dijangkau. Biaya hidup terus meningkat, sementara pendapatan belum tentu sejalan, membuat banyak generasi muda harus menerima kenyataan bahwa membeli rumah bukan lagi pilihan yang mudah dicapai.
Nyatanya, masalah ini tidak hanya dirasakan oleh anak muda di Indonesia, tetapi merupakan masalah global. Di negara-negara maju, persoalan hunian ini telah menjadi buah bibir, harga properti yang ditawarkan bahkan lebih tidak realistis.
Perbandingan Harga Tanah di 6 Negara Maju dengan Indonesia
Grafik di atas memperlihatkan perbandingan harga tanah per meter persegi di pusat-pusat kota negara yang disebutkan. Hong Kong menjadi negara dengan harga tanah tertinggi menurut Finder, estimasi harganya mencapai US$30 ribu atau hampir Rp500 juta per meter persegi.
Kemudian di peringkat kedua ada Singapura di harga US$21 ribu. Switzerland, Korea Selatan, dan Luxemburg menyusul di peringkat berikutnya dengan nominal di belasan ribu dolar. Sementara China yang berada di urutan kelima pun harga tanahnya masih cukup mahal di kisaran US$8 ribu, namun tetap jauh jika dibandingkan Indonesia.
Fenomena ini menggambarkan betapa perubahan ekonomi mempengaruhi harapan dan rencana masa depan generasi muda. Di Indonesia, dengan estimasi harga tanah sekitar US$1.600 atau Rp20 juta per meter persegi saja sudah terasa berat bagi penduduknya. Bagaimana dengan negara-negara yang disebutkan sebelumnya?
Walaupun terdapat perbedaan biaya hidup, standar pemasukan, dan faktor lainnya, harga tanah di atas tetap tergolong mahal terutama bagi generasi muda yang baru meniti karir. Banyak anak muda yang akhirnya harus beralih dari impiannya memiliki rumah ke pilihan alternatif seperti menyewa atau berbagi tempat tinggal.
Kini, Gen Z harus lebih kreatif dalam mencari solusi hunian yang sesuai dengan anggarannya. Selain pilihan kontrak/kos, beberapa pemuda juga mulai melirik peluang investasi di bidang properti secara kolektif atau mencari tempat tinggal di lokasi yang lebih terjangkau sebagai opsi jangka panjang.
Sayangnya, tanpa perubahan yang signifikan dalam kebijakan perumahan dan ekonomi, generasi ini tampaknya harus terus beradaptasi dengan kenyataan bahwa pasar properti hanya akan semakin kompetitif ke depannya.
Baca Juga: 10 Provinsi dengan Kepemilikan Rumah Sendiri Terendah 2023
Penulis: Afra Hanifah Prasastisiwi
Editor: Editor