Derasnya arus teknologi membuat berbagai informasi dengan mudahnya dapat diakses hanya lewat genggaman. Namun di balik kemudahan tersebut muncul ancaman baru terkait penyalahgunaan internet, salah satunya judi online.
Pada Kuartal-I 2024 transaksi judi online di Indonesia mencapai Rp100 triliun. Indonesia juga menempati posisi teratas dalam daftar pemain judi online terbanyak di dunia dengan total 4 juta orang.
Berdasarkan temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), pelaku judi online bukan hanya dari kalangan remaja, dewasa dan orang tua saja namun pelaku juga menyasar pada anak-anak.
Pelaku judi online di Indonesia terbanyak terdapat pada kelompok usia 30 sampai 50 tahun sebanyak 1.640.000 orang (40%), lalu kelompok usia terbanyak kedua yaitu usia 50 tahun lebih, mencakup 34% dari total pelaku judi online atau sekitar 1.350.000 orang.
Kemudian, remaja dengan rentang usia antara 21 sampai 30 tahun menempati urutan ketiga pelaku judi online terbanyak mencapai 13% dengan total 520.000 orang. Sementara itu, usia 10 sampai 20 tahun mencapai 11% dengan total 440.000 orang. Dan terakhir, yang paling miris adalah pelaku judi online dengan usia di bawah 10 tahun mencapai 2% dengan total 80.000 orang.
Agar dapat menyasar pada semua kalangan termasuk pada anak-anak, judi online dikemas dengan menarik menggunakan modus gim online. Tampilan luar antara gim online dan aplikasi judi online memiliki persamaan, namun perbedaannya dapat dilihat ketika pengguna mengeluarkan mata uang. Uang pada gim online biasanya berupa koin, sedangkan pada judi online tampil dalam bentuk rupiah atau dolar.
“Anak yang melakukan judi online cenderung melakukan tindakan kriminalitas, hal tersebut disebabkan karena mereka belum siap secara ekonomi, psikososial dan mental,” ungkap Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Anak, Perempuan, dan Pemuda Kemenko PMK, Woro Srihastuti Sulistyaningrum, dikutip dari PPATK.
“Penyebab dari maraknya anak terjerumus judi online yakni dari pengaruh teman sebaya, akses internet yang tidak dibatasi, terbujuk iklan, rasa penasaran dan kurangnya perhatian dari orang tua. Untuk itu, pengawasan orang tua sangat dibutuhkan untuk mencegah dan memberantas judi online di kalangan anak-anak,” tambahnya.
E-Wallet Paling Sering Dipakai Transaksi Judol
Berdasarkan survei Populix selama 2 minggu terhadap 1.058 responden yang terdiri dari laki-laki (52%) dan perempuan (48%) dari Gen Z dan Millenial di Indonesia yang pernah mencoba judi online, e-wallet jadi alat pembayaran yang paling banyak digunakan untuk melakukan transaksi, yakni sebesar 84%. Sementara transfer bank digunakan oleh hampir setengah responden yakni 43%.
Kemudahan transaksi menggunakan e-wallet yang dapat diakses segala usia ini juga memudahkan anak-anak melakukan transaksi judi online.
Menurut survei yang sama, untuk nilai transaksi judi online, sebagian besar pemain judi online termasuk anak-anak dapat terlibat dalam aktivitas ini dengan jumlah uang yang relatif kecil. Sebanyak 59% responden mengaku melakukan transaksi judi online hanya dengan Rp100.000 untuk sekali transaksi.
Kemudahan transaksi dan modal yang cukup minim ini juga membuat anak-anak lebih rentan terjerumus ke dalam dunia perjudian online, memperlihatkan betapa seriusnya ancaman ini terhadap generasi muda.
Baca juga: Rasa Penasaran Jadi Alasan Utama Masyarakat Indonesia Main judi Online
Penulis: Nafarozah Hikmah
Editor: Editor