Setiap usaha atau korporasi di Indonesia, baik yang berskala kecil, menengah, maupun besar, membutuhkan dana untuk menjalankan operasional dan mencapai tujuan bisnis mereka.
Pembiayaan merupakan elemen vital yang memungkinkan perusahaan untuk berkembang, berinovasi, dan bersaing di pasar yang dinamis.Tanpa dukungan dana yang memadai, sebuah perusahaan akan kesulitan untuk mempertahankan kelangsungan usahanya, apalagi untuk tumbuh dan ekspansi.
Setiap korporasi memiliki strategi dan metode yang berbeda dalam memenuhi kebutuhan pembiayaannya. Perusahaan besar mungkin memiliki akses ke berbagai sumber pendanaan, termasuk pasar modal, pinjaman bank, atau penerbitan obligasi. Mereka juga dapat menarik investor melalui penawaran saham atau memperoleh dana melalui kemitraan strategis.
Sementara itu, usaha kecil dan menengah (UKM) sering kali menghadapi tantangan lebih besar dalam memperoleh pembiayaan karena keterbatasan aset yang dapat dijadikan jaminan dan risiko bisnis yang lebih tinggi.
Cara korporasi memenuhi kebutuhan pembiayaan mereka juga dipengaruhi oleh berbagai faktor lain seperti kondisi ekonomi, regulasi pemerintah, dan tren industri.
Hasil survei permintaan dan penawaran pembiayaan perbankan dari Bank Indonesia (BI) pada Februari 2024 menunjukkan bahwa sumber utama pembiayaan korporasi di Indonesia adalah dana sendiri atau laba ditahan, yang mencapai 59,2%.
Hal ini mencerminkan kepercayaan perusahaan terhadap kekuatan internal mereka untuk menghasilkan dan menyimpan dana yang cukup untuk membiayai operasional dan ekspansi bisnis. Mengandalkan dana sendiri juga memberikan fleksibilitas yang lebih besar dan mengurangi ketergantungan pada pihak eksternal.
Selain itu, fasilitas kelonggaran menyumbang 17,3% dari sumber pembiayaan korporasi. Fasilitas ini, sering kali dalam bentuk kredit modal kerja atau fasilitas kredit bergulir, memberikan korporasi akses cepat ke dana ketika dibutuhkan. Fasilitas kelonggaran sangat penting bagi perusahaan yang memerlukan likuiditas tinggi untuk mengatasi fluktuasi jangka pendek dalam arus kas mereka.
Pinjaman ke perbankan domestik (DN) menyumbang 7,1% dari sumber pembiayaan, menunjukkan bahwa meskipun penting, perbankan domestik bukanlah sumber utama bagi banyak korporasi.
Hal tersebut mungkin disebabkan oleh persyaratan kredit yang ketat atau tingkat bunga yang relatif tinggi. Namun, bagi beberapa perusahaan, pinjaman bank tetap menjadi pilihan penting untuk mendapatkan dana tambahan.
Utang perusahaan induk menjadi sumber pembiayaan bagi 5,1% korporasi, menunjukkan hubungan keuangan yang kuat antara perusahaan dan induknya.
Dukungan dari perusahaan induk bisa berupa pinjaman antar perusahaan yang memberikan syarat lebih fleksibel dibandingkan dengan lembaga keuangan eksternal, serta kepercayaan dan komitmen yang tinggi untuk mendukung pertumbuhan anak perusahaan.
Menariknya, jual aset nonproduktif mencakup 2% dari sumber pembiayaan. Langkah ini menunjukkan bahwa beberapa perusahaan memilih untuk mengoptimalkan portofolio aset mereka dengan menjual aset yang tidak menghasilkan untuk membebaskan dana yang bisa digunakan lebih efektif. Ini adalah strategi untuk memperkuat neraca keuangan dan meningkatkan efisiensi operasional.
Pengajuan atau penambahan utang luar negeri (LN) menyumbang 2% dari total pembiayaan. Meski persentasenya kecil, utang luar negeri bisa memberikan alternatif pendanaan dengan suku bunga yang lebih rendah atau syarat yang lebih menguntungkan, terutama bagi perusahaan yang beroperasi di pasar internasional atau memiliki eksposur terhadap mata uang asing.
Terakhir, kategori lain-lain mencakup 7,1% dari sumber pembiayaan, yang bisa mencakup berbagai bentuk pendanaan seperti ekuitas, pembiayaan proyek, atau sumber lain yang kurang umum.
Diversifikasi sumber pembiayaan ini mencerminkan kemampuan dan kreativitas korporasi dalam mengakses dana dari berbagai saluran untuk memastikan kelangsungan dan pertumbuhan bisnis mereka.
Penulis: Brilliant Ayang Iswenda
Editor: Editor