Sejak Januari hingga Agustus 2024, Indonesia telah mengimpor 3,05 juta ton beras. Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS), nilainya kurang lebih mencapai US$1,91 miliar atau 1,05% dari total impor nonmigas Indonesia. Thailand, Vietnam, dan Pakistan menjadi penyuplai utama saat ini.
Catatan BPS, pada 2023 jumlah impor beras Indonesia juga mencapai angka serupa, yaitu 3,06 juta ton. Akan tetapi selisihnya sangat jauh jika dibandingkan dengan impor beras pada 2022 yang hanya mencapai 429,2 ribu ton.
Dalam data tersebut, Thailand menjadi negara yang paling banyak mengekspor beras ke Indonesia. Posisinya mengalahkan India yang biasanya menempati peringkat pertama.
Berdasarkan data Badan Pangan Nasional, konsumsi beras per kapita masyarakat Indonesia mencapai 81,23 kg/kapita/tahun pada 2023. Angka ini menunjukkan penurunan 0,15% dari 2022 lalu. Data tersebut mencakup konsumsi beras lokal, kualitas unggul, impor, dan beras ketan.
Sejak 2021, terjadi penurunan konsumsi beras meskipun perubahannya tidak signifikan. Pada 2021, angkanya mencapai 81,83 kg/kapita/tahun.
Program Cetak Sawah Era Prabowo-Gibran
Presiden Prabowo menyatakan akan kembali menghidupkan program Cetak Sawah. Program ini menjadi bagian dari Proyek Strategis Nasional (PSN) swasembada pangan. Akan tetapi, ini bukan program baru. Sebelumnya, program serupa pernah direncanakan Presiden Jokowi di masa pemerintahannya. Dalam program ini, komoditas tanaman pangan utamanya adalah padi.
Cetak Sawah akan dilakukan dengan memanfaatkan lahan yang sebelumnya terbengkalai. Kemudian, akan dilakukan penyesuaian kondisi tanah hingga siap ditanami. Targetnya, cetak sawah akan memanfaatkan 3 juta hektare lahan dalam 3-4 tahun ke depan yang tersebar di beberapa daerah.
Beberapa daerah yang masuk dalam daftar adalah Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Sumatra Selatan, dan Merauke. Akan tetapi, penolakan masih muncul dari masyarakat karena konflik dengan masyarakat adat di Merauke.
Konflik ini terjadi karena penggunaan lahan cetak sawah yang dinarasikan menggunakan lahan terbengkalai, ternyata melewati hutan adat di Merauke. Laporan Yayasan Pusaka Bentala Rakyat menyebut bahwa kawasan ini mencakup jalur leluhur, makam keramat, dusun pangan, dan tempat berburu bagi masyarakat.
Sayangnya, penyediaan lahan di Merauke tersebut sudah tertulis dalam Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 835 Tahun 2024. Proyek ini pun sudah dimulai pada Agustus lalu. Akan tetapi, pemberian ruang keterlibatan bagi masyarakat dinilai sangat minim.
Untuk merealisasikannya, pemerintah telah menganggarkan Rp15 triliun untuk mencetak sawah baru seluas 150 hektare dan intensifikasi 80 ribu hektare pada 2025.
Baca Juga: 5 Jenis Beras Termahal di Dunia, Capai Rp1,6 Juta per Kilogram!
Penulis: Ajeng Dwita Ayuningtyas
Editor: Editor