Dalam agenda Rapat Dengar Pendapat yang digelar pada Rabu (22/11) di Kompleks Parlemen RI, Panitia Kerja (Panja) Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) yang beranggotakan Tim Komisi VIII DPR RI dan Kementerian Agama menyepakati BPIH untuk tahun haji 1445 H/2024 M sebesar Rp93,41 juta.
Dilansir dari situs resmi DPR RI (22/11), hal ini merupakan tindak lanjut dari pembahasan sebelumnya, di mana Kementerian Agama (Kemenag) mengusulkan BPIH 2024 sebesar Rp105 juta.
Perlu diketahui, BPIH merupakan nilai total dari biaya operasional penyelenggaraan haji per orang. BPIH terdiri dari 2 instrumen utama, yakni Biaya perjalanan ibadah haji (Bipih) dan nilai manfaat.
Bipih adalah instrumen BPIH berupa dana yang wajib dibayar oleh orang yang akan menunaikan ibadah haji. Sedangkan nilai manfaat adalah instrumen BPIH berupa dana yang diperoleh dari hasil pengembangan keuangan haji melalui penempatan dan/atau investasi, dan ditanggung oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH).
Pengembangan nilai manfaat ini bersumber dari setoran awal Bipih yang dilakukan oleh para calon jemaah haji sebesar Rp25 juta. Ketika komposisi Bipih dan nilai manfaat pada tahun berjalan telah ditetapkan, para calon jemaah tinggal melunasi sisa Bipih dan BPKH melunasi sisa BPIH lewat penggunaan nilai manfaat.
Selanjutnya, besaran BPIH 2024 yang telah disepakati akan dibawa ke Rapat Kerja (Raker) Panja BPIH yang akan digelar pada Senin (27/11), untuk dilakukan pembahasan lebih lanjut mengenai rincian komposisi BPIH dan difinalisasi sebelum disampaikan ke presiden untuk ditetapkan ke dalam Perpres.
Apabila besaran BPIH 2024 yang telah disepakati sebesar Rp93,41 kemudian jadi ditetapkan, maka angka ini mengalami kenaikan 3,73% dari BPIH 2023.
Pada penyelenggaraan ibadah haji di tahun ini sendiri, BPIH ditetapkan di angka Rp90,05 juta, dengan Bipih yang wajib dibayar setiap calon jemaah sebesar Rp49,81 juta, atau 55,32% dari nilai BPIH. Adapun penggunaan nilai manfaat per jemaah sebesar Rp40,24 juta, atau 44,68% dari BPIH.
Besaran BPIH 2024 itu juga tercatat meningkat 33,93% dibanding BPIH 2019, penyelenggaraan ibadah haji terakhir sebelum Kerajaan Arab Saudi menunda pelaksanaan ibadah haji pada tahun 2020 dan 2021 bagi calon jemaah internasional imbas pandemi Covid-19.
Kala itu, BPIH 2019 ditetapkan sebesar Rp69,74 juta, dengan Bipih yang mesti dilunasi sebesar Rp35,24 juta per jemaah, atau 50,52% dari nilai BPIH, dan penggunaan nilai manfaat sebesar Rp34,51 juta per jemaah, atau 49,48% dari nilai BPIH.
Setidaknya dalam 5 tahun terakhir penyelenggaraan ibadah haji, baik BPIH maupun Bipih nilainya secara konstan mengalami kenaikan. Pada tahun haji 1438 H/2017 M, BPIH yang ditetapkan sebesar Rp61,79 juta, dengan Bipih Rp34,89 juta, atau 56,47% dari BPIH.
Besaran BPIH ini naik 11,60% di tahun berikutnya, di mana BPIH 2018 ditetapkan sebesar Rp68,96 juta. Meski BPIH naik hingga 11,60%, Bipih di tahun 2018 tercatat naik tipis 0,99%, menjadi sebesar Rp35,24 juta.
Dalam rentang 2017-2023, tercatat telah terjadi kenaikan BPIH sebesar 45,74% dan Bipih sebesar 42,77%. Apabila dibandingkan dengan besaran BPIH sebesar Rp93,41 juta yang disepakati untuk tahun depan, artinya angka ini meningkat sebesar 51,17% sejak 2017.
Adapun besaran BPIH yang hampir dipastikan kembali naik di tahun depan, berdasarkan keterangan Hilman Latief, Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag RI dikutip dari laman resmi Kemenag (23/11), disebabkan karena adanya penyesuaian biaya setidaknya pada 4 komponen BPIH, yakni:
Kenaikan biaya akomodasi penerbangan dari Rp32,74 juta menjadi Rp33,43 juta, penambahan layanan konsumsi di Makkah total menjadi 84 kali makan, kenaikan biaya premi asuransi dari Rp125 ribu menjadi Rp175 ribu per jemaah, serta adanya selisih kurs Dolar dan Riyal yang meningkat dibanding BPIH 2023.
Penulis: Raka B. Lubis
Editor: Iip M Aditiya