Waktu adalah satu-satunya hal di dunia ini yang tak bisa dibeli, tak bisa dikembalikan, dan tak bisa disimpan. Sayangnya, waktu menjadi hal yang paling mudah dibuang, terutama di perkotaan. Di tengah kemajuan gemerlap lampu dan deru kendaraan, kemacetan menjadi momok utama yang merenggut waktu berharga masyarakat.
Setiap harinya, jutaan orang terjebak dalam antrean panjang kendaraan yang bergerak lambat, atau bahkan tak bergerak sama sekali. Waktu yang seharusnya bisa digunakan untuk bercengkerama bersama anak, beristirahat, atau sekadar menikmati secangkir teh sore bersama keluarga, malah habis begitu saja di jalanan.
Kemacetan bukan lagi sekadar masalah transportasi. Ia telah menjadi pencuri diam-diam yang menggerus kualitas hidup, mengikis produktivitas, dan menciptakan generasi urban yang lelah sebelum sampai ke tempat tujuan.
Dilansir dari Tomtom Traffic Index, Kota Bandung dinobatkan menjadi kota termacet di Indonesia pada tahun 2024. Tak hanya itu, Kota Bandung juga menjadi kota termacet ke-12 di dunia, di mana peringkat pertama adalah kota Barranquilla, Kolombia.
Tomtom traffic index adalah indeks lalu lintas global yang disusun berdasarkan Floating Car Data (FCD). Data tersebut merupakan data pergerakan kendaraan nyata yang dikumpulkan dari berbagai sumber seperti mobil yang terkoneksi, aplikasi navigasi seluler, perangkat navigasi di dashboard, dan sistem telematika kendaraan.
Kota Bandung dengan segala romantismenya ternyata menyimpan pilu pada permasalahan kemacetan. Secara rata-rata warga Kota Bandung menghabiskan waktu sebanyak 32 menit 32 detik untuk menempuh perjalanan sejauh 10 km. Sebagai perbandingan di kota Jakarta, rata-rata perjalanan sejauh 10 km ditempuh dengan waktu 25 menit 31 detik.
Berdasarkan metodologi penghitungan, waktu tempuh di suatu kota ditentukan oleh dua faktor utama. Faktor pertama yaitu faktor quasi-static atau faktor tetap yang terdiri dari struktur jalan, kategori jalan, ukuran dan kapasitas jalan, dan batas kecepatan. Faktor kedua ialah faktor dinamis yang terdiri dari kemacetan lalu lintas, perbaikan jalan, dan cuaca buruk. Faktor tetap menentukan waktu tempuh optimal saat lalu lintas lancar, sedangkan faktor dinamis menentukan penyebab peningkatan waktu tempuh. Sehingga waktu perjalanan aktual adalah gabungan dari kedua faktor tersebut.
Dilihat berdasarkan tingkat kemacetan atau congestion level, Bandung masih lebih tinggi dibandingkan Jakarta. Tingkat kemacetan atau congestion level dihitung dengan membandingkan waktu perjalanan saat kondisi macet dengan waktu tempuh saat kondisi lalu lintas lancar. Semakin tinggi congestion level maka semakin parah kemacetannya. Tingkat kemacetan Bandung pada tahun 2024 sebesar 48%, artinya rata-rata waktu tempuh 48% lebih lama saat kondisi macet. Sedangkan tingkat kemacetan di Jakarta pada tahun 2024 yaitu sebesar 43%, sedikit lebih rendah dari Bandung.
Apabila dilihat dari rata-rata waktu yang terbuang karena macet, ternyata Bandung setara dengan Jakarta, yaitu sebesar 108 jam per tahun terbuang karena terjebak macet di jam sibuk. Indikator tersebut dihitung berdasarkan waktu tempat saat jam sibuk, lalu dibandingkan waktu tempuh saat jam lancar. Perhitungan tersebut dengan mengasumsikan melakukan perjalanan 2 hari (pergi-pulang), jarak setiap perjalanan adalah 10 km, dan dilakukan selama 230 hari kerja dalam setahun.
Tingkat kemacetan yang tinggi di kota Bandung salah satunya disebabkan oleh minimnya transportasi umum yang baik dan terintegrasi, sehingga masyarakat lebih memilih memakai kendaraan pribadi.
“Mengapa Bandung macet? Karena banyak yang membeli mobil dan motor pribadi, kenapa beli mobil dan motor pribadi? karena transportasi umumnya jelek sekali,” ujar Walikota Bandung Muhammad Farhan pada Sabtu (5/7/2025), mengutip Detik.com.
Sebagai salah satu kota tujuan wisata, Kota Bandung harus terus berbenah untuk menjadi kota yang lebih baik, tertata, dan ramah untuk semua, utamanya berbenah dari permasalahan kemacetan dan perbaikan transportasi umum. Kemacetan tak hanya sekadar memperlambat perjalanan, tetapi juga membawa dampak psikologis berupa stres, menurunkan kualitas hidup masyarakat, dan akhirnya berimbas pada produktivitas yang menurun. Lebih jauh lagi, apabila permasalahan ini tidak ditangani dapat menyebabkan kerugian ekonomi, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Baca Juga: Bandung & Medan Masuk 10 Besar Kota Paling Macet di Asia 2024
Sumber:
https://www.tomtom.com/traffic-index/ranking/?country=ID
https://www.detik.com/jabar/berita/d-7997167/bandung-kota-termacet-walkot-farhan-transportasinya-jelek-sekali
Penulis: Katamso Noto Santoso
Editor: Editor