ASI eksklusif adalah pemberian ASI tanpa makanan maupun minuman lain kepada bayi, kecuali obat atau vitamin. Idealnya, ASI eksklusif diberikan kepada bayi selama enam bulan pertama kehidupan. Setelah itu, secara bertahap bayi diberikan Makanan Pendamping ASI (MPASI) sampai usia 2 tahun.
Program ASI eksklusif digalakkan pemerintah melalui Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2012 tentang Pemberian ASI Eksklusif dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 15 Tahun 2013 tentang Tata Cara Penyediaan Fasilitas Khusus Menyusui dan atau Memerah.
ASI memiliki kandungan hormon, antibodi, antioksidan, dan faktor kekebalan yang penting untuk bayi baru lahir hingga enam bulan berikutnya. ASI juga memiliki komposisi gizi dan kalori yang sesuai dengan kebutuhan bayi yang dilahirkan. Bagi ibu, pemberian ASI eksklusif dapat mengurangi resiko stress pasca melahirkan, mempercepat pemulihan, serta mencegah kanker payudara.
Sayangnya, Indonesia masih kurang ideal dalam pemberian ASI eksklusif. Berdasarkan data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2021, pemberian ASI eksklusif di Indonesia hanya sebesar 52,5 persen. Badan Pusat Statistik (BPS) merangkum provinsi dengan pemberian ASI eksklusif terendah di Indonesia.
Provinsi dengan pemberian ASI eksklusif terendah berada di Provinsi Gorontalo, yaitu sebesar 53,6 persen. Presentase pemberian ASI eksklusif di Kalimantan Tengah sebesar 55,26 persen, disusul Sumatera Utara sebesar 57,17 persen. Maluku dan Sulawesi Tenggara memiliki presentase pemberian ASI masing-masing sebesar 59,62 persen dan 61,68 persen.
Kurangnya pemberian ASI eksklusif dapat disebabkan oleh faktor kondisi ibu. Bagi ibu pekerja, sangat sulit bagi mereka untuk mendapat akses ruang laktasi yang aman. Beberapa ibu pekerja juga sulit mengambil waktu untuk memompa ASI untuk bayi. Tidak hanya saat bekerja di kantor, akses ruang laktasi di beberapa ruang publik juga masih sulit.
Ketika seorang bayi mengalami BBLR (Bayi Berat Lahir Rendah), wajar bagi seorang ibu menjadi cenderung stres dan cemas, bahkan tak jarang ibu mengalami gangguan stres pasca melahirkan atau baby blues. Hal ini juga dapat mempengaruhi kepercayaan diri ibu dalam memberi ASI eksklusif. Maka, faktor psikologis ibu berpengaruh pada pemberian ASI eksklusif.
Faktor lingkungan juga mempengaruhi keputusan ibu dalam memberi ASI eksklusif. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa lingkungan yang menormalisasikan pemberian MPASI dini berpeluang untuk gagalnya pemberian ASI eksklusif pada bayi.
Di beberapa daerah, edukasi mengenai ASI eksklusif masih kurang komprehensif. Penyuluhan mengenai ASI eksklusif terdiri dari konsep ASI eksklusif yang benar, teknik pelekatan menyusui yang benar, hingga tindakan yang perlu dilakukan ketika ibu dan bayi mengalami masalah dalam menyusui.
Mengingat pentingnya ASI eksklusif bagi ibu dan bayi, diperlukan kerja sama antara pasangan suami istri, keluarga sekitar, lingkungan, kader kesehatan, dan juga pemerintah. Lingkungan keluarga hendaknya menjadi support system terbesar untuk mendukung ASI eksklusif.
Regulasi mengenai program ASI eksklusif juga perlu menjadi perhatian pemerintah. Pelatihan kader mengenai penyuluhan ASI eksklusif perlu dilakukan secara komprehensif, sehingga ilmu yang didapat oleh kader dapat tersalurkan dengan baik kepada masyarakat.
Tidak hanya penyuluhan, pemerintah juga perlu memperhatikan akses ruang laktasi yang aman, baik di ruang publik maupun di lingkungan kerja. Dengan adanya ruang laktasi yang aman, diharapkan para ibu menyusui dapat bekerja dan bergerak sembari memberi ASI eksklusif kepada bayi.
Penulis: Kristina Jessica
Editor: Iip M Aditiya