Belum lama ini, Indonesia ramai diterpa kabar meninggalnya mantan Gubernur Papua Lukas Enembe. Tidak hanya keluarga, Lukas Enembe turut meninggalkan proses hukumnya akibat terjerat kasus korupsi.
Lukas Enembe terbukti menerima suap sebesar Rp17,7 miliar dan gratifikasi sebesar Rp1,99 miliar atas proyek-proyek infrastruktur di Papua. Atas dasar tersebut, pengadilan Tipikor lantas memvonisnya dengan hukuman 8 tahun penjara pada 19 Oktober 2023.
Selain Lukas Enembe, beberapa gubernur provinsi Indonesia rupanya juga pernah terseret kasus korupsi. Nominal yang dicurangi oknum-oknum tersebut tidak main-main, karena merugikan negara hingga triliunan rupiah.
Berikut lima gubernur yang sempat terjerat kasus korupsi selama beberapa tahun ke belakang. Daftar juga dilengkapi dengan jumlah uang yang diterima tersangka atau nominal kerugian negara yang ditimbulkan akibat kasus tersebut.
1. Nur Alam
Nur Alam merupakan mantan Gubernur Sulawesi Tenggara yang menjabat dari 2008 hingga 2017. Ia merupakan tersangka suap dan gratifikasi yang melibatkan beberapa perizinan tambang.
Pada 28 Maret 2018, Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta memberikan vonis 12 tahun penjara akibat telah merugikan negara. Kerugian yang dihasilkan oleh Nur Alam ditakstir mencapai Rp4,3 triliun.
2. Alex Noerdin
Mantan Gubernur Sumatra Selatan periode 2008 hingga 2018 ini turut menjadi tersangka korupsi. Ia terlibat kasus pembelian gas bumi oleh badan usaha milik daerah (BUMD) Perusahaan Daerah Pertambangan dan Energi (PDPDE) serta korupsi pembangunan Masjid Sriwijaya. Ditaksir bahwa kerugian yang ditimbulkan akibat kasus tersebut sebesar Rp430,8 miliar, atau 30.194.452.79 dollar Amerika Serikat dengan kurs 14.268.
Sebelumnya, kuasa hukum Alex Noerdin telah mengajukan permohonan upaya bebas kepada Mahkamah Agung (MA). Namun, permohonan tersebut ditolak dan Alex Noerdin tetap dijatuhi hukuman penjara 9 tahun.
3. Zumi Zola
Zumi Zola merupakan mantan Gubernur Provinsi Jambi yang menjabat untuk periode 2016 hingga 2021. Namun, jabatan tersebut harus terhenti, sehingga ia hanya menjabat sejak tanggal 12 Februari 2016 hingga 10 April 2018 akibat tersandung kasus korupsi.
Bersama eks Plt Kepala Dinas Kepala Dinas PUPR Provinsi Jambi Arfan, politikus ini ditetapkan menjadi tersangka kasus gratifikasi. Selain itu, keduanya diduga turut menerima hadiah atas proyek-proyek di Provinsi Jambi.
Tidak hanya gratifikasi, Zumi Zola juga menjadi tersangka atas kasus suap. Ia dikabarkan menyuap anggota DPRD Jambi yang disebut sebagai ‘uang ketok’ karena diberikan untuk melancarkan persetujuan DPRD terhadap pengesahan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (R-APBD) Jambi tahun anggaran 2017-2018.
Nominal uang yang diterima Zumi Zola atas seluruh kasusnya ditaksir mencapai Rp49 miliar.
4. Lukas Enembe
Lukas Enembe merupakan eks Gubernur Papua, salah satu politisisi yang turut tersandung korupsi. Pengusutan kasus Lukas Enembe dinilai menjadi salah satu yang paling alot, sebab Lukas kerap menghindari panggilan KPK hingga diduga sempat ingin kabur ke luar negeri.
Lukas rupanya sudah lama berkecimpung di dunia politik. Kariernya dimulai dengan menjabat sebagai PNS di PNS di Kantor Sospol Kabupaten Merauke. Di tahun 2001, ia menjabat sebagai Wakil Bupati Kabupaten Puncak Jaya mendampingi Eliezer Renmaur.
Lukas Enembe lantas menjadi Gubernur Papua pada April 2013. Ia menduduki jabatan tersebut selama dua periode, namun harus terhenti pada Januari 2023 setelah ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi.
Selama masa jabatannya, mantan Gubernur Papua tersebut rupanya banyak merugikan negara. Berdasarkan keterangan surat tuntutan jaksa KPK, Lukas tercatat menerima gratifikasi sebesar sebesar Rp1,9 miliar dan menerima suap senilai Rp45,8 miliar.
Kedua kasus tersebut berhubungan erat dengan proyek-proyek infrastruktur di Papua, mengingat provinsi tersebut menjadi salah satu prioritas pembangunan negara. Atas dasar tersebut, pengadilan Tipikor memvonisnya dengan hukuman 8 tahun penjara pada 19 Oktober 2023.
5. Barnabas Suebu
Kasus Barnabas Suebu mulai mencuat bersamaan dengan rencananya untuk membangun PLTA di Papua pada 2007. Kala itu, Barnabas menunjuk PT Konsultasi Pembangunan lrian Jaya (KPIJ) sebagai perusahaan yang membangun PLTA tersebut. Pengusungan ini diduga karena Barnabas dan keluarganya memiliki saham mayoritas di KPIJ.
KPIJ lantas menerima pembayaran sebesar Rp41,34 miliar dari proyek ini. Namun rupanya, biaya yang digunakan untuk proyek hanya sebesar Rp6,886 miliar.
Sisa biaya pun dialokasikan untuk beberapa keperluan lain. Sebesar Rp7,8 miliar dibayarkan untuk pihak-pihak terkait, Rp5,38 miliar dikembalikan ke kas daerah, dan sebesar Rp21,5 miliar untuk kepentingan luar proyek. Berdasarkan catatan, Barnabas diketahui memperoleh Rp300 juta dari keuntungan PT KPIJ.
Eks Gubernur Papua periode 2006- 2011 ini merugikan negara sebesar Rp43,362 miliar.
Penulis: Almas Taqiyya
Editor: Iip M Aditiya