Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI merilis data mengenai jumlah aduan yang diterimanya per 9 Agustus 2024.
Dari data tersebut, terungkap bahwa terdapat hampir 1.600 aduan yang mencakup beberapa permasalahan di lingkungan petugas kesehatan tanah air. Dari aduan-aduan tersebut, sebanyak 356 di antaranya merupakan laporan dugaan perundungan.
Sebelumnya, Menteri Kesehatan (Menkes) RI Budi Gunadi Sadikin mengakui adanya praktik perundungan seperti ini. Ia menjelaskan bahwa perundungan biasanya terjadi di ruang lingkup pendidikan dokter spesialis. Menteri ini juga menambahkan bahwa fenomena perundungan tersebut telah dipraktikkan selama puluhan tahun.
"Ada kelompok di mana peserta didik ini diperlakukan sebagai asisten, sebagai sekretaris, sebagai pembantu pribadi. Mereka diperintah mengantarkan cucian ke laundry, bayar laundry, hingga antar jemput anak dokter senior," kata Budi Gunadi dalam CNN Indonesia.
Hampir 60% Kasus Perundungan Terjadi di RS Vertikal
Kementerian Kesehatan RI mengeluarkan data lebih lanjut mengenai laporan perundungan tersebut. Diungkapkan bahwa sebanyak 211 laporan perundungan terjadi di ruang lingkup RSV (Rumah Sakit Vertikal).
Itu berarti, perundungan di tempat tersebut mencakup 59,2% dari laporan perundungan yang diterima. Sisanya, sebanyak 145 laporan atau 40,7% dari total laporan merupakan perundungan di lingkungan kesehatan luar RSV.
Dari laporan perundungan di RSV, sebanyak 165 laporan telah diproses oleh pihak terkait dan dinyatakan selesai. Penanganan yang diberikan berupa pengenaan sanksi pada Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) maupun konsulen, serta penandaan pelaku perundungan di Sistem Informasi Sumber Daya Manusia Kesehatan (SISMDK).
Terdapat 46 laporan yang belum mampu diproses oleh Kementerian Kesehatan RI lantaran pelapor tidak dapat dihubungi oleh pihak terkait.
Budi Gunadi Sadikin dalam kesempatan lain juga menyebut bahwa perundungan seperti ini dapat memicu adanya percobaan bunuh diri akibat depresi. Ia menyayangkan bagaimana institusi kesehatan sering menutup-nutupi fenomena seperti ini
"Bahkan korban jiwa tidak hanya hari ini saja biasanya ditutup-tutupi, baru kali ini saja ini terbuka. Dan kita akan beresin ini secepat mungkin," kata Budi Gunadi melansir Detik.
2,7 Ribu Calon Dokter Spesialis Alami Gejala Depresi
Data lain dari Kementerian Kesehatan RI juga diungkap melalui Hasil Skrining Kesehatan Jiwa PPDS RS Vertikal Pendidikan pada Maret 2024. Dalam rilis tersebut disebutkan bahwa terdapat 2.716 calon dokter peserta pendidikan spesialis mengalami gejala depresi.
Rinciannya, sebanyak 1.977 orang atau 16,3% mengalami gejala depresi ringan, 486 orang atau 4% mengalami gejala depresi sedang, serta 178 orang atau 1,5% mengalami gejala depresi sedang-berat. Bahkan, 75 orang lainnya (0,6%) alami gejala depresi berat.
Peserta PPDS dengan gejala depresi tersebar di berbagai program spesialisasi. Program studi yang berada di posisi pertama adalah Spesialis 1 Ilmu Kesehatan Anak sebanyak 381 orang (14%), disusul Spesialis 1 Ilmu Penyakit Dalam sebanyak 350 orang (12,9%).
Anggota DPR RI dari PDI Perjuangan Rahmad Handoyo mengecam praktik perundungan di lingkungan kesehatan Indonesia. Ia menilai bahwa fenomena seperti inilah yang menghambat peningkatan jumlah dokter spesialis baru di tanah air.
"Mendesak Kemendikbud-Ristek dan Kemenkes untuk investigasi secara tuntas sekaligus untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem pendidikan program dokter spesialis yang fokus pada pendidikan serta memberantas segala bentuk perundungan di dunia pendidikan dokter spesialis," tambah Rahmad mengutip Media Indonesia.
Penulis: Pierre Rainer
Editor: Editor