Selain Asia Tenggara serta Uni Eropa, Indonesia juga melebarkan sayap kegiatan ekspor ke kawasan Timur Tengah dan Afrika. Kawasan ini menjadi salah satu potensi yang menjanjikan dalam rangka meningkatkan kembali arus perdagangan luar negeri Indonesia selama masa pandemi Covid-19.
Upaya pemerintah untuk terus memperkuat kegiatan perdagangan di pasar Timur Tengah dan Afrika terus digencarkan. Makanan olahan dan tekstil dinilai menjadi komoditas yang memiliki potensi besar khususnya di kawasan Timur Tengah. Banyaknya jumlah penduduk mendorong permintaan ekspor untuk kedua komoditas tersebut terus berlangsung dalam jumlah yang tinggi.
Strategi lainnya yang dilakukan pemerintah Indonesia untuk memperluas jangkauan ekspor di Timur Tengah ialah dengan membuka kantor baru Indonesian Trade Promotion Center (ITPC) di Dubai, UEA. Kantor baru tersebut diresmikan pada Sabtu, 2 Oktober 2021 silam dengan harapan dapat meningkatkan promosi produk Indonesia di Timur Tengah.
Sementara itu di Afrika, pajak yang diterapkan masih relatif tinggi di kisaran 40 persen. Afrika masih memiliki banyak ruang dan potensi yang bisa digali dalam upaya meningkatkan kerja sama ekspor sebagai salah satu alternatif saat pandemi Covid-19. Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) tengah mengupayakan komunikasi secara aktif dengan negara-negara di Afrika.
Langkah yang diambil pemerintah untuk meningkatkan ekspansi arus ekspor ke Timur Tengah dan Afrika merupakan salah satu terobosan untuk menjaga stabilitas ekonomi negara di tengah gempuran pandemi Covid-19.
Uni Emirat Arab kuasai pasar ekspor Indonesia di kawasan Timur Tengah dan Afrika
Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea Cukai mengungkapkan bahwa Uni Emirat Arab (UEA) menjadi negara tujuan utama ekspor Indonesia di kawasan Timur Tengah dan Afrika. Kerja sama antara Indonesia dan UEA dalam bidang ekonomi sudah berlangsung sejak lama dan tetap kokoh hingga saat ini.
Adapun nilai ekspor Indonesia ke UEA pada periode Januari hingga November 2021 mencapai 1,7 miliar dolar AS. Beberapa komoditas ekspor unggulan Indonesia ke UEA di antara lain ialah minyak sawit dan turunannya, perhiasan dan turunannya, kendaraan bermotor, alat pemancar atau penerima siaran telekomunikasi, dan bubur kayu.
Di samping itu, Indonesia dan UEA telah menyepakati komitmen bisnis dan investasi senilai Rp642,2 triliun. Investasi yang ditanamkan UEA di Indonesia salah satunya akan dialokasikan untuk proyek Ibu Kota Negara (IKN) Indonesia dengan kisaran Rp142 triliun.
Berikutnya, posisi ke-2 ditempati oleh Mesir dengan nilai ekspor mencapai 1,44 miliar dolar AS. Selanjutnya, posisi ke-3 diisi oleh Arab Saudi dengan nilai ekspor sebesar 1,4 miliar dolar AS.
Afrika Selatan berada di posisi ke-4 dengan nilai ekspor sebesar 846,8 juta dolar AS. Pada awal tahun 2021 kemarin, ekspor Indonesia ke Afrika Selatan meroket sebesar 138,15 persen berdasarkan acuan year-on-year (YoY). Kenya menyusul di posisi ke-5 dengan nilai ekspor sebesar 494,5 juta dolar AS.
Produk sawit menjadi target yang prospektif
Timur Tengah dan Afrika dinilai menjadi pasar yang prospektif untuk ekspor produk minyak sawit beserta turunannya. Potensi dari sektor ini diperkirakan mencapai lebih dari 1 juta ton per tahun. Selain itu, produk sawit berpotensi memiliki jumlah permintaan yang tinggi oleh karena fungsinya sebagai kebutuhan pokok sehari-hari.
Sedikit berbeda dengan Timur Tengah, pasar Afrika memiliki tantangan tersendiri. Afrika menjadi target untuk distribusi produksi barang jadi maupun setengah jadi. Oleh karena itu, umumnya Indonesia mengekspor produk sawit dalam bentuk minyak goreng yang siap dikonsumsi.
Tidak tersedianya tangki timbun yang memadai di Afrika untuk menampung bahan minyak mentah atau crude palm oil (CPO) menjadi alasan di balik negara-negara Afrika cenderung membutuhkan distribusi produk sawit sudah siap pakai.
Selain produk sawit, produk-produk lainnya di sektor pertanian serta pertambangan juga menjadi komoditas ekspor unggulan Indonesia di kawasan Timur Tengah dan Afrika.
Penulis: Diva Angelia
Editor: Iip M Aditiya