Ada Jutaan Pemilih Berkebutuhan Khusus di Pemilu 2024, Siapkah Menuju Pemilu Inklusif?

Total pemilih difabel pada Pemilu 2024 tidak menghindarkan Indonesia dari fenomena "ableism" pada kontestasi Pemilu 2024.

Ada Jutaan Pemilih Berkebutuhan Khusus di Pemilu 2024, Siapkah Menuju Pemilu Inklusif? Sumber: Pinterest

Tak terasa, Pemilu serentak 2024 tingga menghitung hari. Komisi Pemilihan Umum (KPU) merilis jumlah pemilih difabel pada Pemilu 2024. Perilisan ini tentunya merupakan suatu hal krusial pada iklim politik Indonesia saat ini.

KPU menegaskan bahwa terdapat 1.101.178 orang yang menyandang status sebagai pemilih difabel pada Pemilu 2024. Terdapat ragam disabilitas pada pemilih difabel 2024, seperti disabilitas fisik, disabilitas sensorik, disabilitas mental, dan disabilitas intelektual. Setiap status disabilitas pada pemilih difabel 2024 memiliki persentase masing-masing.

Disabilitas fisik masih menduduki status pemilih difabel tertinggi menurut data daftar pemilih tetap (DPT) KPU 2024 dan disabilitas intelektual menduduki peringkat terakhir. Upaya KPU menghadapi kontestasi “Pemilu Inklusif” nyatanya dilakukan secara pemenuhan fasilitas dan hak partisipasi.

“Disabilitas dan lansia merupakan kelompok yang akan menjadi prioritas utama KPU dalam menjalankan Pemilu 2024, mengingat kelompok ini merupakan kelompok rentan dalam proses partisipasi” ujar Idham Holik sebagai bagian dari KPU RI.

Pemenuhan fasilitas oleh KPU saat hari pemilihan bagi para pemilih difabel tersusun dalam beberapa rangkaian seperti antrean ramah pemilih difabel, surat suara ramah difabel, dan proses administrasi ramah difabel seperti adanya peraturan bagi pendamping pemilih difabel.

Pendamping pemilih difabel bertugas untuk mendampingi dan mengiringi setiap proses pencoblosan oleh pemilih difabel dengan ketentuan yaitu pendamping harus menandatangani surat pernyataan atau perjanjian sebelumnya.

Upaya KPU Mengoptimalisasi Partisipasi Pemilih Difabel pada “Pemilu Inklusif 2024”

Oche William Keintjem sebagai bagian KPU Bulungan mempublikasikan melalui laman resmi KPU RI bahwa upaya KPU sangat nyata untuk mengoptimalisasi partisipasi pemilih difabel pada Pemilu inklusif 2024. Sosialisasi dengan pendekatan persuasif kepada para kelompok menjadi difabel menjadi salah satu langkah KPU.

Menunjuk dan melibatkan kelompok difabel sebagai anggota ad hoc dalam proses pemilihan umum juga dilansir sebagai salah satu upaya perhatian KPU terhadap para kelompok difabel terutama yang telah berstatus pemilih difabel.

Atensi dan kepercayaan KPU terhadap kelompok difabel untuk berpartisipasi pada proses penyelenggaraan Pemilu 2024 juga dilatarbelakangi oleh keyakinan KPU bahwa pemerataan pengetahuan terhadap dinamika politik kelompok difabel juga dapat dioptimalisasi melalui adanya agen-agen perubahan oleh setiap individu pada kelompok tersebut.

“Perang Data” Terkait Status Pemilih Difabel pada Gelaran Pemilu 2024

Eksistensi dan publikasi jumlah pemilih difabel yang telah dirilis oleh KPU RI nyatanya tidak serta merta menjadi suatu “mimpi indah” untuk menjadi nyata bagi Indonesia menyelenggarakan Pemilu inklusif 2024.

Debat terakhir Capres 2024 pada 4 Februari 2024 nyatanya juga mengungkapkan bahwa permasalahan inklusivitas di Indonesia juga berhubungan dengan data kependudukan mengenai kelompok difabel di Indonesia.

Sasana Inklusi dan Gerakan Advokasi Difabel (SIGAB) menemukan fakta melalui diseminasi survei yang telah dilakukannya bersama Formasi Disabilitas dan Pusat Rehabilitasi Yakkum bahwa pendataan kelompok difabel pada KPPS setempat (di masing-masing 31 provinsi di Indonesia) masih menunjukkan “ketidaksiapan” pemerintah mempersiapkan Pemilu inklusif 2024.

SIGAB menegaskan bahwa masih terdapat “perang data” yang terjadi pada kontestasi penyelenggaraan Pemilu 2024 khususnya mengenai pemilih difabel. Pada survei tersebut, terdapat 19,4% pemilih difabel menyatakan ketidak-tahuannya terdata sebagai disabilitas apa pada KPPS setempat kemudian disusul oleh adanya 44,9% pemilih difabel yang menyatakan statusnya tidak terdata sebagai penyandang disabilitas pada KPPS setempat.

“KPU dalam hal ini tidak bertanggungjawab pemutakhiran data, idealnya KPU hanya melakukan penerimaan data, mengklaster, mempublikasikan, dan menetapkan data pemilih. Pemutakhiran data kependudukan ialah tugas Dinas Kependudukan” tegas Idham.

Pernyataan tersebut di sisi lain dilengkapi oleh Oche melalui laman resmi KPU RI bahwa permasalahan partisipasi kelompok difabel pada kontestasi Pemilu juga dilatarbelakangi oleh pemikiran-pemikiran diskriminatif kelompok termasuk keluarga para difabel sendiri untuk mendaftarkan anggota keluarganya yang difabel pada Data Kependudukan.

Fakta tersebut menyurati iklim politik Indonesia masih rentan dan lekat dengan prinsip, persepsi, dan nilai ableism terhadap para kelompok difabel.

Penulis: Andini Rizka Marietha
Editor: Iip M Aditiya

Konten Terkait

Bangga Buatan Indonesia: Media Sosial Dorong Anak Muda Pilih Produk Lokal

Sebanyak 69,3% anak muda Indonesia mengaku mengikuti influencer yang sering mempromosikan produk lokal di media sosial.

Benarkah Gen Z Problematik di Dunia Kerja?

Ramai di media sosial mengenai gen Z yang disebut-sebut tidak becus dalam bekerja. Lantas, apakah hal tersebut benar adanya?

Terima kasih telah membaca sampai di sini

atau

Untuk mempercepat proses masuk atau pembuatan akun, bisa memakai akun media sosial.

Hubungkan dengan Google Hubungkan dengan Facebook