Tren Sistem Bekerja Berubah Pasca Pandemi, Pekerja Indonesia Lebih Suka Hybrid

Tren Work From Home (WFH) meningkat saat berada dalam situasi pandemi. Pembatasan ruang publik membuat semua pekerjaan harus dilaksanakan secara online.

Tren Sistem Bekerja Berubah Pasca Pandemi, Pekerja Indonesia Lebih Suka Hybrid Ilustrasi Work From Home | Tarryn Elliot/Pexels

Tren Work From Home (WFH) meningkat saat berada dalam situasi pandemi. Pembatasan ruang publik membuat semua pekerjaan harus dilaksanakan secara online. Ternyata, sistem WFH dapat dinikmati pekerja Indonesia.

Setelah transisi menuju normal, sistem WFH tidak ditinggal begitu saja. Pekerja Indonesia merasakan manfaat dari sistem WFH. Melihat perubahan tren bekerja ini, Jobstreet melakukan survei terkait minat pekerja Indonesia dalam sistem kerja WFO, Hybrid, dan WFH.

Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Jobstreet, mayoritas pekerja Indonesia kini lebih menyukai sistem kerja hybrid (WFO dan WFH). Hanya 9% pekerja yang berminat WFO.

Sebelum pandemi, 68% pekerja Indonesia memilih Work From Office. Pekerjaan remote memang belum sepopuler sekarang. Perusahaan-perusahaan Indonesia masih menggunakan sistem kerja di kantor. Sistem kerja Work From Home hanya diminati 4% pekerja. 

Setelah pandemi, pekerja Indonesia menemukan kenyamanan dari Work From Home. Karena bekerja dari rumah, biaya transportasi bisa dialokasikan untuk keperluan lain, jadi dapat menghemat biaya.

Bagi pekerja rantau, mereka dapat bekerja dari rumah tanpa harus kos. Mengingat biaya kos yang cukup besar, tentu para pekerja rantau dapat mengalokasikan biaya kosnya untuk keperluan lain.

WFH juga dapat menghemat waktu, terutama bagi pekerja yang jarak antara rumah dan tempat kerjanya jauh.Dengan waktu yang lebih luang, para pekerja WFH dapat melakukan pekerjaan lain dengan lebih mudah di rumah, seperti membersihkan rumah, atau mengurus keluarga.

Pekerja juga dapat memilih perusahaan baik dalam kota, luar kota, bahkan luar negeri tanpa memikirkan ongkos pulang pergi dan biaya merantau. Mereka bahkan dapat dengan mudah juga mengatur waktu jika ingin mengambil pekerjaan tambahan.

Namun, opsi WFH juga dapat menghambat bagi pekerja yang tinggal di lingkungan yang kurang ideal untuk bekerja secara daring. Laporan Cohive menunjukkan bahwa 23 persen pekerja memiliki masalah dalam jaringan, 28% pekerja sering mengalami gangguan saat bekerja, dan 15% mengatakan bahwa mereka tidak memiliki ruang yang layak untuk bekerja di rumah.

Sebuah penelitian berjudul “State of Business and Communication Report (2020)” menyebutkan bahwa metode komunikasi yang disukai pekerja adalah komunikasi tatap muka. Meskipun komunikasi dapat dilakukan lewat aplikasi pengirim pesan atau video conference, komunikasi tatap muka diyakini dapat mempererat bonding antar pekerja.

Dengan pertimbangan waktu, biaya, komunikasi, dan bonding, pekerja Indonesia memilih untuk bekerja secara hybrid. Artinya, dalam seminggu mereka dapat bekerja di kantor atau WFO, dan ada hari dimana mereka bekerja dari rumah.

Penulis: Kristina Jessica
Editor: Editor

Konten Terkait

Bangga Buatan Indonesia: Media Sosial Dorong Anak Muda Pilih Produk Lokal

Sebanyak 69,3% anak muda Indonesia mengaku mengikuti influencer yang sering mempromosikan produk lokal di media sosial.

Benarkah Gen Z Problematik di Dunia Kerja?

Ramai di media sosial mengenai gen Z yang disebut-sebut tidak becus dalam bekerja. Lantas, apakah hal tersebut benar adanya?

Terima kasih telah membaca sampai di sini

atau

Untuk mempercepat proses masuk atau pembuatan akun, bisa memakai akun media sosial.

Hubungkan dengan Google Hubungkan dengan Facebook