Tren Pernikahan Menurun Selama 6 Tahun Terakhir, Gen-Z Memilih Marriage-Free?

Laporan terbaru BPS tahun 2024 menunjukan Indonesia menghadapi fenomena yang cukup menarik dimana BPS menggambarkan penurunan drastis dalam angka pernikahan.

Tren Pernikahan Menurun Selama 6 Tahun Terakhir, Gen-Z Memilih Marriage-Free? Illustrasi Pernikahan | Canva

Pernikahan, yang sebelumnya dianggap sebagai tonggak penting dalam kehidupan, tampaknya mulai kehilangan daya tariknya bagi sebagian masyarakat Indonesia, khususnya pada kalangan anak muda (Gen-Z).

Melalui laporan terbaru Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2024, Indonesia menghadapi sebuah fenomena yang cukup menarik di mana BPS menggambarkan penurunan drastis dalam minat untuk menikah.

Tren penurunan angka pernikahan ini telah menjadi hal yang signifikan, terutama dalam kurun waktu tiga tahun terakhir. Dengan penurunan mencapai angka 2 juta, Indonesia menjadi saksi dari dampak yang menghantam dalam jumlah pernikahan yang terus menurun dari tahun ke tahun.

Namun, jika di analisis lebih dalam, penurunan tersebut bukanlah semata-mata merupakan fenomena sementara, melainkan sebuah tren yang konsisten terjadi dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir. Dengan angka penurunan mencapai 28,63%, atau setara dengan sekitar 632.791 kasus pernikahan

Faktor-faktor yang memengaruhi penurunan angka pernikahan ini yaitu terkait kondisi mental yang belum siap, faktor sosial budaya yang modern dan terbuka, banyaknya kasus perceraian, perselingkuhan serta KDRT juga menjadi faktor kuat yang mempengaruhi penurunan angka pernikahan di Indonesia

Namun, ada pula hal positif yang dapat ditafsirkan. Generasi muda di Indonesia menunjukan peningkatan dalam memahami bahwa pernikahan bukanlah sekadar peristiwa seremonial, melainkan sebuah komitmen serius yang membutuhkan persiapan mental, emosional, dan finansial yang matang.

Penundaan pernikahan di antara generasi muda dapat dilihat sebagai upaya untuk mempersiapkan diri dengan lebih baik dalam menghadapi tantangan-tantangan yang mungkin terjadi dalam kehidupan berumah tangga. Mereka lebih menyadari kompleksitas hubungan perkawinan dan menghargai pentingnya komunikasi yang efektif, keuangan yang sehat, serta kesediaan untuk saling mendukung dalam menghadapi segala perubahan dan tantangan hidup.

Selain itu, kesadaran akan tanggung jawab dalam mengasuh anak juga turut menjadi pertimbangan utama bagi generasi muda sebelum memilih untuk menikah. Mereka menyadari bahwa menjadi orangtua bukanlah tugas yang mudah, dan membutuhkan kesiapan mental, waktu, dan sumber daya yang memadai

Pola pikir dalam fenomena ini mencerminkan pergeseran nilai-nilai dalam masyarakat di Indonesia, di mana prioritas tidak lagi hanya pada pencapaian status pernikahan semata dan biasanya budaya terjadi pada negara-negara maju.

Hal positifnya, dengan peningkatan awareness Gen-Z dalam menikah dan lebih memilih untuk mempersiapkan diri dengan matang untuk memastikan keberhasilan hubungan dan kebahagiaan keluarga di masa mendatang ini juga dapat menjadikan fondasi awal membangun sumber daya manusia yang lebih baik di masa yang akan datang. 

Tak selaras dengan penurunan angka pernikahan, angka perceraian mengalami dinamika naik-turun dalam tiga tahun terakhir. Ini menunjukkan bahwa, meskipun banyak yang memilih untuk tidak menikah, tetap stabilitas dalam hubungan perkawinan tampaknya tetap terganggu.

Fenomena ini ternyata tidak hanya terjadi di Indonesia. Di negara lain seperti Korea Selatan dan China, tren serupa juga terjadi. Dengan data yang menunjukkan hanya satu dari empat wanita muda Korea Selatan yang ingin menikah, serta gaya hidup lajang yang semakin menjadi pilihan di kalangan masyarakat China, kita menyaksikan dampak global dari penurunan minat dalam pernikahan.

Namun para analis turut memperingatkan bahwa fenomena ini dapat menyebabkan masalah serius berupa penurunan populasi, terutama di negara-negara seperti China, di mana banyak warga menunda pernikahan dan memiliki anak karena alasan ekonomi. Ini menunjukkan bahwa tantangan dalam mempertahankan pernikahan dan keluarga menjadi perhatian serius bagi banyak negara di dunia.

Penulis: Willy Yashilva
Editor: Iip M Aditiya

Konten Terkait

Adu Kuat Anies vs Jokowi Effect di Pilgub Jakarta 2024

Jelang pencoblosan, Anies tampak memberikan endorsement pada Pram-Doel, sedangkan Jokowi pada RK-Suswono. Lantas, mana yang lebih bisa menarik suara rakyat?

Program Makan Siang Gratis Dapat Dukungan dari China, Indonesia Bukan Negara Pertama

Langkah ini tidak hanya mengatasi permasalahan gizi, tetapi juga menjadi bagian dari upaya global untuk memerangi kelaparan dan mendukung pendidikan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini

atau

Untuk mempercepat proses masuk atau pembuatan akun, bisa memakai akun media sosial.

Hubungkan dengan Google Hubungkan dengan Facebook