Budaya cashless semakin merajai aktivitas ekonomi di Indonesia. Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, menyampaikan bahwa dari Generasi Y hingga Generasi Alpha enggan memakai uang kertas karena sudah terbiasa dengan transaksi digital serta uang elektronik.
Dalam laporan Triwulan I 2024 Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI), nominal transaksi dengan Quick Response Code Indonesian Standard atau QRIS mencapai Rp42 triliun di bulan Maret. Besaran tersebut merupakan jumlah tertinggi hingga saat ini.
Jika dibandingkan dengan satu tahun sebelumnya, nominal transaksi dengan QRIS meningkat hingga 176%. Kemudian, ditinjau dari banyaknya volume transaksi, terdapat peningkatan hingga 161%. Secara total, dari Januari-Maret 2024, ada 973,9 juta transaksi menggunakan QRIS yang terjadi.
Peningkatan volume dan nominal ini dibarengi dengan jumlah pengguna QRIS yang selalu meningkat dari waktu ke waktu. Berdasarkan laporan ASPI, hingga Maret 2024, pengguna QRIS telah mencapai 48 juta.
Perry Warjiyo menyampaikan pencapaian Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia (BSPI) yang di dalamnya termasuk capaian QRIS sudah melebihi 50 juta pengguna.
“Di antaranya besarnya jumlah pengguna QRIS dengan lebih dari 50 juta pengguna yang sebagian besar UMKM, transaksi BI-FAST yang tumbuh pesat, elektronifikasi program sosial pemerintah, dan Kartu Kredit Indonesia yang memperlancar transaksi keuangan pemerintah, serta reformasi regulasi untuk memperkuat industri pembayaran nasional,” jelas Perry dalam FEKDI X KKI 2024 (1/8), mengutip laman resmi Bank Indonesia.
Sementara itu, jumlah QRIS merchant telah mencapai kurang lebih 32 juta. Paling banyak berada di Jawa Barat dengan 6,8 juta QRIS merchant. Kemudian, disusul oleh DKI Jakarta dengan 5,2 juta QRIS merchant, Jawa Timur dengan 3,5 juta QRIS merchant, dan Jawa Tengah dengan 3,2 juta QRIS merchant.
Bagaimana Respons Pemerintah Atas Peningkatan Ini?
Bank Indonesia telah mengeluarkan BSPI 2030 sebagai lanjutan BSPI 2025. Dalam BSPI 2025, transformasi digital nasional tumbuh secara pesat.
Oleh karena itu, BSPI 2030 akan fokus pada modernisasi infrastruktur pembayaran ritel, wholesale dan data, konsolidasi industri pembayaran nasional, inovasi dan akseptasi digital, perluasan kerja sama internasional, serta pengembangan rupiah digital.
Akselerasi ekonomi dan keuangan digital ini juga tercermin dari peringkat World Digital Competitiveness Indonesia yang meningkat dari posisi ke-56 pada 2019 menjadi posisi ke-45 pada 2023.
“Untuk memastikan laju lokomotif ekonomi digital ini membawa manfaat maksimal, diperlukan pondasi yang kokoh, yaitu infrastruktur digital yang merata, talenta digital yang unggul dan adaptif, dukungan penuh bagi startup UMKM, serta regulasi yang adaptif dan melindungi,” jelas Menteri Perekonomian Airlangga Hartarto, dilansir dari Kompas.
Baca juga: Proporsi Pengeluaran Indonesia 2024: Konsumsi Naik, Tabungan Turun
Penulis: Ajeng Dwita Ayuningtyas
Editor: Editor