Salah satu masalah utama yang dihadapi ketika mengelola keuangan adalah minimnya literasi keuangan di kalangan masyarakat. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendefinisikan literasi keuangan sebagai pengetahuan, keterampilan, dan keyakinan yang memengaruhi sikap dan perilaku untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan pengelolaan keuangan untuk mencapai kesejahteraan keuangan masyarakat.
Pengetahuan terkait finansial dan manajemen keuangan yang minim sering kali membuat masyarakat kesulitan mengalokasikan pendapatannya dengan tepat. Survei Konsumen Bank Indonesia edisi Juni 2024 menunjukkan bahwa per Juni 2024, sebanyak 73,9% pendapatan orang Indonesia digunakan untuk kebutuhan konsumsi, 9,6% untuk membayar cicilan, dan hanya 16,5% dipakai untuk menabung.
Menariknya, proporsi pengeluaran yang digunakan untuk konsumsi cenderung naik 0,9% pada Juni 2024 ini, sedangkan proporsi pengeluaran untuk tabungan malah menurun 0,1% dibanding Mei 2024.
Hal serupa juga terjadi pada kelompok pengeluaran Rp1-2 juta, dimana proporsi untuk konsumsi naik 0,8% dari bulan Mei 2024 menjadi 75,8%, sedangkan proporsi tabungannya menurun 1,2% menjadi 16,5%.
Pada kelompok pengeluaran Rp2,1-3 juta, terjadi pula peningkatan proporsi pengeluaran dari 73,1% menjadi 73,4%. Sedikit berbeda dari kelompok pengeluaran sebelumnya, terjadi kenaikan proporsi tabungan sebesar 0,8%.
Untuk kelompok pengeluaran Rp3,1-4 juta, terdapat peningkatan proporsi konsumsi sebesar 1,3% dan penurunan proporsi tabungan sebesar 0,8%. Hal yang sama turut dialami kelompok pengeluaran Rp4,1-5 juta dan di atas Rp5 juta.
Menariknya, rasio simpanan terhadap pengeluaran masyarakat Indonesia turun dibandingkan periode sebelum pandemi. Pada survei November 2019, rasio simpanan terhadap pengeluaran masyarakat mencapai 19,8%. Sejak pandemi, nilai tersebut berangsur menurun.
Orang Indonesia Susah Nabung?
Menurut Bank Indonesia, banyak warga Indonesia yang terpaksa menggunakan tabungannya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Direktur Eksekutif Center of Reform on Economic (CORE) Mohammad Faisal menyebutkan bahwa biaya hidup yang semakin mahal ditambah dengan pendapatan yang cenderung stagnan membuat banyak orang kesulitan menabung, bahkan terpaksa memakan tabungannya sendiri.
Melambatnya perekonomian Indonesia membuat daya beli masyarakat semakin berkurang dengan harga barang yang terus naik. "Dalam kondisi ekonomi tumbuh lebih lambat, walaupun inflasi lebih rendah akan melemahkan dari sisi daya beli," ungkapnya, mengutip CNBC.
Mayoritas masyarakat yang kesulitan menabung berasal dari kelompok kalangan bawah. Hal ini menggambarkan situasi ekonomi yang sulit di tengah kenaikan harga barang pokok, yang mau tidak mau membuat masyarakat sulit untuk menyisihkan pendapatannya.
Meski begitu, Direktur Ekonomi Digital Celios Nailul Huda berpendapat lain. Menurutnya, salah satu faktor yang membuat orang Indonesia sulit menabung adalah tingginya konsumsi masyarakat Indonesia.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), konsumsi telekomunikasi, transportasi, restoran, dan hotel mengalami kenaikan paling cepat pada 2023 lalu. "Artinya masyarakat Indonesia di tahun 2023 ini lebih banyak liburan dan staycation dibandingkan tahun 2022," ujarnya, mengutip CNBC.
Berubahnya gaya hidup dan pola konsumsi mengakibatkan masyarakat saat ini lebih sulit menabung. Perlu adanya pembiasaan dari masyarakat untuk mengatur pengeluaran dengan lebih bijaksana dan rasional.
Baca Juga: Uang Cepat Habis? Ini Dia Proporsi Pengeluaran Bulanan Gen Z
Penulis: Agnes Z. Yonatan
Editor: Editor