Situasi di Palestina telah menjadi perhatian global dalam beberapa dekade terakhir. Semakin banyak pihak yang menyoroti tindakan Israel dan menggolongkannya sebagai bentuk genosida terhadap warga Palestina.
Tidak hanya melibatkan kekerasan fisik, ketidakadilan struktural yang merugikan kehidupan sehari-hari juga turut dirasakan warga Palestina. Sebagai respon, protes internasional dan gerakan solidaritas terus bermunculan, salah satunya yaitu gerakan BDS (Boycott, Divestment, Sanctions).
Apa Itu Gerakan BDS?
Gerakan BDS adalah bentuk upaya kolektif untuk menekan Israel agar menghentikan pelanggaran hak asasi manusia dan mematuhi hukum internasional. Gerakan ini menggunakan strategi boikot, divestasi, dan sanksi yang ditujukan untuk mengakhiri pendudukan Israel atas Palestina.
Selain itu, gerakan ini juga merupakan bentuk protes guna memperjuangkan hak warga Palestina.
Strategi BDS dilakukan dengan cara mengajak masyarakat internasional untuk memboikot produk dan layanan dari perusahaan yang mendukung atau mendapat keuntungan dari tindakan Israel. BDS bertujuan untuk memberikan tekanan ekonomi dan moral kepada Israel. Boikot ini mencakup berbagai sektor, dari produk konsumen, kosmetik, hingga hiburan.
Produk Disney Menjadi Sasaran Boikot
Disney merupakan salah satu target dari gerakan BDS. Terlepas dari besarnya pengaruh raksasa hiburan global ini, Disney tetap menjadi sasaran dari kemarahan aktivis akan situasi di Palestina.
Layanan streaming Disney+ Hotstar hingga film layar lebar, seperti Marvel Cinematic Universe (MCU) dan Star Wars, ikut terkena imbas dari gerakan ini. Para aktivis BDS mendorong penonton untuk memboikot konten Disney sebagai bentuk protes terhadap hubungan bisnis perusahaan tersebut dengan entitas yang dianggap mendukung atau berafiliasi dengan kebijakan Israel di Palestina.
Baca Juga: Konflik Israel-Palestina Jadi Salah Satu Isu yang Paling Banyak Dimanipulasi di Internet
Pendapatan The Marvels Paling Rendah Dibanding Film MCU Lainnya
“The Marvels” hanya mampu meraih US$84.500.223 pada penayangannya di akhir 2023 lalu. Angka ini sangat kontras dengan film “Avengers: Endgame” yang berhasil capai US$858.373.000, di penayangannya tahun 2019 saat situasi Palestina belum mendapat perhatian global setinggi sekarang.
Film “The Marvels” sendiri bercerita mengenai tiga manusia super perempuan yang bekerja sama menghadapi ancaman para penjahat. Sisi warrior perempuan ditonjolkan dengan kuat dan menjadi aspek menarik dalam film ini.
Meskipun begitu, film ini tetap tidak mendapat perhatian penonton sebesar waralaba Marvels sebelumnya. Film ini bahkan menjadi film dengan peringkat pendapatan kotor terendah dalam sejarah MCU.
Apakah Boikot Produk Afiliasi Israel Efektif?
Menilai efektifitas gerakan BDS merupakan suatu hal yang kompleks. Pasalnya, kesadaran masyarakat menjadi basis utama dalam gerakan ini. Besarnya nama brand yang menjadi target protes juga memberikan kesan pada masyarakat bahwa boikot pada produk-produk tertentu tidak memberikan efek untuk situasi Palestina.
Misalnya pada kasus kurangnya pendapatan “The Marvels”, beberapa pihak beropini bahwa persoalan ini terjadi karena masalah dalam film itu sendiri, bukan semata-mata karena BDS.
Tetapi ada pula yang beranggapan BDS berpengaruh akan hal itu. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa tidak ada parameter yang pasti dan tunggal untuk menilai keberhasilan gerakan BDS.
Karena tidak adanya parameter yang konstan, aksi BDS pun juga tidak dapat disimpulkan ‘tidak efektif’. Terlebih gerakan ini telah memperlihatkan dunia bagaimana masyarakat global masih peduli akan kedamaian serta tidak takut terhadap opresi-opresi negara dengan penyokong ekonomi yang kuat.
Kampanye BDS tidak hanya menyasar perusahaan seperti Disney secara langsung, tetapi juga mengajak masyarakat untuk lebih sadar akan hubungan ekonomi serta politik yang mendasari produksi dan distribusi hiburan.
Dalam era dimana pilihan konsumsi semakin dilihat sebagai tindakan politik, gerakan seperti BDS menunjukkan bagaimana masyarakat dapat menggunakan daya beli mereka untuk memengaruhi kebijakan global.
Sebagai salah satu entitas terbesar dalam industri hiburan, Disney kini berada di pusat perdebatan dan menjadi simbol dari dinamika yang lebih besar antara bisnis, politik, serta hak asasi manusia.
Baca Juga: All Eyes on Rafah: 147 Negara Sudah Mengakui Palestina sebagai Negara
Penulis: Afra Hanifah Prasastisiwi
Editor: Editor