Keberlangsungan suatu negara bergantung pada perkembangan penduduknya. Pertumbuhan penduduk seimbang yang ditandai oleh pembaruan generasi secara berkelanjutan menjadi kunci kemajuan dan kesejahteraan bangsa. Untuk mengukur nilai pembaruan suatu generasi, digunakanlah indikator tingkat kesuburan total atau Total Fertility Rate (TFR).
Melansir dari BPS, TFR merupakan jumlah rata-rata anak yang dilahirkan oleh seorang perempuan pada akhir masa reproduksinya apabila perempuan tersebut mengikuti pola fertilitas saat tingkat kesuburan total dihitung. TFR adalah indikator demografi standar yang digunakan untuk memperkirakan jumlah rata-rata anak yang dimiliki oleh seorang perempuan selama masa suburnya di usia 15-49 tahun berdasarkan tren kelahiran saat ini.
Faktor yang mempengaruhi TFR adalah jumlah kelahiran di kelompok wanita usia subur dan jumlah total wanita yang sedang berada di usia subur. Sehingga, jumlah kelahiran yang banyak belum tentu meningkatkan TFR, karena jumlah perempuan di usia subur juga mempengaruhi TFR.
Per tahun 2023, TFR dunia ada di angka 2,3. Nilai TFR yang ideal ada di angka 2,1. Ini berarti seorang perempuan diharapkan setidaknya melahirkan rata-rata 2,1 anak selama masa reproduksinya untuk menggantikan dirinya dan pasangannya yang berjumlah dua orang serta tambahan 0,1 untuk mengkompensasi adanya kematian bayi.
Melansir dari OECD, 2,1 adalah TFR yang ideal dan dapat menghasilkan stabilitas populasi dengan asumsi tidak ada arus migrasi dan tingkat kematian tidak berubah. TFR 2,1 juga disebut sebagai tingkat kesuburan pengganti karena memastikan adanya pembaruan generasi untuk sang perempuan dan pasangannya dengan 0,1 anak lagi untuk antisipasi kematian bayi.
TFR Negara-Negara ASEAN
Timor Leste, Kamboja, dan Laos menjadi negara-negara yang memiliki TFR tertinggi di antara negara-negara ASEAN serta memiliki TFR lebih tinggi dari TFR dunia. Indonesia dan Myanmar memiliki TFR di bawah TFR dunia namun ideal di angka 2,1, sementara negara-negara lain memiliki TFR di bawah TFR ideal dengan yang paling rendah di Singapura dengan angka 0,9.
TFR di atas 2,1 akan menyebabkan peningkatan jumlah penduduk, sementara TFR di bawah 2,1 akan menyebabkan penurunan jumlah penduduk. Dampak dari TFR rendah maupun tinggi baru akan dirasakan setelah jangka waktu yang lama jika suatu negara terus berada di angka TFR rendah atau tinggi selama beberapa waktu.
Timor Leste, Negara dengan TFR tertinggi se-ASEAN
Timor Leste, Kamboja, dan Laos yang memiliki TFR di atas 2,1 selama bertahun-tahun harus mempersiapkan negaranya untuk menghadapi peningkatan jumlah penduduk di masa depan, terutama saat anak-anak tersebut memasuki usia produktif.
Peningkatan fasilitas yang berhubungan dengan ibu dan anak mungkin diperlukan serta memastikan lapangan pekerjaan yang memadai tersedia di masa depan saat anak-anak tersebut sudah memasuki usia produktif untuk bekerja. Walaupun berada di atas TFR ideal, TFR ketiga negara ini terus turun dari tahun ke tahun.
Singapura, Negara dengan TFR Terendah se-ASEAN
Singapura sebagai negara dengan TFR paling rendah di ASEAN di angka 0,9 sedang menghadapi penurunan jumlah penduduk karena TFR Singapura sudah bertahun-tahun berada di bawah TFR ideal.
Melansir SCMP, salah satu Menteri Singapura Indranee Rajah menyatakan bahwa TFR rendah yang dialami Singapura selama bertahun-tahun menyebabkan masalah sosial dan ekonomi.
Pasangan yang berada di usia produktif terjepit dan harus menanggung beban terbesar merawat orang tua dan anak. Banyaknya warga Singapura yang masih melajang juga menyebabkan lemahnya dukungan keluarga saat mereka sudah lanjut usia nantinya. Dengan jumlah kelahiran yang lebih sedikit, tenaga kerja Singapura juga terdampak.
Indonesia Dianggap Miliki TFR Ideal
Indonesia dan Myanmar yang memiliki TFR ideal di angka 2,1, populasi negaranya akan tetap stabil karena berada di tingkat kesuburan pengganti. Namun melihat tren yang menunjukkan penurunan TFR dari tahun ke tahun, dua negara ini juga harus berhati-hati agar TFR tidak turun tajam di bawah TFR ideal dan tetap stabil di angka 2,1 agar tetap ideal.
Penurunan TFR hingga angka ideal merupakan salah satu penyebab Indonesia akan mengalami bonus demografi di masa mendatang. Namun, negara juga harus berhati-hati karena dengan banyaknya penduduk di usia produktif, negara harus mampu menyiapkan SDM yang berkualitas serta memastikan lapangan pekerjaan yang cukup untuk menampung banyaknya SDM usia produktif.
Jika tidak diarahkan dengan baik, maka dapat menyebabkan masifnya angka pengangguran serta beban yang lebih besar saat negara memasuki aging population. Populasi yang menua dapat menyebabkan beban pada ekonomi negara karena meningkatnya biaya pelayanan kesehatan dan jaminan sosial.
Baca Juga: Tren Tingkat Kelahiran di Dunia, Indonesia Peringkat 5 di ASEAN
Penulis: Shofiyah Rahmatillah
Editor: Editor